Bahkan keajaiban berlanjut, saat sang Kyai mau menyulut rokok, ada api/ korek yang datang sendiri.Â
Mungkin cerita di atas akan mendapat tanggapan beragam.Â
1. Golongan radikal akan menolak mentah-mentah cerita itu dan menganggapnya sebagai sebuah kebohongan.Â
2. Golongan yang beriman dan patuh yang sami'na wa atho'na(mendengar dan patuh) akan percaya sepenuhnya, bahwa seorang Kyai mempunyai kharomah yang tidak dimiliki orang kebanyakan. Sehingga mungkin saja keajaiban-keajaiban itu betul terjadi.Â
3. Golongan cendikiawan yang percaya, tapi dengan pendapat berbeda.Â
Mungkin saja si santri akan menggunakan uang pribadinya untuk membelikan sang Kyai rokok. Jadi uang yg ada di saku sebenarnya milik si santri.Â
Sedang korek yang datang sendiri, merupakan upaya sang santri, atau santri lain yang akan tergerak melayani kyai nya yang sangat dihormati dengan menyediakan korek tanpa diminta.Â
Begitulah Ajaran NU yang diwarnai oleh karakter sufi Jawa yang berperilaku dalam budaya yang halus dan penuh simbol.Â
Jika mereka tidak suka, tidak akan menunjuk langsung pada pelaku, tapi akan menggunakan media perantara, sehingga tidak terjadi benturan frontal.Â
Masih dalam buku "Guruku Orang-orang pesantren", K. H. Saifuddin Zuhri menuturkan, Â suatu hari Idham Chalid datang ke Parlemen dengan membawa mobil bekas yang baru dibelinya.Â
Kyai Ilyas yang baru keluar dari sidang Parlemen ingin ikut nebeng mobil "baru" Idham Chalid sampai ke rumahnya.Â