"Long life education"
"Hoek! Hoek! Hoek!!!Â
Turun dari bus aku langsung lari ke pinggir jalan yang sedikit tersembunyi.Â
Di sepanjang jalan menuju kampus, saya harus berhenti sejenak untuk berkompromi dengan perut saya yang mual karena ngidam di 3 bulan pertama kehamilan.Â
Suami saya memeluk dan merangkul saya yang memuntahkan isi perut di pinggir jalan.Â
Duh, ini sungguh gambaran yang mungkin tidak terpikir oleh mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsinya.Â
Kalau teringat kala itu, segala perasaan campur aduk jadi satu.Â
Sungguh perjuangan yang tak mudah.Â
Justru di saat kehamilan pertama yang berat dan tak biasa, saya harus menyelesaikan skripsi.Â
Menjalani kehamilan saja saya sampai bedrest selama berbulan-bulan, ditambah menyelesaikan skripsi.Â
Sungguh kenikmatan tak terkira saat semua itu berhasil saya lewati dengan sukses.Â
Terkadang air mata haru meleleh kalau teringat masa itu. Malah jadi melow, hehehe...Â
Bukan untuk meminta simpati tentunya, sebab itu pengalaman puluhan tahun lalu di tahun 1997.
Mungkin pengalaman saya bisa menginspirasi para mahasiswa yang sedang suntuk atau malas mengerjakan skripsi, padahal tidak punya kendala yang berarti.Â
Salut pada tokoh Kompasiana kali ini,Cintia Gita Pramesi yang menyelesaikan skripsi dalam waktu 3,5 tahun. Di semester 7 saat itu saya masih mengikuti program KKN.Â
Sebenarnya mengerjakan skripsi adalah hal biasa dan mudah, sebab penyusunan skripsi masih berada dalam taraf pembimbingan.Â
Kebetulan saya saat itu  masuk di fakultas pertanian, jurusan budi daya pertanian, program studi agronomi.Â
Kalau sekarang, saya lihat nama-nama jurusannya sudah berubah.Â
Untuk Fakultas Pertanian, jurusan budidaya, sepertinya sangat mustahil kalau bisa lulus 3,5 tahun. Sebab untuk penelitian nya harus diujikan pada tanaman yang umurnya paling tidak 3 bulan. Kalau tanamannya mati, harus menanam lagi dari awal.Â
Kecuali untuk yang mempergunakan tanaman berumur pendek seperti kacang hijau dengan umur panen 40 hari.Â
Biasanya yang cepat lulus yang menjadi pelaksana proyek dosen. Tinggal mengikuti arahan dosen pembimbing sekaligus pemilik proyek, dan biasanya dijamin mendapat nilai A untuk skripsi nya.Â
Tapi tentu untuk mahasiswa yang berjuang sendiri dari pemilihan judul, seminar proposal, penelitian, seminar hasil sampai ujian skripsi dan yudisium harus berusaha keras dan sungguh-sungguh untuk menyelesaikannya.Â
Awalnya, saya mengambil judul tentang efektifitas pengendalian CVPD pada tanaman jeruk.Â
Kebetulan bapak saya juga pernah bertanam jeruk, tapi sudah mati semua terkena CVPD.Â
Nah, saat itu, Pak Lurah di desa saya kebetulan menanam jeruk dan berhasil. Padahal untuk CVPD secara keilmuan belum ditemukan obatnya.Â
CVPD itu adalah sejenis virus yang tidak bisa dimusnahkan.Â
Saat saya mengajukan judul itu, dosen pembimbing saya langsung menyetujui, sehingga saya langsung berkunjung ke Pak Lurah, menimba ilmu dan juga memperkaya literasi.Â
Tapi saat konsultasi ke-2, dosen saya mensyaratkan saya harus meneliti dan menanam sendiri pohon jeruknya dan harus sampai berbuah, atau ganti judul saja. Padahal saya rencananya akan bekerja sama dengan Pak Lurah.Â
Akhirnya saya putus asa, dan mendiamkan perjalanan skripsi saya, dan banting stir mendaftar program KKN dulu. Tadinya sih mau penelitian skripsi  dulu, baru ikut KKN sambil menggarap skripsi.Â
Tapi ternyata kejadiannya tidak sesuai ekspektasi.
 Ya sudah, KKN dulu sekalian refresing dan healing(dulu sepertinya belum ada istilah healing, hehehe).Â
Selesai KKN, saya mulai mengajukan judul baru untuk skripsi.Â
Kali ini saya mengambil judul pengaruh perendaman bibit kencur dalam air kelapa dengan berbagai stadia kemasakan.Â
Kebetulan Bapak punya kebun kelapa, dan ada lahan yang bisa dipergunakan untuk penelitian. Sedang bibit kencur bisa dibeli dan dicari pada petani kencur.Â
Untuk judul ini Alhamdulillah prosesnya lancar dan saya sudah menjalani seminar proposal dan mulai melakukan penelitian.Â
Tanpa diduga, suami saya yang saat itu baru sekali bertemu saya, Tiba-tiba datang bersama kakak dan ayahnya untuk melamar saya.
