Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Provokator dalam Bis

17 Desember 2022   12:50 Diperbarui: 17 Desember 2022   13:11 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang bapak yang berdiri bukan karena tidak dapat tempat duduk, tapi mendampingi putranya(dokpri) 

"Bu, itu tasnya dipangku. Ada penumpang yang berdiri kok tidak punya hati. Ini juga bayar! " Kata seorang lelaki meneriakiku kasar, selisih kira-kira 2 atau 3 deretan di belakangku. 

Aku agak lupa, sepertinya itu Pak Kondektur. 

Aku agak kaget dan mangkel sebenarnya. Tidak biasa nya ada kondektur sekasar itu. 

Meski bus Jawa timuran, kondektur nya biasanya sopan dan menghargai penumpang. 

Bahkan mereka biasanya juga menggunakan boso  kromo kalau berbicara dengan penumpang meski orang Jawa Timur. 

Aku diam, dan beringsut ke satu bangku di samping, dan tasku kuletakkan di bawah kursi. 

Aku juga salah, 2 bangku kupakai sendiri, karena tadi penumpangnya hanya sedikit, dan di belakang banyak bangku kosong. Buat apa duduk berdesakan dan berdempetan kan? 

Aku tak tahu kalau bangku di belakang sudah penuh. 

Aku bergeser ke dekat jendela, jadi kursi yang di sebelah kosong, kalau ada yang mau duduk gampang. 

Anehnya, setelah aku bergeser, tidak ada seorang pun yang duduk di sebelahku. Aku penasaran. Tapi diam saja. 

Tak lama ada orang yang duduk di sebelahku, memegang karcis dan menghitung uang. 

Siapa? Pak kondektur tentunya. 

Lalu yang tadi? Aku mengumpat dalam hati. Ternyata penumpang liar, entah tukang ngamen atau pedagang asongan. 

Untung tadi aku tidak terprovokasi untuk meladeni ucapannya dengan kata-kata kasar. 

Saya tidak tahu, apa tujuannya seperti ingin mempermalukan saya. 

Sok peduli, dengan menjadikan aku sebagai tumbal perlakuan sok mulianya pada penumpang lain, tapi mempermalukan saya di depan banyak orang. 

Kejengkelan saya pada Pak kondektur berubah menjadi rasa terimakasih. 

Mungkin beliau duduk di samping saya untuk melindungi kalau saya diincar oleh oknum penumpang liar tersebut. 

Setelah saya perhatikan, ternyata masih banyak kursi kosong. Termasuk deretan di sebelah saya. 

Dan penumpang yang berdiri itu, seorang bapak yang berdiri karena ingin berada di samping putranya yang nggak mau jika ayahnya duduk terpisah. 

Kenapa cuma saya yang diancam? Mungkin oknum penumpang liar itu mempunyai niat jahat. 

Tapi alhamdulillah, tidak terjadi apa-apa dengan saya. 

Saat saya mencoba memfoto kondisi dalam bus, penumpang liar itu tidak ada, entah turun di mana. 

Cukup bisa menjadi pelajaran dan berhati-hati jika bertemu orang seperti itu. Tak perlu diladeni, sebab mungkin dia sengaja memancing emosi untuk tujuan yang saya tidak tahu. 

Apalagi jika melakukan perjalanan berlibur bersama anak. Kesiapan mental dan kehati-hatian harus diutamakan, agar tidak terjebak dalam situasi yang merugikan saat terpancing emosi. 

Terima kasih. 

Semoga bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun