"Ini kenapa dinamai Sarlondo sih, Pak? " Tanyaku pada Pak Fajar yang bergabung bersama kami.Â
"Sarlondo itu berasal dari kata Pasar Londo. Awalnya Sarlondo itu di dekat puskesmas. Itu banyak penduduk asli pada jaman penjajahan dulu, menjual bubur candil, bubur sumsum di dekat puskesmas itu. Nah, pembelinya rata-rata londo (Belanda) yang saat itu masih menjajah Indonesia.Â
Ternyata londo-londo itu suka kuliner bubur yang banyak dijual penduduk asli. Makanya pasar nostalgia itu kita hidupkan kembali.Â
Berhubung di dekat puskesmas tempatnya tidak memungkinkan, jadi dipindah ke sini.Â
"Oh,..! "Â Saya manggut-manggut. Ternyata begitu ceritanya.Â
Saya kembali asyik menikmati bandrek sementara Pak Fajar mengobrol bersama suami.Â
Bandrek ini terdiri dari minuman manis berkuah santan rasa jahe, dengan isi ketan putih, kacang ijo, mutiara, roti tawar, dan kacang bawang.Â
Enak dan mengenyangkan. Makanan asli Indonesia yang seperti nya perlu juga di daftarkan ke UNESCO. Hehehe..
Suami saya memilih wedang angsle. Wedang ini merupakan wedang jahe gula merah dengan tambahan SKM. Minuman tradisional yang tak kalah lezat. Di HUT 77 RI ini, tak ada salahnya membayangkan Para londo menikmati kuliner rakyat sambil mendengar lagu-lagu hiburan.Â