Aku hanya mengangguk. Datang bulanku memang tidak teratur. Kadang 45 hari, kadang 2 bulan. Jadi aku tidak pernah tergesa-gesa berpikir hamil. Tapi kali ini aku juga muntah-muntah. Apa itu tanda kehamilan?Â
"Selamat ya, Bu. Ibu positif hamil! " Petugas puskesmas memberikan hasil pemeriksaan urin padaku, dan suamiku yang mendampingiku. Saat itu tespack memang belum populer, jadi untuk mengetahui kehamilan harus ke dokter atau puskesmas.Â
Air mata meleleh, terharu sekaligus khawatir. Aku merasa luar biasa dan takjub. Aku hamil??? Seperti sebuah keajaiban, mengandung makhluk mungil, melahirkan, dan punya anak? Aku merasa ada di awang-awang.Â
Suamiku juga memandangku dengan pandangan yang takjub.Â
Sudah hampir setengah tahun menikah, dan sudah sering orang bertanya, "sudah isi, belum? " Yang terkadang membuat kami terseyum kecut. Tapi kini, hal itu terjadi. Oh My God. Thank you so much.Â
Tapi kebahagiaan itu tak menghentikan rasa mual yang terus mengikutiku.Â
Beragam obat anti mual dari dokter kandungan tak ada efeknya.Â
Kejadian itu berlangsung sampai sekitar 7 bulan. Badanku sampai kurus, dan aku khawatir anakku kurang gizi.Â
Hampir tidak ada makanan yang masuk. Semua yang kumakan, pasti akan menimbulkan mual dan muntah. Hanya susu ibu hamil yang bisa masuk. Itupun tidak berlangsung lama, kembali mual dan muntah menyerang.Â
Sementara saat itu aku sedang mengerjakan skripsi. Beruntung kehamilan tidak terjadi saat aku mengadakan penelitian yang banyak menuntut kerja fisik. Meski begitu, tetap saja skripsiku tersendat-sendat. Beruntung suamiku bersedia mengetik skripsiku di komputer sekolah.Â
Akhirnya, 9 bulan lebih 15 hari, lahirlah si sulung. Telat seminggu dari perkiraan HPL yang diprediksikan dokter.Â