Selintas  ekor mata menangkap berita kenaikan tarif listrik di media online.  Tarif listrik untuk golongan kaya naik per 1 Juli 2022.
Sejenak deg deg plas dada ini. Baru saja menikmati kenaikan harga telur yang masih suka bertengger di kisaran 27 ribu/kg, padahal saat menjelang lebaran hanya sekitar 21-22 ribu per kg.Â
Ditambah harga cabe yang tak mau kalah ikut melesat naik, berita BBM subsidi hanya untuk golongan tertentu, membuat rasa ge-er sebagai orang kaya menyelimuti rasa. Eh..Â
Sebelum covid tarif listrik 900 VA sudah naik hampir 50%. Saat beli token biasanya 100 rb mendapat sekitar 123 KWH, Tiba-tiba cuma mendapat 67 KWH, harus berbesar hati kalau itu artinya tarif listrik naik.Â
Saat covid, saudara kembar 900 VA disubsidi, ternyata sebagai R1 rumah tangga dianggap golongan mampu dan diposisikan sebagai golongan non subsidi. Nikmati saja, hehehe..Â
Saat membaca berita kenaikan tarif listrik jadi paranoid. Meski tertulis untuk golongan kaya. Bisa saja kan dianggap kaya juga? Eh... Ge er.Â
Tapi Alhamdulillah tidak. Kali ini termasuk golongan ekonomi bawah tapi non subsidi. Hahaha..Â
Pemerintah melalui Kementerian ESDM resmi menetapkan kenaikan tarif listrik yang berlaku 1 Juli 2022 mendatang.
Adapun penyesuaian tarif listrik dilakukan pada lima golongan pelanggan nonsubsidi, yaitu :Â
- Pelanggan golongan R2 (rumah tangga - 3.500-5.500 VA)
- Pelanggan golongan R3 (rumah tangga - 6.600 VA ke atas)
- Pelanggan golongan P1(pemerintah - 6.600VA sampai 200kVA)
- Pelanggan golongan P2 (pemerintah - 200 kVA ke atas)
- Pelanggan golongan P3 (pemerintah).Â
Kenaikan tarif naik dari Rp 1.444,70/kWh menjadi Rp 1.699,53/kWh.
Sehingga akan terjadi kenaikan tarif rata-rata sebesar 111 rb/bln untuk R2 dan 346.ribu perbulan untuk R3.Â
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan kebijakan kenaikan tarif listrik akan berdampak terhadap inflasi, tapi tidak begitu besar sekitar
0,019%.
Rida menjelaskan penyesuaian tarif listrik masih memperhitungkan daya beli masyarakat secara keseluruhan, dengan hanya menaikkan tarif listrik untuk golongan menengah ke atas.
Senada dengan pernyataan Rida Mulyana, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai tarif listrik naik hanya untuk pengguna listrik golongan atas yang daya belinya masih tinggi sudah sudah tepat dilakukan.
Karena pelanggan listrik menengah ke bawah tetap disubsidi,maka kebijakan ini tak akan berdampak besar di tengah masyarakat.
Faisal melanjutkan, sejauh ini kenaikan tarif listrik juga beralasan, karena Biaya produksi listrik tinggi, karena komponen biaya produksi meningkat, baik harga minyak, batubara dan terjadinya inflasi global.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun menjelaskan, dampak inflasi akibat kenaikan tarif listrik juga tidak terlalu besar, sebab pengguna listrik golongan 1.300 VA ke bawah masih mendapat subsidi.
Bhima juga menambahkan, kebijakan kenaikan tarif listrik untuk golongan pemerintahan perlu didukung.
Sehingga anggaran akan lebih cepat didistribusikan oleh pemerintah pusat maupun daerah karena adanya kenaikan biaya listrik. Bhima juga menilai kas pemerintah mampu menanggung beban kenaikan listrik. PLN pun bisa mendapat tambahan pemasukan.
Namun demikian, penyesuaian tarif harus dilakukan perlahan-lahan untuk golongan 3.500 VA, 6.600 VA idealnya bertahap.
Banyak pelaku usaha yang menggunakan listrik golongan rumah tangga, seperti usaha kontrakan atau kos-kosan.
Sedang penghuni kos-kosan atau kontrakan banyak pekerja yang gajinya hanya sebatas UMP, jadi kalau ada kenaikan tarif listrik ikut terdampak dan berat menerimanya.
Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia Edy Misero juga membenarkan masih banyak pelaku UMKM yang menggunakan listrik golongan rumah tangga 3.500 VA itu juga banyak banget. Ini akan berdampak ke pembengkakan biaya produksi dan juga kenaikan hasil produksi.
Edy menjelaskan listrik adalah salah satu komponen biaya yang mempengaruhi hasil akhir produksi. Baik jasa maupun produk.Â
Kalau biaya produksi meningkat harga barang juga akan meningkat, dan daya beli masyarakat menurun. Dikhawatirkan banyak UMKM akan kehilangan pelanggan.
Sementara, menanggapi pertanyaan tentang pelanggan yang ingin menurunkan daya karena keberatan dengan kenaikan tarif listrik, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, pelanggan memiliki hak untuk menentukan daya terpasang, yang disesuaikan dengan kebutuhan listrik pelanggan. Jadi kalau dirasa berat dan ingin menurunkan daya dipersilakan.
Namun demikian, Darmawan melanjutkan, jangan sampai pemurunan daya justru merepotkan pelanggan karena listriknya "njeglak-njeglek tak kuat menahan beban kebutuhan listrik yang terlalu tinggi dibanding daya yang ada.Â
Mari kita menghemat listrik seperlunya dan bijak memanfaatkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H