Anak kecil itu mendatangi gerombolan anak-anak sebayanya. Dan menancapkan sebatang lidi di tanah dan berkata,Â
"Siapa yang bisa mencabut lidi ini, akan kujadikan tuan, dan aku siap menjadi hambanya., "
Mula-mula tidak ada yang memperhatikan. Tapi saat ada salah seorang anak yang mencoba tapi tidak berhasil mencabutnya, Anak-anak yang lain mulai mencoba bergantian, tapi semua gagal.Â
Bahkan orang dewasa yang menyaksikan dan ikut mencobanya juga tidak berhasil. Semua orang yang ada di situ juga ikut mencoba, tetap saja tidak ada yang berhasil.Â
Akhirnya anak kecil itu mencabut sendiri lidinya dengan mudah, sedang tanah bekas lidi memancarkan air yang semakin deras dan berubah jadi air bahhingga semua desa tergenang air dan semua orang tenggelam kecuali nenek yang duduk di atas lesung sebagai perahu dan menggunakan centong sebagai dayung.Â
Desa itu menjadi telaga dan menguarkan bau tak enak (ngebel). Sehingga telaga itu dinamai telaga ngebel.Â
Di sekitar tepi telaga juga terdapat warung dan restoran yang menjual nila bakar, gurami dan ayam bakar. Juga bakso, siomay, nasi goreng, nasi pecel, sate dan menu lainnya dengan harga standar.Â
Adzan dhuhur sudah terdengar. Kami segera meninggalkan telaga ngebel kembali ke rumah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H