Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hapuskan Saja Cuti Hamil, Melahirkan dan Menyusui Untuk Perempuan Pekerja

21 Juni 2022   13:47 Diperbarui: 24 Juni 2022   20:44 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akankah RUU cuti untuk perempuan melahirkan lolos menjadi Undang-undang (UU) (Sumber foto: pixabay. com)

Mungkin banyak yang terperangah dan jengkel membaca judul yang saya tulis. Saya hanya mencoba menyuarakan suara hati kecil para pelaku bisnis, maka di sini saya tidak memilih humaniora untuk label tulisan saya. Tapi label bisnis. 

Semoga admin kompasiana tidak mengubah-ubah label dan foto ilustrasi saya seperti biasanya. Karena dalam memilih label tulisan pun saya mempunyai alasan tersendiri. 

Perempuan pekerja sebenarnya adalah sebuah jawaban untuk tantangan bagi gen Z di masa sekarang. Jangan Tua Sebelum Kaya. 

Hal ini semakin gampang dicapai jika perempuan ikut andil mencari nafkah dengan menjadi perempuan pekerja, entah di sektor pemerintahan formal maupun di sektor swasta. 

Berdasarkan keunikan perempuan yang tidak dimiliki laki-laki, yaitu hamil, melahirkan dan menyusui, sudah sewajarnya perempuan mendapat privilege dalam menjalankan fungsi ekonominya. 

Seperti diberitakan oleh SuaraSumut.id, Ketua DPR RI Puan Maharani mengusulkan cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan pekerja yang sebelumnya selama 3 bulan menjadi 6 bulan.

Sebelumnya, masa cuti melahirkan diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Tenaga Kerja dengan durasi 3 bulan saja(bisnis.com)

Puan melanjutkan RUU ini dirancang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) di samping ada sejumlah hak dasar yang harus diperoleh oleh seorang ibu. 

Hak-hak yang harus diberikan itu antara lain pelayanan kesehatan, jaminan kesehatan saat kehamilan, mendapat perlakuan dan fasilitas khusus serta sarana, dan prasarana umum.

Menurut Puan masa 1.000 Hari Pertama Kelahiran(HPK ) (sekitar 3 tahun) yang salah akan berdampak pada kehidupan anak selanjutnya, seperti gagal tumbuh kembang dan perkembangan kecerdasan yang tidak optimal. 

Menindaklanjuti usulan Ketua DPR Puan Maharani, Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia(KPP RI) menggelar diskusi dengan sejumlah pihak terkait RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak. 

Dengan salah satu agenda yang akan dibahas adalah aturan cuti hamil atau cuti melahirkan selama 6 bulan (VIVA.co.id)

Ketua Presidium KPP RI, Diah Pitaloka, mengatakan pembahasan RUU KIA mendapat respons positif setelah diusulkan oleh Ketua DPR, Puan Maharani, sehingga menjadikan kesejahteraan ibu dan anak menjadi isu strategis.

Diah Pitaloka mengingatkan untuk terus mengawal kesejahteran perempuan dan anak.

Diharapkan isu perempuan dan anak ini tetap menjadi isu strategis bagi kerja politik, baik pemerintah atau pun lembaga-lembaga tinggi lainnya, termasuk DPR,(Dalam diskusi Cuti Melahirkan 6 Bulan'), dikutip pada Senin, 20 Juni 2022.

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang mengusulkan cuti melahirkan minimal enam bulan. Aturan ini akan dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang (UU).

Dalam pembahasan akan dibicarakan:

1. Cuti hamil berubah jadi 6 bulan dan istirahat 1,5 bulan untuk ibu bekerja yang mengalami keguguran.
2. Selama cuti hamil, pekerja tidak boleh diberhentikan dari pekerjaannya, dan tetap mendapatkan haknya sebagai pekerja.
3. Upah untuk ibu yang cuti melahirkan, yakni 3 bulan pertama masa cuti mendapat gaji penuh (100 persen) dan mulai bulan ke-4 upah dibayarkan 75 persen.
4. Cuti bagi suami sebagai pendamping. Suami yang istrinya melahirkan, diizinkan ambil cuti paling lama 40 hari dan jika istri keguguran dibolehkan cuti paling lama 7 hari. 

Sebagai seorang perempuan yang telah mengalami kehamilan, melahirkan, dan mendampingi sepenuhnya tumbuh kembang anak, adanya pemenuhan hak perempuan pekerja untuk mendapat kesehatan dan kesejahteraan para penerus bangsa dan perempuan, tentunya merupakan kabar membahagiakan. 

Sangat memuaskan dan menggembirakan jika yang kita perhatikan hanya dari sisi perempuan pekerja. 

Tapi untuk memutuskan hal yang berkaitan dengan banyak instansi dan pelaku usaha, tentunya perlu kajian yang mendalam untuk mengambil keputusan, seperti judul yang saya tulis, jika para pelaku usaha dipersilakan menyatakan suara hatinya. 

Pastilah mereka akan menyerukan seperti judul yang saya tulis:

"Hapuskan saja Cuti Hamil, melahirkan dan menyusui untuk perempuan pekerja."

Namun begitu, usulan Ketua DPR Puan Maharani juga mempunyai alasan yang kuat, jika menengok cuti hamil dan melahirkan bagi wanita pekerja di negara lain, seperti dilansir kompas. com. 

Berikut 10 negara yang memberikan hak cuti hamil dan menyusui :

1. Bulgaria (58,6 minggu). Bulgaria merupakan negara yang memberikan hak cuti bagi ibu hamil dan menyusui. Yaitu selama 58,6 minggu atau satu tahun lebih.
2. Yunani (43 minggu atau sekitar 10 bulan)
3. Inggris Raya (39 minggu, atau sekitar 9 bulan)
4. Slovakia (34 minggu, atau sekitar 8,5 bulan)

Urutan ke 5 dan 6 diduduki Kroasia dan Chili yang sama-sama memberikan cuti pada ibu hamil dan menyusui selama 30 minggu, atau sekitar 7,5 bulan).

7. Republik Ceko (28 minggu, atau sekitar 7 bulan)
8. Irlandia (26 minggu atau sekitar 6,5 bulan)
9. Hongaria (24 minggu, atau sekitar 6 bulan)
10. Selandia Baru (22 minggu, atau sekitar 5,5 bulan)

Kalau melihat daftar negara yang telah memberikan hak cuti, sepertinya hak cuti untuk perempuan melahirkan dan menyusui selama 6 bulan dan rancangan lainnya sepertinya wajar saja. 

Tapi ada juga netizen yang kritis menanggapi. Tentunya dari segi pelaku usaha, RUU itu sangat memberatkan dan merepotkan, sehingga bisa jadi banyak perusahaan yang akan membatasi atau bahkan menolak pekerja perempuan. 

Dalam hal ini perempuan juga harus menyadari dan menunjukkan nilai tawarnya sehingga bisa melakukan bargaining. 

Ketika perempuan mempunyai bargaining yang tinggi dalam kebutuhan perusahaan, maka kekhawatiran untuk tertolak dalam dunia industri menjadi hilang. Berubah rasa percaya diri dan tanggung jawab sebagai bagian dari perusahaan. 

Terjadi keseimbangan antara hak cuti dan kewajiban memperkuat perusahaan dengan posisi yang kuat. 

Jika perempuan hanya bisa menuntut hak, sementara nilai tawar dalam perusahaan rendah, maka alih-alih mendapat peningkatan kesejahteraan, tapi justru akan menjadi "kiamat" bagi pekerja perempuan. Menjadi pihak yang tertolak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun