"Dek, ayo ngebakso! "
"Ayuk! Traktir, ya! "
"Kamu dong, yang ngebayarin! "
"Yee.. Pelit! Baru dapat royalti kan? Nraktir istri itu pahalanya gede. Bikin lancar rejeki juga! "
"Kamu itu pinter ngomong. Yo wes, ayuk Nanti keburu tutup baksonya! "
" Oke...! " Nyamber jilbab sambil jalan. Eh...Â
Angin malam berhembus membelai pipi.Â
"Ih.. Dingin ternyata! "
"Ayo, buruan! "
Aku segera naik ke boncengan, dan wusss. Melesat ke jalan raya.Â
"Mau beli Bakso di mana, Dek? "
"Terserah yang traktir! "
"Ke Bakso...! " Suamiku menyebut nama bakso yang dulu sering kami kunjungi sebelum berpuluh warung bakso bermunculan.Â
" Nyoba Bakso yang bekas kios buah itu. Pojok Pasar! " Kataku.Â
" Yowes, ayuk! "
Pojok Pasar yang kami maksud adalah pojok Pasar Dolopo.Â
Pasar Dolopo adalah Pasar di Kecamatan Dolopo, Madiun bagian Selatan.Â
Letaknya di pinggir jalan Madiun-Ponorogo, sehingga sangat terkenal jika sering melewati jalur itu.Â
Dahulu kala juga dilewati jalur kereta api, mungkin tahun 80-an. Tapi kini sudah tidak beroperasi lagi, bahkan jalur relnya juga sudah tertutup bangunan, sehingga upaya untuk menghidupkan jalur kereta api Madiun-Ponorogo tidak dapat terwujud.Â
Tak lama kami sudah sampai di lokasi.Â
Lumayan penuh. Tapi tempat nya luas, sehingga kami tetap bisa memilih tempat.Â
"Pilih Bakso apa Dek? "Â
Aku mengambil daftar menu. Ternyata lumayan banyak varian baksonya.Â
Dari Bakso halus, Bakso urat, Bakso tetelan.
"Aku Bakso halus saja," Kata suamiku.Â
Kulirik Bakso halus ada di deretan teratas dengan harga termurah.Â
"Hmmm ini sepertinya enak. Bakso tetelan. Aku mau ini! "
"Minumnya teh tawar, Mas? "
"Jeruk panas! "
Hihihi, tumben. Eh, tapi kata seorang pendakwah perempuan , tidak boleh berkata tumben pada suami. Ya sudah, diam saja kalau gitu.Â
Senyum simpul sajalah! Clingg!!!!Â
Tak lama pesanan siap.Â
Wow, melihat sekilas sepertinya enak nih baksonya. Mengingatkan saya pada Bakso Bang Siput. Bakso yang pernah sangat viral dan tak tertandingi di Purworejo.Â
Entah sekarang apa masih begitu.Â
Tekstur baksonya itu kenyal, tapi empuk. Dengan tekstur seratnya terlihat jelas, dan rasa dagingnya sangat dominan.Â
Ini juga begitu. Baksonya sangat enak. Dan tetelannyapun empuk dan jusi.Â
Maknyuss..!!! kata almarhum Pak Bondan Winarno yang dulu biasa jadi host acara kuliner.Â
"Baksonya enak, Dek! "
"Yupz... Tetelannya juga, " Kataku sambil merem melek menikmati.Â
"Iyalah, kamu pilih yang paling mahal, " Kata suamiku sebal. Kan giliran beliaunya yang bayar, hihihi..Â
Padahal bukan. Saya pilih harga di tengah-tengah kok, dikiranya pesan bakso campur kaki sapi yang seporsi 27 ribu.Â
Bakso tetelannya cuma 17 ribu semangkok.Â
Bakso halusnya cuma 12 ribu.Â
Rasanya ikut senang melihat baksonya laris. Pelaku usaha kuliner kembali tersenyum. Bisnisnya telah bangkit, dan pulih lebih kuat.Â
Pelaku UMKM kembali bersemangat menjalankan usahanya. Apalagi ditopang platform digital melalui aplikasi tertentu.Â
Jangkauan pelanggannya lebih luas, dan lebih mudah menemukan pembeli secara online.Â
"Ayuk sudah. Kamu bayari ya, Dek! "
"Tadi katanya mau nraktir! "
Kuambil dompetku dan berjalan ke kasir. Tapi suamiku mendahului dan segera membayar. Hehehe..Â
Aku juga cuma pura-pura mau bayar, kok. Tidak usah tergopoh-gopoh. Hahaha..Â
Pokoknya ini Bakso paling enak di Dolopo, asal formulanya tidak berubah lho, yaa..Â
Soalnya pernah juga ada Bakso enak, dan formulasinya pas.Â
Waktu datang lagi ke situ, rasanya sudah berubah. Jadi kapok, meski sebenarnya tetap enak.Â
Semoga Bakso yang ini tetap enak. Sayangnya, saya mencari-cari kok tidak ada namanya. Jadi agak bingung menyebutnya.Â
Sebut saja Bakso tetelan Pojok pasar Dolopo, Madiun.Â
Terima kasih.Â
Selamat malam. Kalau melewati pasar Dolopo, silakan mampir dan cicipi.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI