Membahas etos kerja gen Z, pastilah tidak bisa dilepaskan bagaimana mereka ditempa dan mendapatkan pendidikan karakter yang kini diadopsi di kurikulum merdeka dengan nama P5. Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.Â
Di SMAN 1 Dolopo Madiun, P5 yang dengan tema Kebhinekaan tunggal dalam bingkai nasionalisme ini melatih siswa untuk merancang pementasan budaya dari salah satu pulau atau propinsi di Indonesia, termasuk makanan khasnya.Â
Terlihat bagaimana mereka berusaha berkomitmen menampilkan yang terbaik atas ide dan kreasi masing-masing kelas untuk mempresentasikan kebudayaan daerah sesuai pilihan masing-masing.Â
Sebagaimana karakter generasi Z Â adalah kemampuan mereka dalam menggunakan teknologi,dengan keterampilan multitasking.Â
Mempunyai pemikiran yang kritis dan analitis, kecenderungan pada kerja tim dan kolaborasi, serta kepedulian pada isu-isu sosial dan lingkungan.Â
Hal ini sejalan dengan profil pelajar Pancasila yang diharapkan.Â
Dilansir dari  portal kemendikbud.go.id, Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat.Â
Pelajar yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.Â
Enam ciri utama pelajar Pancasila adalah :
- Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.Â
- Berakhlak mulia
- Berkebinekaan global
- Bergotong royong,Â
- Mandiri
- Bernalar kritis dan kreatif.
 Generasi Z juga cenderung mencari keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, dan mementingkan inklusivitas dan keberagaman dalam lingkungan kerja.
Di Era kecerdasan buatan, karakter gen Z itu semakin berkembang dan mendapat dukungan dari adanya ChatGPT AI yang mulai membayangi kehidupan manusia.Â
Menguntungkan sekaligus mengancam mengambil alih peran manusia dalam menjalani kehidupan maupun pekerjaan.Â
Coba perhatikan, bagaimana mereka menyiasati keribetan menghadirkan wujud nyata makanan daerah dengan gambar.Â
Alih-alih mempersembahkan makanan jadi, mereka justru menghadirkan dalam bentuk gambar makanan dan namanya. Choi pan, soto Banjar, kue lam, petah dan tahilala.Â
Mereka juga melibatkan tekhnologi internet dalam menggali informasi yang mendukung pementasan. Menghadirkan ide, kreasi dan pemikiran dalam pementasan yang serius.Â
Dalam hal ini, kelas X Merdeka 5 memilih sendiri legenda yang akan ditampilkan, yaitu Legenda Batu Menangis dari Pulau Kalimantan. Tepatnya Kalimantan Barat.Â
Legenda Batu Menangis
Di pulau Kalimantan, hiduplah seorang gadis cantik bernama Darmi bersama ibunya yang sudah janda.Â
Sayangnya, kecantikan parasnya tidak diimbangi dengan kecantikan budinya.Â
Darmi merasa malu dan tidak suka dengan ibunya. Dia memperlakukan ibunya seperti pembantu. Kerjanya hanya bersolek dan bermalas-malasan. Sungguh perilaku yang tidak boleh ditiru.Â
Darmi sering membentak dan memarahi ibunya bila keinginannya tidak dituruti.Â
Pada suatu hari, Darmi meminta ibunya untuk membelikan alat berdandan yang ibunya tak paham, sehingga mengajak Darmi ikut ke pasar.Â
Namun sepanjang jalan mereka tidak berjalan berdampingan. Darmi tak sudi berjalan di samping ibunya.Â
Dia memilih berjalan di depan dan memakai payung dengan dandanan mewah, sementara ibunya ditinggal di belakang.Â
Setiap kali ada orang menyapa dan menanyakan ibunya, Darmi menjawab kalau itu bukan ibunya, tapi pembantunya.Â
Begitu selalu jawaban Darmi. Hal ini membuat ibunya sangat bersedih dan lara hatinya.Â
Karena luka hatinya, sang Ibu yang biasanya mendoakan putrinya agar mengubah perangainya, kini mendoakan agar putrinya mendapat hukuman.Â
"Ya, Allah. Hamba mohon, hukumlah putri hamba. Hamba sudah tak kuat ya Allah! "
Sang Ibu berdoa dengan berlinang air mata dalam kesedihannya.Â
Tiba-tiba petir menyambar. Mendadak Darmi tak bisa menggerakkan kakinya dan terjatuh. Perlahan tubuhnya mengeras.Â
Darmi mengangis, "Ibu tolong aku. Maafkan aku! "
Tapi semua sudah terlambat, tubuh Darmi membatu, hanya air matanya yang terus memancar dari batu menunjukkan penyesalannya.Â
Sejak saat itu, batu yang mengeluarkan air itu disebut batu menangis.Â
Pesan moral
- Sayangi dan hormati orang tua, khususnya Ibu.Â
- Ridho dan murka orang tua adalah ridho dan murka Tuhan.Â
- Jangan jadi anak durhaka.
Selesai pementasan legenda batu menangis, dan sekaligus tarian batu menangis, acara dilanjutkan gerak dan lagu dengan menyanyikan lagu ampar-ampar pisang.Â
Seperti biasanya, pementasan ditutup dengan penampilan semua anggota kelas.Â
Semua tampil dan berpartisipasi sesuai dengan minat dan keinginan.Â
Acara dilanjutkan penampilan kelas lain.Â
Kita ulas lain waktu.Â
Jangan lupa taat pada Tuhan dan orang tua. Sayangi orang tua, sebagaimana menyayangi kita di waktu kecil.Â
Salam..Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H