Rasulullah Shallallahu'alaihi wassalam adalah Nabi bagi umat Islam.
Dalam diri beliau terdapat suri tauladan yang baik. Uswatun hasanah bagi seluruh umatnya.
Sebagai manusia sempurna, segala perilaku beliau adalah perintah Allah SWT.
Rasulullah adalah insan kamil. Manusia yang sempurna. Segala perkataan dan perbuatan beliau adalah dasar dan tauladan bagi akhlak seorang muslim.
Lalu, bagaimana kita menjadi muslim yang kaffah?
Islam artinya berserah diri, sedang kaffah artinya sepenuhnya.
Jadi Berislam secara kafah adalah menyerahkan diri pada ajaran Islam sepenuh diri secara total. Seperti yang terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 208 :
Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 208)
Untuk menjadi Muslim yang kaffah, kita harus :
1. Beriman secara penuh kepada Allah SWT dan mengakui kenabian Rasulullah SAW, dengan meyakini 5 rukun Islam.
2. Menjalankan syariat Islam sesuai petunjuk ajaran agama.
Sedangkan KH Ali Maksoem, pengasuh pesantren Al-Munawwir Krapyak, menyatakan : untuk menjadi muslim Kaffah, harus melaksanakan 4 hal, yaitu :
1. Menuntut ilmu dan belajar mengenai ajaran Islam sesuai Al-Quran dan sunah.
2. Mengamalkan dan mengajarkan kembali ajaran tersebut.
3. Sabar berjuang dalam Islam.
4. Mempunyai keyakinan dalam memperjuangkan Islam.
Meneladani Rasulullah secara kaffah, tentunya meneladani secara utuh seperti yang dicontohkan Rasulullah.
Contoh yang bisa kita lakukan, adalah dalam kehidupan berumah tangga.
1. Rasulullah mencontohkan kepemimpinan dan ketaatan istri-istri beliau dalam sebuah rumah tangga.
Istri harus mematuhi suami. Itu yang beliau contohkan. Istri harus bisa menjaga wibawa suami. Menjaga aib suami. Menjaga aib keluarga. Menjaga martabat sebagai wanita.
Tapi jika hal ini tidak dilaksanakan secara kaffah, maka agama menjadi timpang.
Istri sudah begitu patuh, tapi suami justru melecehkannya, merendahkan martabat nya, berzina dengan perempuan lain, semena-mena dalam memperlakukan istri. Rusaklah agamanya.
Suami juga harus meneladani rasul dalam mencintai istri-istri beliau.
-Lemah lembut terhadap istri.
- Tidak pernah menyakiti istri.
-Menjaga martabat istri yang satu dan lainnya.
Terkadang, ada lelaki yang ingin meneladani Rasul dengan berpoligami.
Tapi mungkin lupa dengan teladan yang lain, apakah itu tidak menyakiti istri?
Jika istri sudah bersedia dipoligami, apakah bisa bertindak adil?
Padahal adil adalah kunci dari ijin poligami. Jika tak mampu berlaku adil, maka cukup 1 istri. Jika tidak mampu berlaku adil dan salah satu tersakiti, maka poligami yang tadinya diperbolehkan, justru menjadi laknat.
Itu mungkin salah satu manfaat menjalani agama secara kaffah. Jangan cuma meneladani yang dirasa menguntungkan, tapi tanggung jawab, resiko dan hukumnya bila syaratnya dilanggar justru akan menuntun ke neraka.
Terkadang istri dituntut patuh tanpa syarat, tapi suami tidak meneladani rasul dalam memperlakukan istri. Alih-alih mensyukuri dan mencintai istri yang patuh, tapi justru :
- Menyelingkuhi istri dengan berzina bersama perempuan lain.
-Tetap berpoligami, sekalipun itu akan menyakiti istri. Padahal rasul tidak pernah menyakiti istri-istrinya.
-Menjelek-jelekkan istri di depan perempuan lain yang ingin dinikahinya lagi.
-Melalaikan nafkah.
-Memukul atau melakukan KDRT terhadap istri jika tidak mematuhi keinginan pribadinya, dengan alasan istri harus melaksanakan perintah agama dengan mematuhi suaminya.
Sesungguhnya, jika Islam dilaksanakan secara kaffah, kehidupan akan berjalan baik, kehidupan rumah tangga harmonis, sakinah, mawaddah, warohmah. Suami istri saling menyayangi.
Jangan sampai suami yang harusnya menjadi imam dan pelindung, justru arogan dengan menuntut hak dipatuhi. Tapi kewajiban membahagiakan istri diabaikan, sehingga yang terjadi justru penindasan sepihak.
Jika atas nama agama justru terjadi KDRT, pertengkaran, bahkan perceraian, maka agama belum dilaksanakan secara kaffah. Bukan agama yang salah, tapi penganutnya yang bermasalah.
2. Kehidupan dalam lingkup kekuasaan.
Seorang pemimpin ingin mengambil teladan dari Rasulullah dengan menjadi penguasa mutlak yang keputusannya dipatuhi semua anggota/rakyatnya. Tapi lupa meneladani sikap Rasulullah yang lain, yang jika memutuskan perkara, dilakukan demi kepentingan rakyatnya, bukan mengambil keuntungan pribadi.
Terkadang seorang pemimpin yang mendapat amanah, mempunyai kekuasaan mutlak, justru bertindak atas kepentingan pribadi, keluarga, atau golongannya.
Marilah kita teladani Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW secara kaffah. Manusia yang diangkat Nabi oleh Alloh SWT dengan naungan keistimewaan dan mujizat yang tidak dipunyai manusia lain.
Selamat hari kelahiran Rasulullah di bulan Maulud, atau tanggal 12 bulan Rabiul awal. Semoga tauladannya menuntun kita dalam keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Terimakasih.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H