Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mengulik Mie Legendaris Pak Giyo di Madiun Selatan

1 Juli 2023   21:26 Diperbarui: 2 Juli 2023   16:00 5120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cuti bersama mungkin sudah usai. Tapi berlanjut libur reguler sabtu dan minggu. 

Bahkan untuk anak sekolah, mulai memasuki libur semester dan kenaikan kelas. 

Sejak tiga hari yang lalu, suasana Idul Adha masih mewarnai hari. 

Asyik mengolah dan mencoba berbagai olahan daging qurban banyak dilakukan. 

Mengisi liburan cuti bersama sambil berkumpul dan bercengkrama bersama keluarga. 

Sesuatu yang berharga untuk dilakukan saat semua anggota keluarga libur bersama. 

Tiga hari berkutat dengan daging, mungkin perlu suasana lain. 

Tak ada salahnya kembali menikmati mie legendaris yang ada di Madiun Selatan. Mie Pak Giyo. 

Salah satu sudut bakmi Pak Giyo (dokpri) 
Salah satu sudut bakmi Pak Giyo (dokpri) 

Mungkin Pak Giyo sudah mengawali bisnis kuliner ini sejak tahun 80-an. Saat suami saya masih bujang. 

Tapi Pak Giyo sekarang sudah berpulang, dan usaha mie nya diteruskan oleh putrinya. 

Mie Pak Giyo, dimasak dengan tungku arang (dokpri) 
Mie Pak Giyo, dimasak dengan tungku arang (dokpri) 

Salah satu keunikan sekaligus keistimewaan dari mie Pak Giyo yang berlokasi di pinggir jalan Ponorogo-Madiun ini adalah cara memasaknya. 

Mie godhog dan mie gorengnya dimasak menggunakan tungku arang.

Keunikan ini membuat aroma yang khas dan memberikan sensasi istimewa. 

Suasana di warung makan Pak Giyo yang homy banget (dokpri) 
Suasana di warung makan Pak Giyo yang homy banget (dokpri) 

Masuk ke warung makan Pak Giyo ini suasananya homy banget. 

Malam ini kebetulan malam minggu, pengunjungnya banyak. 

Sebagian besar adalah keluarga kecil yang ingin menikmati malam minggu. 

Di salah satu dinding terpasang foto Pak Giyo dan Bu Giyo dalam busana yang "njawani".

Foto Pak Giyo dan Bu Giyo terpasang di dinding (dokpri) 
Foto Pak Giyo dan Bu Giyo terpasang di dinding (dokpri) 

Mie Pak Giyo ini termasuk porsi jumbo dengan piring berisi mie goreng maupun mie rebus yang menggunung. 

Untuk bisa menikmati mie Pak Giyo ini harus sabar menunggu, apalagi jika antriannya panjang. 

Mie goreng maupun mie godhog, biasanya disertai orak-arik telur dan suwiran ayam. 

Sayuran yang ditambahkan adalah kol atau kobis dan biasanya disajikan dengan acar mentimun. 

Tak lupa ditaburi brambang goreng untuk penambah aroma dan rasa. 

Di meja juga tersedia cabe lalap. 

Ada juga sundukan ati ampela kalau suka. 

Ayah biasanya suka, tapi sekarang sedang bosan makan daging dan jerohan, sehingga lebih suka ngemil krupuk sampai habis 4, hihihi.. 

Mie goreng Pak Giyo (dokpri) 
Mie goreng Pak Giyo (dokpri) 

Seporsi mie hanya dibandrol 13 ribu rupiah. 

Sangat murah dan terjangkau dengan porsi yang jumbo dan rasa yang lezat. 

Mie goreng Pak Giyo ini termasuk dalam kategori bakmi Jawa. 

Awalnya, bakmi jawa atau mi jawa adalah bakmi rebus yang dimasak dengan bumbu khas masakan Jawa.

Terkadang ada juga yang menyebut mie tek tek karena biasa dijual dengan gerobak keliling dan membunyikan tektek untuk menarik pembeli. 

Bakmi Jawa umumnya adalah bakmi rebus, sehingga bakmi Jawa ini juga dikenal dengan sebutan mie rebus.

Tapi dalam perkembangannya, bakmie Jawa bisa berupa mie goreng maupun mie rebus. (Wikipedia) 

Mengajak anak mengisi libur semester dengan memperkenalkan kuliner tradisional seperti mie Jawa ini sangat bermanfaat. 

Apa saja manfaat yang didapat dengan mengajak anak menikmati kuliner tradisional saat libur semester? 

1. Memperkenalkan anak pada cita rasa unik kuliner tradisional. 

2. Melatih anak menyukai kuliner nenek moyangnya. 

3. Nguri-uri kuliner tradisional agar tidak ditenggelamkan oleh gempuran kuliner manca negara. 

4. Dengan bertambahnya wawasan akan kuliner tradisional, anak akan berminat untuk melestarikannya. 

5. Melestarikan kuliner tradisional dengan menjadi penikmat setia makanan tradisional. 

6. Bangga dengan kuliner nenek moyang. 

7. Menghargai warisan kuliner sebagai warisan budaya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun