Bagaimana Untung dan rugi hidup di desa?
Nikmati saja!
Itu pertanyaan dalam topik gentrifikasi yang diberikan Kompasiana untuk diulas.
Bagi saya, untung atau rugi, hidup di desa, sebaiknya dinikmati saja.
Untung atau rugi, tentunya sangat bergantung pola pikir kita.Â
Menimbang untung rugi, tentunya harus sudah dipikirkan saat ingin menikmati hidup di desa.
Jika kita sudah paham dan siap dengan segala konsekuensinya, maka hidup di kota ataupun di desa sama saja. Ada untung dan ruginya.
Seperti di saat kemarau seperti ini, tidak usah kaget kalau pekarangan dan halaman begitu kotor.
Tidak perlu berkeluh kesah. Kalau sempat dibersihkan, kalau tidak nggak masalah.
Orang yang melihat pun paham dan maklum, begitulah hidup di desa.Â
Kecuali yang rumahnya jauh dari pepohonan yang banyak tumbuh di desa, pasti sok merasa bersih dan mungkin berpikir yang punya pemalas dan tidak mau membersihkan.
Sedang hidup di kota, relatif dekat dengan segala tempat pemenuhan kebutuhan.Â
Pohon tetangga yang mengotori halaman rumah orang lain bisa menjadi masalah dan menimbulkan persoalan hukum.Â
Kalau saya sih memilih membersihkan kalau sempat. Siapa tahu suatu salah Allah menggerakkan hati untuk tepo sliro.Â
Pusat perekonomian biasanya terdapat di kota. Dari pasar sampai swalayan, kantor pemerintahan, dan kantor yang mengurusi berbagai macam kebutuhan dan pelayanan publik biasanya ada di kota.
Tapi di era sekarang, perbedaan desa dan kota tidak ada di saat pelayanan publik semakin merata, Â ketrampilan dan pengetahuan manusia semakin berkembang, semua bisa diusahakan.
Apalagi dengan pelayanan online, tak peduli di tengah kota atau pelosok desa, selama ada sinyal dan akses internet, pelayanan bisa terpenuhi.
Apakah hidup di desa lebih nyaman karena alamnya masih asli?
Sepertinya tidak juga. Kini, di desa-desa, sawah telah disulap jadi perumahan, pertokoan dan tempat usaha.
Di pegunungan sudah dipadati rumah, vila, hotel dan penginapan yang menjamur dan saling bersaing.
Sehingga saat efek El Nino melanda, cadangan air tanah di desa ikut mengering.
Pohon-pohon besar yang biasanya menyimpan cadangan air dan menjadi sumber mata air telah tersingkir.
Tak heran, saat efek El Nino menunjukkan taringnya, kehidupan di desa juga terdampak nyata.
Intinya, hidup di desa ataupun di kota kita tetap dituntut bijaksana.
Sebaliknya di kotapun kita bisa mendapatkan suasana ala desa dengan membuat taman kota, hutan kota, bahkan restoran bernuansa alam juga bisa dibangun di tengah kota. Tak perlu pergi ke desa.
Kini hampir di semua tempat bisa ditemukan suasana senada. Apa yang ada jauh di suatu tempat, mungkin juga bisa ditemukan dengan mudah di sekitar kita.
Bahkan kita bisa menyulap halaman atau pekarangan rumah kita untuk bersantai layaknya tempat wisata mini.
Tempat kita bercengkrama bersama keluarga dengan privacy terjaga, dan tdk perlu keluar rumah.
Kenyamanan bisa kita ciptakan dengan mudah, bahkan dengan budget minimalis.
Secara umum, berikut untung dan rugi hidup di desa :
KeuntunganÂ
1. Biaya hidup di desa relatif murah.Â
Untuk kebutuhan  makan sehari-hari, mungkin kita bisa memanfaatkan tanaman pekarangan.Â
Atau jika membeli kebutuhan makan sehari-hari lebih murah, karena pedagang di desa biasanya tidak terlalu berhitung dalam mengambil untung, sehingga harga kebutuhan makan di desa relatif murah.Â
2. Hidup di desa, biasanya lahan yang tersisa untuk halaman dan pekarangan masih luas.
 Hal ini karena harga tanah di desa masih relatif murah dibanding harga di kota.Â
Di desa biasanya pengukuran masih menggunakan satuan rhu(14 m2). Sedang di kota menggunakan satuan harga per meter persegi.Â
3. Lingkungan masih asri untuk desa yang belum terjamah gentrifikasi.Â
4. Harga rumah di desa relatif lebih murah karena harga tanah di desa juga lebih murah. Bahan bangunanpun terkadang memanfaatkan kayu milik sendiri, dan membuat batu bata sendiri.
5. Bebas polusi. Alam yang masih asri bisa menyerap polutan yag terdapat di udara.Â
6. Adanya budaya gotong royong, tolong menolong dan saling mengenal di daerah perdesaan.Â
Kerugian:
1. Akses pendidikan kurang.
 Perguruan tinggi biasanya banyak terdapat di kota. Sehingga warga desa harus bermigrasi ke kota jika ingin melanjutkan kuliah.Â
2. Akses transportasi terbatas.Â
Jalan-jalan besar dan mulus biasanya lebih banyak terdapat di kota. Meski sekarang jalan-jalan cor atau beraspal sudah merambah daerah perdesaan.Â
3. Banyaknya pepohonan di desa, relatif mudah mengotori halaman, sehingga setiap waktu harus siap membersihan.Â
4. Gaji rendah. Gaji ini biasanya juga tergantung UMK yang berlaku. Biasanya di desa lebih rendah daripada di kota.Â
5. Budaya gotong royong yang mulai hilang.Â
Di satu sisi, gentrifikasi akan membuat kehidupan desa berkembang dan meningkatkan perekonomian.
Tapi jika tidak bijak dalam bertindak, perubahan desa bisa menjadi bencana dan ikut merasakan perihnya efek El Nino yang telah menyapa.
Mari bijak dalam memanfaatkan alam, menjaga budaya yang membawa manfaat dan menjaga kelestarian alam dengan banyak menanam pohon produktif di halaman rumah.
Terima kasih.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H