Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis di Dalam Bis, Mengapa Tidak?

17 Juni 2022   11:11 Diperbarui: 17 Juni 2022   11:44 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di dalam bis AKAP Mira, Surabaya Yogya. (Dokpri) 

Perjalanan Madiun-Yogyakarta cukup jauh dan membosankan. Tapi bagi saya, perjalanan itu saya anggap perjalanan biasa. Bahkan tanpa terasa bis sudah sampai di terminal Gendingan. 

Itu karena saya asyik menulis perjalanan saya yang berubah menarik. 

Saat saya masih kuliah, bis Surabaya-yogya merupakan bus favorit. Bis ini merupakan bus AC tarif ekonomi dengan jarak tempat duduk yang longgar. Bisa nyaman kalau naik di dalamnya. 

Sekarang kondisinya sudah agak usang mirip bus bumel. 

Bus bumel biasanya secara tampilan fisik,merupakan bus-bus tua dengan kondisi bodi yang lusuh dan tampak tidak terawat. Dengan konfigurasi jok 3-2, bus bumel bisa mengangkut lebih banyak penumpang dibanding bus patas yang konfigurasi joknya 2-2.

Bus bumel juga merupakan bus ekonomi, tapi kondisinya kurang menarik. Trayeknya pun biasanya jarak dekat, antara satu kota ke kota lain, dan hanya melayani rute dalam satu propinsi. Terkadang malah hanya dalam 1 kabupaten atau kota. 

Tapi sekarang sudah banyak bus bumel yang mengalami peremajaan dan dilengkapi AC meski tarif ekonomi. 

Awal naik sudah disuguhi lagu oleh seorang pengamen yang maaf sepertinya berkebutuhan khusus. 

Lagu yang dilantunkan tidak jelas, entah lagu apa. Nadanya sudah pasti suka suka dia. Tapi semangat dan rasa percaya dirinya patut diacungi jempol. 

Kuulurkan selembar uang receh. 

Ada juga pengamen yang suaranya merdu, melantunkan lagu-lagu Jawa populer dan campursari. 

"Monggo, siapa yang mau request lagu, silahkan! "

"Lali janji, " Pak kondektur nyeletuk sambil menarik ongkos dari penumpang. 

"Dung.. Dung.. Jreng.. !!! "

Aku cubliyo, kowe janji marang wong lanang liyo, "... Dung.. Dung.. Jreng!!. 

Pengamen yang sedang menyanyikan lagu
Pengamen yang sedang menyanyikan lagu "lali janji" Request nya Pak Kondektur (dokpri)

Tak SMS ra mbalesi...
Yen tak telpon, malah mbok pateni
Mangkel, aku mangkel
Yen kepethuk, pipimu mesti tak ciwel
Ciwel,.. ciwel, ...ciwel, ala ciwel..... 

Pengamennya menyanyi sambil memandang ke arah lain. Coba memandang ke arahku pasti tak pelototin. Berani pa, nyiwel- nyiwel aku, hihihi.. 

Yah, kasih agak banyak lah. Di samping suaranya enak didengar, ngamennya juga berdua. 

Ibu di sampingku yang baru saja naik asyik membau dan membalurkan minyak angin ke tengkuk dan hidungnya. Baunya menguar membuatku sedikit tak nyaman. 

Kubergeser mepet jendela dan memandang hijaunya sawah yang membuat segar mata. 

Pemandangan sawah dan warung di pinggir jalan dilihat dari dalam bis yang sedang melaju (dokpri)
Pemandangan sawah dan warung di pinggir jalan dilihat dari dalam bis yang sedang melaju (dokpri)

"Pisau stainless, cuma seribu. Tersedia juga wungkalnya buat ngasah peso, 35 ribu rupiah  cuma tinggal 1. Caranya dimasukkan seperti ini, dilebokkan kemudian digosrok-gosrokkan, ". 

Hadeuh, ini bakul bahasanya acak adul. Suka-sukalah Pak, batin ku. Entah kenapa aku jadi mengantuk. 

Menjelang terminal Solo banyak penumpang yang turun. Saya berpindah ke kursi paling depan di belakang sopir. Itu tempat duduk favoritku, pas kosong. 

Di tempat duduk terdepan ini saya bebas melayangkan pandangan. Itu yang saya suka. Langsung bisa mengamati keadaan lalu lintas di depan. 

Terminal IR. Soekarno Klaten. (Dokpri) 
Terminal IR. Soekarno Klaten. (Dokpri) 

Sopir mengemudikan bus sambil menelepon temannya. Suaranya keras dan penuh umpatan keakraban khas Jawa timuran. 

"Duitku iseh akeh, gantenono, uang makan, uang bensin pek en! "

("Uangku masih banyak. Kamu gantiin aku, uang bensin, uang makan kamu ambil!") 

Sombong nih, pak sopir lagi banyak uang. Duh, gak sengaja nguping juga dengar, habis duduknya di belakang nya persis, keras lagi. 

Sampai terminal Solo, bus berhenti sejenak untuk menurunkan penumpang. Tadi kata pak kondektur, bus nya tidak ngetem, langsung yogya, padahal aku kebelet ke belakang. Ya Allah... 

Sepertinya Allah mendengar doaku dan dijawab tunai. 

"Toilet.. Toilet.. Pak sopirnya juga kebelet. Langsung turun dan lari diikuti keneknya. 

Kesempatan, aku ikut lari ke toilet. Hehehe... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun