Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Sengkulun yang Lenyap

11 November 2022   17:28 Diperbarui: 11 November 2022   20:21 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Resep Kue Sengkulun Merah Putih /Instagram @wawan_citho

"Sana pesen sengkulun Wo Siti, " Kata Bapak. 

"Berapa loyang? " Tanyaku. 

"Tiga, "jawab Bapak. 

" Wajiknya juga," kataku. 

"Ya sudah, wajiknya 2 loyang, sengkulunnya 2 loyang. " Bapak memberi keputusan. 

Beberapa hari lagi sudah lebaran. Biasanya kami di rumah menyediakan jajanan dan camilan pada tamu yang berkunjung. 

Ibu biasanya menggoreng kacang bawang dan emping. Plus rengginang request nya bapak. 

Kali ini Bapak memintaku memesan makanan yang terbuat dari tepung ketan, yaitu sengkulun. Dan aku meminta wajik juga, karena aku suka. 

Berbeda dengan sengkulun, wajik terbuat dari beras ketan utuh. Sedang sengkulun terbuat dari tepung beras ketan yang dicampur parutan kelapa, ditambah gula dan sedikit garam, kemudian dikukus memakai loyang yang sering dipakai untuk mengukus dimsum. 

Biasanya di atasnya diberi parutan kelapa dan sedikit tepung beras ketan  yang diwarnai. Sehingga, umumnya sengkulun berwarna putih dengan toping parutan kelapa berwarna merah, pink, atau hijau. 

Aku bergegas ke rumah Wo Siti. Wo berasal dari kata Siwo yang bisa berarti pakdhe atau budhe. 

Wo Siti terkenal pintar membuat jajanan. Kue-kue buatannya lezat dan tampilannya cantik. 

Sampai di sana ternyata Wo Siti juga sedang mempersiapkan pesanan orang. Aku dan adikku meminta ijin untuk melihat cara pembuatannya. 

"Boleh melihat cara membuatnya Wo? "

"Boleh! " Duduk dulu di situ ya.. 

Kami mengamati wo Siti, menakar beras ketan memakai gelas belimbing. Dua gelas peres tepung ketan dimasukkan panci. 

Kemudian setengah gelas gula pasir dan satu sendok teh garam dicampurkan dalam tepung ketan, ditambah sebungkus vanili bubuk. 

"Itu nanti ditambah air tidak Wo? " Tanyaku penasaran. 

"Tidak, nanti terlalu lembek. Dicampur kering semua. Nanti kalau dikukus kena uap air jadi rekat dan lengket. "

"Anteng di situ ya, Wo Siti mau memarut kelapa dulu, "

"Iya, Wo. " Jawabku dan adikku berbareng. 

Wo Siti memarut sebutir kelapa yang masih muda tapi sudah bisa diparut. Kulitnya yang berwarna coklat muda dikupas biar hasil parutan kelapanya berwarna putih bersih. 

Kelapa yang sudah diparut dicampur  dengan adonan tepung ketan sampai tercampur rata dan tidak bergerindil. 

Wo Siti mengambil kira-kira 1/3 adonan, kemudian ditetesi esence frambos beberapa tetes, sehingga menguar aroma wangi frambos, dan adonannya berwarna pink. 

Adonan yang putih dimasukkan terlebih dulu dalam loyang yang sudah dialasi daun pisang. 

Kemudian baru adonan warna pink ditambahkan di atasnya. 

Adonan siap dikukus dalam dandang yang sudah panas. Tinggal menunggu matang. 

Aku mengajak adikku pamit.

 " Wo Siti, kami pamit dulu ya, Terima kasih sudah diijinkan melihat cara membuat sengkulun. "

"Eh, tunggu sebentar! " Wo Siti bergegas masuk ke ruang tengah, tak lama membawa bungkusan. 

"Ini buat icip-icip, matur bapak, besok pesanannya Wo Siti saja yang antar ke rumah, ya! "

"Nggih, Wo. Maturnuwun. Assalamu'alaikum..! "

"Wa'alaikumsalam warohmatulloh..! "

Kami pulang dengan gembira membawa oleh-oleh dari Wo Siti. 

Cerita itu sudah hampir 40 tahun yang lalu. 

Kini mungkin sudah jarang orang yang mau membuat sengkulun. Mungkin penikmatnya sudah jarang. 

Kebetulan tadi aku menemukan kue sengkulun di pasar tradisional. Tapi bentuknya tidak cantik, kurang rapih, tipis, dan rasanya seperti ada yang kurang. Tapi lumayanlah, bisa buat obat kepengin. Itupun tadi sudah habis, tinggal tersisa beberapa iris, yang langsung kuborong. 

Tapi aku heran, sepertinya tadi kue sengkulunnya kutaruh di meja makan, kenapa lenyap? 

Kucari di lemari persediaan makanan juga tidak ada. 

Hemmm.. Di mana ya? Apakah aku sudah pikun? Jangan-jangan tertinggal di penjualnya, padahal tempatnya jauh di luar kota. 

"Assalamu'alaikum..!"

"Wa'alaikumsalam salam.. "

"Bunda, haus..! " Kata si bungsu yang pulang bermain. Badannya bercucuran keringat. 

"Ya minum, to Dek! "

"Bunda, getuknya enak. Tadi kuhabiskan sama teman-temanku, kata Si Bungsu. 

"Getuk apa? " Tanyaku keheranan. 

"Itu, yang warnanya putih sama pink! "

"Oalahhh.. Jadi? Sengkulun dikira getuk. 

Sepertinya aku harus membuat Sengkulun sendiri nih. 

Yuk. Mari..... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun