"Sudah, " Ibu mengangguk lagi.
"Ibu sudah berdoa untuk kesembuhan, kan? "
"Sudah, " Kali ini jawaban Ibu pelan dan lirih.Â
"Apalagi? "Â
Kita sudah mengambil peran yang diberikan oleh Sang Dalang kehidupan. Cukup tunduk dan pasrah, bagaimana Dia memainkan peran kita, "Â
Meira mencium kening ibu.Â
Ibu mulai memejamkan mata kembali. Pelan-pelan cuaca berubah sejuk.Â
Suara lantunan ayat-ayat suci berkumandang dari masjid. Menandakan waktu sudah berganti hari memasuki dini hari.Â
Meira  masih mengelus-elus punggung ibu, dan mengayun-ayun pelan kipas anyaman bambu, sampai tangannya terkulai, dan kipas jatuh ke kolong tempat tidur. Hatinya terus berdzikir dan memohon pada penguasa sekalian alam.Â
Pelan-pelan bayangan hitam itu menjauh, luruh, dan perlahan menghilang seperti liukan asap yang mengepul dan hilang bersama angin malam.Â
Bayangan buruk itu akan menghantui hati yang yang dipenuhi keinginan ragawi semata. Karma mungkin akan menyambut takdirnya dalam pekatnya malam.