Bermain lumpur sawah, menangkap ikan, mandi di sungai, adalah kenangan masa kanak-kanak yang tak terulang.Â
Di desa Gantrung ini, semua perlombaan diadakan di atas kolam buatan. Sehingga basah dan kotor menjadi biasa bagi semua peserta lomba. Yang penting semua gembira.Â
Lomba panjat pinang yang dahulunya memakai batang pinang sungguhan yang diolesi olie, kini diganti dengan bambu.Â
Lomba panjat pinang, di saat jaman kolonial, dianggap penghinaan bagi pribumi. Karena perilaku mereka saat berusaha mendapatkan hadiah dengan memanjat pinang tapi berkali-kali terperosot karena batang pinang nya licin itu, sangat menghibur para pejabat Belanda yang duduk-duduk santai sambil menonton.Â
Itulah sebabnya lomba panjat pinang menjadi kontroversi. Tapi kini masyarakat semakin cerdas. Tidak sudi di dekte oleh pendapat negatif. Pendapat seperti itu cenderung diabaikan, sebab jaman sudah berubah.Â
Kini panjat pinang justru menjadi simbol kemerdekaan. Karena peserta dan penonton sama-sama ikut gembira dan bemusyawarah menetapkan ketentuan lomba.Â
Panitia, penonton dan peserta sama-sama menikmati lombanya. Tidak ada siapa yang berkuasa dan siapa yang terhina.Â
Sedang lomba tangkap lele ini mendatangkan kegembiraan semua kalangan. Sejenak memerdekakan diri dari kerutinan dan pekerjaan.Â