"Pesan ojeknya di mana? "
"Pesan di hotel saja, Pak. Di sana biasanya banyak yang bekerja sama dengan pihak hotel,"Jawab Pak Dipo.Â
Dari obrolan, ternyata ada beberapa penduduk yang juga menyewakan kamar-kamar di rumahnya. Tapi karena tidak ditulis, jadi jarang yang tahu. Kebanyakan menginap di hotel.Â
Akhirnya kami memesan ojek dari hotel. Mintanya 150 ribu per orang. Tidak bisa ditawar.Â
Ya sudahlah. Kami memang berniat bersenang-senang, mahal dikit gak papa.Â
"Pokoknya kami jamin keamanannya Pak" Â Pak Ranto(bukan nama sebenar nya) memberi jaminan. Kami janjian sehabis subuh.Â
Pagi yang dingin aku dan suamiku terbangun dalam keadaan menggigil. Hawa dingin banget. Berwudhlu dengan gigi gemeretuk. Dan segera menunaikan shalat subuh. Di lobby hotel, Pak Ranto dan temannya sudah menunggu.Â
Perjalanan di mulai, menembus perkampungan dan kebun kopi. Melewati jalan aspal yang menanjak. Aku meminta ijin Pak Ranto untuk memegang pundaknya. Konyol kan kalau aku memeluk pinggangnya, hihihi...Â
Hawa dingin menerpa meski aku memakai baju panjang, kulot jin, kaos tangan dan juga kaos kaki. Pokoknya tubuhku rapat terbungkus kecuali wajah.Â
Meski suasana pagi mulai menyapa, suasana masih gelap. Jalan berliku dan pepohon pinus mulai menghias perjalanan. Sesekali berpapasan dengan mobil di jalan sempit menanjak membuat jantung berdebar dan mulutku komat kamit melantunkan doa keselamatan.Â
Alam mulai terang, kini jalan melingkar dan menanjak membuat jantungku semakin cepat berdetak.Â