Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rahasia di Balik PR

27 Oktober 2022   13:06 Diperbarui: 27 Oktober 2022   16:39 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membantu anak mengerjakan PR (Foto: halodoc. com) 

"Dek, besok ada PR apa tidak? "

"Tidak, Bunda! " Jawab si bungsu. 

"Ya, sudah. Persiapkan jadual buat besok, terus istirahat. 

" Aku ada bunda, bantuin ya! " Kata si sulung. 

"Ya, ambil PRnya. Yang tidak bisa yang mana, nanti bunda bantu mengerjakannya, "

Begitulah rutinitas setiap malam hari, jika kita mempunyai anak-anak yang masih sekolah. 

PR sangat akrab dengan anak sekolah. 

Baru-baru ini, pemerintah Kota Surabaya, tepat tanggal 10 November hari pahlawan, juga ditetapkan sebagai hari mulai bebas PR untuk anak sekolah. 

Apakah PR tidak bermanfaat?

 Menjauhkan anak-anak dengan orang tua, atau justru mendekatkan? 

Tentu saja yang menjadi akar permasalahan penting tidaknya PR adalah tujuan dari pembelajaran. 

Terkadang PR justru mendekatkan anak dan orang tua. 

Bersama-sama mengerjakan PR membuat keakraban terjalin antara anak dan orang tua. 

Meski justru ada orang tua yang jengkel jika ada anak yang bertanya tentang PRnya. 

Seperti saat anak-anak duduk di MI dan mendapat PR hafalan surat-surat pendek, saya bisa membantu dengan menyimak hafalannya. 

Kalau dihapuskannya PR sebagai alasan untuk lebih mendekatkan orang tua dan anak, sepertinya kurang tepat. 

Justru dengan adanya PR akan terjalin kedekatan antara orang tua dan anak. 

PR juga bisa menuntun anak untuk mempersiapkan pembelajaran. 

Sebaiknya PR yang diberikan :

1. Tidak terlalu banyak. Cukup sesuai tujuan pembelajaran. 

2. PR bisa berupa pritest untuk mempersiapkan anak menerima pembelajaran. 

3. PR bisa berupa postest untuk mengukur penguasaan peserta didik. 

Namun begitu, pemberian PR yang tanpa batas membuat anak-anak frustasi. 

Saya ingat, saat berlaku kurtilas, anak- anak dituntut mandiri mencari bahan pembelajaran. 

Waktu pembelajaran yang berlaku pagi sampai sore, masih ditambah mengerjakan tugas kelompok sampai malam. Padahal paginya anak-anak harus belajar seperti biasa. 

Kondisi seperti ini tentu bisa menimbulkan stress dan trauma bagi anak dan orang tua. PR yang seperti ini tentu tidak tepat diberlakukan. 

Tetapi, meniadakan PR sama sekali sepertinya juga bukan masalah yang bijak. 

Sebab, bisa jadi hal ini justru membuat orang tua merasa bebas dan tidak perlu mendampingi anak. 

Yang lebih parah kalau kemudian anak justru mengambil gawai dan main game online. Sementara orang tua juga sibuk sendiri. Maka dihapuskannya PR justru membawa kemudharatan. 

Terlepas dari pro dan kontra, ada dan tidak ada PR bukan menjadi akar permasalahan. Tapi apakah orang tua berniat menjalin kedekatan dengan anak atau tidak. 

Bahkan dengan membantu mengerjakan PR pun kedekatan bisa terjalin. 

Orang tua bisa mengkondisikan dengan :

1. Membuat anak merasa nyaman dengan memberi keyakinan semua PR mudah dan bisa dikerjakan. 

2. Membantu anak dengan memberikan waktu tersendiri, sehingga saat anak susah diajari, tetap bisa rileks dan telaten membimbing. 

3. Persiapkan mental, sehingga saat anak tidak paham dengan PR yang diberikan tidak takut dan stress. 

4. Ajak anak mengerjakan PR sebagai sesuatu yang menyenangkan, bukan beban. 

5. Pastikan sampai anak memahami PR yang diberikan, sehingga saat harus mengerjakan di sekolah tidak mengalami kesulitan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun