"Pelan.. Pelan Mas. Sepertinya lokasinya sekitar sini! " Saya menepuk-nepuk pundak suami agar melambatkan laju motornya.Â
Kami sedang mencari tempat yang bernama Sendang Gayam.Â
Dari unggahan salah satu teman instagram, saya baru tahu kalau di tengah kota madiun ada tempat bernama Sendang Gayam.Â
Dalam unggahannya terlihat menarik. Tapi kurang jelas, Sendang Gayam ini merupakan restoran bernuansa alam, ataukah sebuah tempat wisata.Â
Tapi tak ketemu juga.Â
"Aku agak lupa, di samping, atau di depan hotel madiun. "
"Kalau tidak salah, di sebuah gang, " Lanjutku lagi.Â
" Lha ini banyak gang! "
"Sudah mentok ini. Mungkin di kiri jalan, "
Akhirnya kami memutar lagi, karena di jalan pahlawan merupakan jalan searah.Â
Ternyata betul, gangnya di kiri jalan, di sebelah Hotel Madiun.Â
Akhirnya ketemu juga.Â
Masih dalam keraguan, kami celingukan di sekitar lokasi.Â
Tapi melihat beberapa remaja yang berfoto dan masuk begitu saja ke lokasi, kamipun ikut masuk.Â
Suasananya teduh dan asri meski siang begitu panas.Â
Di gazebo besar banyak orang berkumpul, sepertinya sedang melakukan rapat. Mungkin panitia, atau pengisi hari jadi Kota Madiun.Â
Di sebelah kiri pintu masuk ternyata ada prasasti yang segera kami datangi.Â
Di situ tertulis Lapak Sendang Gayam.Â
Ternyata ini adalah salah satu ikon kuliner kota Madiun.Â
Kenapa dinamai Sendang Gayam?Â
Arti sendang menurut  KBBI adalah: kolam di pegunungan dan sebagainya yang airnya berasal dari mata air yang ada di dalamnya.Â
Secara umum, Sendang yang juga sering disebut belik atau beji, adalah cerukan atau sumber air yang ada secara alami berupa kolam tak beraturan.Â
Pada waktu lampau, sendang biasa dipergunakan untuk mandi dan mencuci.Â
Terkadang juga dipergunakan untuk mengambil air untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari seperti air minum dan memasak.Â
Sendang, biasanya terdapat di dekat pohon besar. Mungkin itu yang membuat sendang merupakan mata air yang tak pernah kering, sebab cadangan air tanahnya sangat mencukupi dengan keberadaan pohon-pohon besar.Â
Dalam masyarakat Jawa masa lampau, Sendang dengan pohon besar ini menjadi tempat sakral dan dipergunakan sebagai tempat melangsungkan upacara adat sebagai implementasi dari kearifan lokal.Â
Kebetulan saya bertemu dengan Pak Dwi Kuntoro, salah satu warga yang bertempat tinggal tidak jauh dari Sendang Gayam.Â
Beliau sudah tinggal di Madiun sejak tahun 1986, sebagai Karyawan PT Telkom yang kantornya dekat dengan Sendang Gayam. Tapi sekarang beliau sudah purna tugas.Â
Menurut beliau, dulu di tempat ini terdapat Sendang dengan Pohon Gayam yang besar. Tapi sekarang sudah ditebang. Dan sendangnya sudah direnovasi dan dibentuk berupa sumur dengan air yang jernih dan segar.Â
Tapi dulu, di lokasi ini tempatnya sakral dan terpencil. Sehingga sering diadakan ritual. Oleh sebab itu Pemkot mengambil tindakan preventif dan memanfaatkan tempat ini sebagai wisata dengan keunikan tersendiri.Â
Dikutip dari dlhk. jogja. prov. go.id,Â
Pohon Gayam ini sering dikaitkan dengan gendruwo (makhluk halus) sehingga banyak yang menganggap pohon ini keramat.Â
Pohon Gayam seringkali ditanam di sekitar makam. Kadang juga tumbuh di pinggir sungai.Â
Agar tempat ini tidak disalahgunakan dan menjadi tempat angker, Pemkot Kota Madiun berinisiatif merombak tempat ini menjadi tempat yang nyaman, sejuk dan menyulapnya menjadi tempat bermanfaat.Â
Menerapkan Pendidikan Pancasila dengan saling menghormati kepercayaan masing-masing, agar tetap tidak keluar dari esensi kepercayaan kita pada Tuhan yang Maha Esa.Â
Diambil dari asal kata Gayam itu sendiri, sesungguhnya mengandung makna yang sangat mendalam.Â
Gayam yang dimaknai "nggayuh ayem".Â
Mencapai ketenangan hidup. Mencapai keutamaan, sebagai manusia yang sudah sumeleh.Â
Manusia yang berada dalam tahap kesempurnaan hidup, telah merasa tercukupi semua kebutuhan jasmani dan rohaninya.Â
Berada di lokasi lapak Sendang Gayam ini memang merasakan aura ketentraman dan kedamaian.Â
Bahkan di siang yang panas, saat masuk ke lokasi Sendang Gayam kita dapat merasakan suasana yang tenang dan sejuk.Â
Bisa untuk ngadem, meski di dalam kota. Mungkin itu istilah kekinian yang tepat.Â
Kesejukan dan kedamaian yang diam-diam merambat dan menelusup sampai ke hati.Â
Menciduk kesejukan air berlimpah dari sumur Sendang Gayam yang tak pernah kering, serasa menikmati siraman air surga.Â
Dengan siwur yang digantung dan boleh dipergunakan untuk menggayuh kesejukan air dan menyiramkan ke seluruh wajah, membuat wajah bersinar tertimpa air yang memancarkan cahaya kehidupan.Â
Tak heran di sumber air yang tak pernah kering ini (Sendang), ada mitos yang mengatakan, jika cuci muka akan membuat awet muda. Wallahu'alam.Â
Terlepas dari sejarah kesakralannya, lapak Sendang Gayam ini bisa dimanfaatkan untuk bersantai sambil menikmati kuliner yang tersedia.Â
Lapak-lapak kuliner terdapat di luar lokasi, tapi bisa menikmati kulinernya di areal dalam Sendang Gayam. Yang penting tetap menjaga kebersihan nya.Â
Ke depannya, mungkin akan ada lebih banyak lapak kuliner yang bisa dikunjungi.Â
Untuk sementara, lapak kuliner di sekitar Sendang Gayam masih bisa dihitung dengan jari.Â
Dipandang dari sudut tempatnya yang agak tersembunyi, tapi kini telah disulap menjadi tempat yang nyaman untuk bercengkrama bagi seluruh warga.
 Mungkin Sendang Gayam merupakan Hidden Gem yang telah bermetamorfosa menjadi tempat wisata yang representatif dan memberi peluang bagi pelaku UMKM mengembangkan usahanya.Â
Acungkan jempol untuk pemkot Madiun yang selalu penuh kreasi dan inovasi membangun kotanya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H