Rasanya tarian ini cukup menawan untuk ditarikan saat Hari Tari Internasional.Â
Tapi ada satu yang cukup meresahkan, kenapa tarian yang dulu hanya ditarikan laki-laki, kini justru penarinya perempuan semua?Â
Dan kenapa kostumnya seperti sangat terdikte oleh arus komersialisasi?Â
Di sinipun ada yang mirip, seperti penari jathilan yang menjadi bagian dari reog ponorogo.Â
Apakah itu merupakan tuntutan industri ekonomi kreatif?Â
Tidakkah kostum santun lebih menarik dan bermartabat?Â
Ah, ini hanya sekedar keresahan yang terlintas.Â
Bukan untuk menggurui, ataupun menghakimi.Â
Tapi sekedar "mengudarasa" atas sesuatu yang hilang dan berubah dari kenangan masa kecil yang indah.Â
Dear kampung halamanku,Â
Masihkah kambing etawa beranak pinak dan berkembang biak di Kaligesing?Â
Masihkah buah manggis setia bergelantungan di pohon-pohon sarat buah?Â
Ah, semoga semua itu masih ada, sebagaimana ikon kambing, manggis dan durian yang ada di Taman Bagelen.Â
Dear kampung halamanku...Â
Sebenarnya masih banyak yang ingin kutuliskan untukmu.Â