Jadi meski di areal makam umum, tanah di ujung makam itu milik sendiri. Di situ dimakamkan almarhum bapak, saudara-saudara bapak dan istrinya, keponakan, ibu, dan adik saya.Â
Sebenarnya, areal makam itu bebas dipergunakan seluruh warga.Â
Bahkan banyak warga, yang keluarganya tinggal di kota lain, saat meninggal dimakamkan di situ, tanpa syarat.Â
Bahkan saat pandemi covid-19 pun, ada beberapa korban yang dimakamkan di situ.Â
Makam itu memang sangat ramah, dan bebas dimanfaatkan warga. Sangat berbeda dengan di kota yang diperjual belikan.Â
Bahkan di desa-desapun mulai banyak makam yang memberlakukan syarat tertentu, bahkan harus membayar.Â
Apakah di tempat para pembaca dan kompasianer juga mengalami krisis lahan makam?Â
Mungkin mulai sekarang kita perlu memikirkan, di mana suatu saat nanti raga kita akan dimakamkan.Â
Kalau di kota besar, satu liang lahat mulai dipergunakan untuk 2 orang, mungkin lebih yang disebut makam tumpang.Â
Mungkin itu salah satu cara untuk mengefisienkan fungsi makam.Â
Tapi di desa, hal seperti itu belum lazim dilakukan karena lahan makam masih cukup luas tersedia.Â