 Beliau memang sudah berumur dan sudah sekitar 7 tahun jadi PNS, dengan selisih umur dengan saya 10 tahun lebih tua.Â
Tak heran kalau ingin segera menikah.Â
Duh. Kalang kabut jadinya. Intinya sih, bapak ibu menerima dan menyerahkan keputusan pada saya, tapi tentu untuk menikah butuh persiapan dan waktu yang matang.Â
Ada adat dan adab yang adiluhung. Tidak hantam kromo, jebrat jebret dan akad nikah selesai seperti pemikiran suami saya.Â
Kami adalah keluarga yang hidup dalam masyarakat Jawa penuh kekeluargaan.Â
Menikah adalah mempersatukan 2 keluarga, bukan cuma yang menikah saja.Â
Saya yang saat itu masih imut, hanya mengiyakan saja, nggak paham kalau perjalanan pernikahan itu berat dan berliku. Eh...Â
Kembali ke skripsi sajalah. Hehehe..Â
Beberapa hari menjelang menikah, saya harus menerima kunjungan dosen, padahal saat itu rumah saya sudah dipasangi terob.Â
Kata orang Jawa, kalau mau menikah, harusnya dipingit.
 Tapi saya malah semaunya sendiri mengurus penelitian skripsi dan tanaman kencur saya.
 Duh, innocent banget deh saya. Nggak pernah terpikir susahnya orang tua memikirkan, mempersiapkan dan mengadakan tasyakuran pernikahan.
 Luv u pull mom n dad, the best parents in the world (Duh.. Berhamburan nih air mata mengenang bapak ibu yang telah tiada)Â
Skripsi sempat terkendala (lagi) ,saat lagi-lagi salah satu dosen pembimbing meminta penelitian sampai tanaman kencur bisa dipanen umbinya.Â
"Duh, Pak. Kapan lulusnya? Bisa setahun lebih baru penelitian." jawab saya panik.Â
Alhamdulillah, akhirnya dosen saya menyetujui panen saat umur 4 bulan, meski saat itu umbinya baru berupa akar.Â
Saat wira-wiri Madiun-Purworejo itu beruntung saya selalu diberi kesehatan. Bahkan ke Solo juga.Â
Ini karena suami saya di Madiun, lahan penelitian saya di Purworejo, dan sesekali harus ke kampus di Solo untuk konsultasi.Â
Lancarnya perjalanan skripsi saya ternyata masih harus menemui perjalanan berliku.Â
Di Bulan ke-6 usia pernikahan, ternyata saya mulai ngidam.Â
Saat itu penelitian sudah kelar, tinggal menyusun skripsi.Â
Sebenarnya saya berharap bisa lulus cumlaude untuk mengejar skripsi, sebab IPK saya di atas 3,5 meski sedikit lebihnya.Â
Saat itu IPK segitu lumayan, tidak seperti sekarang, memperoleh IPK, 3,9 bahkan 4,0 relatif mudah dan banyak yang bisa mencapainya.Â
Tapi apa daya. Saat di bulan-bulan awal kehamilan, saya mengalami ngidam yang berat, membuat skripsi saya terhambat, sehingga kelulusan saya agak telat.Â
Saya mengalami mual hebat dan nyaris tidak bisa beraktivitas.Â
Prioritas saya tidak lagi skripsi, tapi kesehatan dan keselamatan janin dan kesehatan saya sendiri.Â
Tapi Alhamdulillah, semua bisa terlewati.Â
Dan saya bisa wisuda saat umur kehamilan saya sekitar 8 bulan.Â
Anak saya lahir di tahun kedua pernikahan. Atau tahun ketiga? Pokoknya saya menikah tahun 1996, tahun 1997 wisuda, dan tahun 1998 si sulung hadir ke dunia.Â
Sehat dan Alhamdulillah bisa lahir normal, tanpa harus cesar.Â
Anak yang saat lahir sudah menyandang gelar sarjana pertanian dan merasakan jungkir balik dan muntah-muntah mengerjakan skripsi. Hehehe..Â
So, anak-anakku mahasiswa yang malas mengerjakan skripsi, ayo semangat!Â
Saya saja yang mengerjakan skripsi dalam kondisi hidup dan mati bisa berhasil, apalagi kalian yang sehat bugar dan tidak punya kendala berarti.
 Mari segera selesaikan skripsi, dan meraih mimpi.Â
Kalau saya sih sudah bangun, sudah bukan saatnya bermimpi, apalagi mengerjakan skripsi,sudah jadi orang merdeka. hehehe..Â
Terima kasih.Â
Semoga bermanfaat dan menginspirasi.Â
Salam..Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H