Ada penjual rujak petis. Nah, ini saja. Tapi dibungkus.Â
Di depannya ada tempat karaoke.Â
Sehabis membungkus rujak petis, saya kembali ke tempat penjual sate tahu. Godaannya membuat saya klepek-klepek. Aroma gurihnya bakso tahu yang yang dicelup bumbu kacang dan kecap yang mengaramel menguarkan aroma sate bakar yang susah ditolak.Â
"Bu, sate tahunya sepuluh tusuk, ya! " Pesanku pada penjual sate tahu.Â
"Anu, Bu! Sate tahunya habis! "
"0h, ya sudah." Jawab saya. Antara kecewa, sekaligus senang, dagangan sang ibu laris.Â
Di sebelahnya ada bakso Cak Met. Mungkin Cak Slamet. Orang jatim memang hemat. Pak Slamet dipanggil Pak Met. Pak Darmo dipanggil Pak Mo. Pak Yanto dipanggil Pak To. Hemat kan? Hehehe..Â
Baksonya ngantri juga. Saya melirik harganya. Lima ribu. Haiii.. Murah. Jadi penasaran. Makan di sini saja. Kl dibungkus keburu dingin.Â
Ternyata rasanya lumayan untuk 5 butir bakso sebesar bola bekel seharga 5 ribu.Â
Ada grenjel-grenjel rasa tulangnya sih, mungkin bakso ayam yang dicincang sama tulang-tulangnya terus digiling. Eh...Â