Kebetulan rumah(kontrakan) saya hanya sekitar 100 meter dari kantor pos. Otomatis mempermudah untuk pos naskah yang dikirim ke majalah.Â
Saat itu saya sudah mempunyai 2 buah hati, tapi jiwa saya masih muda (Eh...).
Nah, jalan di depan rumah saya, adalah jalan yang dilalui anak-anak SMP untuk menuju ke sekolahnya. Meskipun lokasi sekolah di gang sebelah, tapi banyak yang lebih suka lewat depan rumahku.Â
Nah, polah tingkah, kelucuan, kebandelan, senda gurau, bahkan pertengkaran anak-anak yang setiap hari lewat inilah yang memberi inspirasi untuk menulis cerpen remaja.Â
Pertama kali mengirim cerpen remaja, tulisan saya langsung dimuat. Wow.. Ini jelas membuat kepercayaan diri saya tumbuh, bangga, bahagia, dan menjadi mood booster untuk karya selanjutnya.
Selain mendapat paket kiriman majalah sebagai tanda pemuatan, juga dapat honor yang lumayan. Saat itu, tahun 2002, 20 tahun yang lalu honornya 200 ribu untuk sebuah cerpen yang dimuat.Â
Bahagia banget. Si sulung dan si bungsu yang kutraktir dan ku suruh pilih sendiri. Masing-masing cuma memilih 2 cup es krim. Sungguh anak-anak yang mirip emaknya. Sederhana banget keinginannya, hihihi..Â
Tapi tidak semudah itu, selanjutnya, berkali-kali naskah saya juga dikembalikan. Kemudian ada yang dimuat lagi. Pokoknya saat itu menulis cerpen menjadi hiburan tersendiri di samping aktivitas utama mendampingi dua buah hati saya tumbuh dan berkembang.Â
Pernah komputer kena virus, dan puluhan cerpen dan cerita bersambung tak terselamatkan. Membuat saya sempat putus asa. Tapi kembali cerpen saya ada yang dimuat, jadi semangat lagi.Â
jer basuki mawa bea. Semua perubahan dan kemajuan membutuhkan pengorbanan. Kini majalah itu tinggal kenangan.Â
Dengan semakin berkembangnya internet dan dunia maya, banyak majalah dan koran yang berhenti terbit. Salah satunya majalah kawanku. Sedih sebenarnya, tapi