Minggu, 4 Desember 2022.
Seperti biasanya, hari minggu saya dan suami menyempatkan keluar bersama. Entah sekedar cari sarapan, olahraga,Jalan-jalan di alun-alun atau  sekedar bersantai.Â
Buka Fesbuk, di grup wong Madiun ada yang memposting tentang festival fashion Madiun yang diadakan di Pasar Gede.Â
Setelah sarapan dan bersantai di alun-alun Magetan, saya mengajak suami ke pasar gede Madiun. Pengin nyari daster buat ibu.Â
Sampai di lantai 2, Pak Walikota Maidi sedang memberikan sambutan dalam acara Festival Fashion Madiun.Â
Saya berkeliling mencari daster. Lantai 2 memang merupakan lapak fashion.Â
Tepat di dekat acara, ada daster yang saya cari, tapi ternyata adanya lengan pendek. Saya mencari yang lengan 3/4. Kalau ibu yang memakai, itu bisa menjadi lengan panjang dan longgar, sehingga mudah dilipat sampai atas, tapi juga bisa dipakai dengan berjilbab.Â
Sambil lalu, saya mendengarkan sambutan Pak Walkot yang begitu bersemangat memajukan Kota Madiun.Â
Tak terkecuali mendorong kebangkitan dan keberlangsungan UMKM.Â
"Boleh memfoto, Pak? " Tanyaku pada satgas pengamanan.Â
"Boleh, silakan! " Jawabnya. Saya tersenyum lega, dan segera beraksi.Â
Akhirnya, agak jauh dari acara saya temukan apa yang saya cari. Sepotong daster yang sepertinya pas sesuai yang saya saya cari.Â
"Nggak bisa kurang, Bu? " Tanya saya. Khas saat menawar di Pasar.Â
"Saya potong 5 ribu! " Kata ibu penjual.Â
"Potong lagi dong, Bu. Biar murah. Ini kan sedang ada Festival fashion," Lanjutku gigih menawar.Â
"Ya, sudah. Saya potong 5 ribu lagi. Jadi 10 ribu. "
"Ya, Bu. Ini tolong dibungkus! " Balasku. Bagiku ini sudah murah. Kalau menjahit sendiri, untuk ongkos jahitnya saja nggak dapat. Hihihi...Â
"Yang warna lain nggak ada ya, Bu? " Tanya Saya lagi. Penginnya sih beliin 2 buat ibu. Biar bisa buat ganti-ganti kalau hujan, baju banyak yang nggak kering.Â
"Tinggal 1,Mbak! " Jawab penjualnya.Â
"Ya sudah, ini dulu saja, Bu. Kataku sambil membayar harganya.Â
Perburuan berlanjut ke lapak lain. Tapi mencari daster seperti yang saya inginkan ternyata agak sulit.Â
Pandangan saya tertuju pada celana pendek berbagai macam, merek dan warna. Buat suami, bukan buat saya tentunya.Â
"Ini untuk dewasa, Bu? " Tanya Saya.Â
"Iya! "
"Berapa? " Pedagangnya menyebutkan harga.Â
"Mahal amat? " Kataku.Â
"Ya sudah, potong 10 ribu, " Katanya.Â
Kutawar separuh harga, tapi penjualnya menggeleng masam.Â
Aku tersenyum. Kunaikkan tawaran. Akhirnya penjualnya setuju. Kuambil 2 untuk suamiku.Â
"Ini kan lagi ada acara Festival fashion, Bu. Kenapa harganya tidak diobral? " Tanyaku.Â
"Owh, itu kan acaranya Pak Walikota! "
"Lho, ibu tidak ikutan? "
"Tidak! Â Yang jual murah itu yang di dekat lokasi acara, sana. "
"Murahnya gimana, Bu? "
"Ada potongan 10 ribu. Eh, bukan! Maksudnya 10%."
"Owh, begitu! " Ya sudah,tolong bungkus 2 ya, Bu! " Kupilih warna untuk suamiku. Harganya wajar sih, tapi kain dan jahitannya halus. Lumayan. Kalau di pertokoan harganya bisa 2 kali lipat, bahkan lebih.Â
Saya melanjutkan berburu daster, tapi sekilas sedang ada acara tanya jawab.Â
Salah seorang pedagang ada yang bertanya sekaligus menyampaikan kesulitannya.Â
"Begini, Pak. Saya sering dikomplain pembeli karena adanya sarang burung yang otomatis kotorannya sangat mengganggu dan berbau. Juga saat hujan saya memilih tutup karena airnya nampu (memercik), sehingga bisa membasahi dagangan. Bagaimana cara mengatasi hal itu? "
Saya segera memasang telinga, ingin mendengarkan jawaban Pak Walikota.Â
"Jadi, yang pertama kita memang harus menjaga kebersihan, Bu. Kalau tentang banyaknya sarang burung dan air yang nampu, nanti kita ambil langkah selanjutnya untuk pembenahan! "
Sepertinya setelah sesi tanya jawab, acara akan ditutup, Saya segera bergegas pergi sebelum terjadi keramaian atau berdesakan.Â
Tapi saat Saya kembali memilih daster, Pak Walikota justru lewat di gang tempat saya berburu daster. Kesempatan nih, bisa memotret Pak Wali dari dekat. Yes!Â
Di dekat Saya sudah banyak yang membawa kamera besar untuk menshooting maupun memfoto. Entah wartawan profesional, atau citizen journalism seperti Saya.Â
"Â Intinya, pedagang jangan jual mahal! " Saya dengar Pak Wali menjawab pertanyaan salah satu pedagang sambil berjalan.Â
"Yang mahal itu biasanya ongkir. Nanti kita akan memfasilitasi pengambilan produk langsung dari Jakarta atau Bogor ke Pasar Besar Madiun. Jadi pembeli bisa membeli lebih murah karena langsung tangan kedua. Bukan ketiga atau keempat."
"Kalau perlu, semua seragam sekolah di Madiun bisa dibeli di pasar besar. Jadi tidak perlu keluar kota. Penjahitannyapyn bisa diorder di pasar besar, sehingga bisa memberikan lapangan kerja."
Pak Walikota masih menjelaskan sambil terus berjalan.Â
Saat dicegat wartawan, ada yang bertanya kiat menarik pembeli ke lantai 2 atau 3.
" Kalau ditarik ke lantai atas, nanti lantai bawah kosong! " Kata Pak Wali bercanda. Hehehe..Â
Intinya, untuk menarik pembeli, pedagang harus :
1. Menjaga kebersihan, terutama mandi. Biar terlihat bersih dan segar.Â
2. Buatlah suasana yang menyenangkan, jangan sumuk dan berdesak-desakan.Â
3. Buat pembeli merasa nyaman, kalau perlu sediakan minuman gratis atau bagaimana.Â
4. Layani dengan ramah.Â
Usai Pak Walikota memberi tips menarik pembeli ke lantai atas, saya bergegas untuk menemui suami yang sudah tak sabar menunggu dan kirim WA. Padahal saya baru belanja sekitar setengah jam.Â
Okelah, saya bilang otw. Padahal masih mampir ke lapak daster, hihihi..Â
Kebetulan ada yang sesuai keinginan. Agak mahal sih, tapi sudahlah. Kain dan jahitannya memang lebih halus. Lagian juga tergesa. Langsung bayar saja dah.Â
Kapan-kapan bisa berburu baju lagi saat suasana santai, bisa lebih bebas memilih.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H