"Saya ingin Nyaleg, Ki! Mohon bantuannya. "
" Ki, apa saya bisa menjadi menteri, menggantikan menteri yang tersandung kasus, dan menjadi tersangka, itu Ki? "
Ki Megantara membaca satu persatu pesan yang masuk ke emailnya.Â
Dia sendiri lupa, bagaimana sampai bisa mempunyai banyak pasien yang mengharapkan keampuhannya mengabulkan keinginan mereka. Mungkin hanya kebetulan.Â
Menjelang pesta demokrasi tahun depan,Ki Megantara banyak mendapat email dari banyak pesohor yang meminta bantuannya untuk meraih impian mereka.
Entah bagaimana mereka bisa percaya padanya, padahal Ki Megantara hanyalah sebuah nama di dunia maya.Â
Dia memang tidak pernah mematok tarif, tapi  ada saja orang-orang bodoh yang menghubunginya, dan mentransfer rupiah yang cukup besar ke rekening panti asuhan atau yayasan amal yang diberikannya.Â
Padahal nomor rekening itu juga didapatnya secara online. Dia tidak kenal juga dengan pemilik rekening. Ditransfer atau tidak, dia tidak rugi.Â
Apa pedulinya, dia memang tidak mengharap rupiah atas keisengannya. Dia bukan penipu.Â
Dia tidak pernah menikmati uang pemberian para pesohor yang meminta nasehat dan doanya.Â
Biar saja mereka mentransfer uangnya ke badan amal atau yayasan sosial.Â
Kalau mentransfer nya dalam jumlah besar, ya itu sudah menjadi rejekinya, hihihi..Â
Akun dan nama yang disembunyikan, tidak membuat mereka curiga, malah membuat mereka menganggap Ki Megantara terlihat semakin sakti dan berwibawa. Hadeuh..Â
Susah berhubungan dengan orang-orang yang sudah kehilangan akal sehatnya.Â
Ki Megantara menuliskan wejangan pada manusia-manusia yang tak punya pegangan itu.
 Manusia-manusia tamak pemburu syahwat dunia. membayar berapapun untuk mencapai tujuannya.
 Aneh karena tujuannya untuk mendapatkan uang juga. Kenapa tidak memanfaatkan uangnya saja secara bijak dengan berusaha dan berkarya secara halal.
Kicau burung merdu mendayu, desah angin menyapa lembut, Laksmi duduk diam tanpa suara di lincak belakang rumahnya. Halaman belakang yang dikelilingi tembok tinggi itu membuat dirinya bebas bertingkah sesukanya.
Pelan-pelan dilepas jilbabnya, digeraikan rambutnya yang hitam tebal dan panjang.
 Laksmi duduk bersila, tangannya bersedekap.Â
Dipejamkan matanya, abaikan lambaian daun yang menghijau dan putik bunga yang mulai bermetamorfosa menjadi bakal buah.Â
Yang dirasakan hanya gelap, hitam dan kesunyian. Ditata nafasnya pelan, tapi teratur, indra pendengarannya mulai fokus, gemerisik daun terasa jelas tertangkap telinganya.Â
Sunyi, hanya desiran angin, detak jantungnya, desahan nafasnya, suara-suara itu mulai datang, pelan, sekilas, riuh, ramai dan gaduh.
Laksmi berusaha menanggalkan egonya, pelan-pelan dirinya menjadi laki-laki, menguap dan melebur bersama kegaduhan itu.
"Pak Laksmana, pendapat bapak begitu cerdas dan mengena, bagaimana bapak bisa begitu menguasai permasalahan ini?
Laksmana tak menjawab, diabaikan pertanyaan seorang dosen yang menyukai tulisannya, dan mengirim pesan kepadanya.Â
Terkadang dia juga suka menulis. Permasalahan yang sesuai dengan keilmuan yang dikuasai nya.
Rangga membalas chat dari cewek-cewek genit yang mengagumi ketampanan foto profilnya.Â
Dicobanya selalu membalas dengan sopan tapi tetap simpatik, agar gadis-gadis remaja itu tetap berkomunikasi dengannya dalam jalur yang lurus, tidak melenceng dari norma dan etika.
Laksmi membuka matanya, kembali menemukan dirinya dan bersyukur menikmati desah angin dan kicau burung di halaman belakang rumahnya. Ditinggalkan dunia maya, kembali ke alam nyata.
Terkadang orang lebih suka terbuai dengan dunia maya yang indah dan sempurna.Â
Mereka tidak sadar, dunia maya tidak selalu realita yang sesungguhnya.Â
Sebab di dunia maya, setiap manusia bisa berubah menjadi siapa saja.Â
Laksmi tersenyum simpul.Â
Disimpan gawainya. Jimat pusaka yang bisa membuatnya masuk ke dunia maya.Â
Mengembara menjadi manusia multi rupa.Â
Apakah dirinya kini juga menjadi bagian dari sesuatu yang absurd dan maya?Â
Ah, dirinya masih waras. Ditinggalkan gawainya.Â
Dia ingin menjadi diri sendiri di dunia nyata.Â
Nyaman dalam kesunyian, tentram dalam kedamaian. Tanpa gawai yang penuh PHP.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H