Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bangkitnya Seni Jaran Kepang di Petirtaan Simbatan

15 Mei 2022   15:50 Diperbarui: 17 Mei 2022   18:38 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peralatan yang dipersiapkan sebelum pertunjukan (Dokumentasi pribadi)

Hak e hak e....hak o hak o... Yoi...yesss...

Suara musik menghentak dan teriakan rancak mewarnai Petirtaan Dewi Sri Nguntoronadi. 

Petirtaan Dewi Sri termasuk situs yang dilindungi negara, sebagai salah satu warisan sejarah peninggalan Kerajaan Daha yang terletak di Desa Simbatan, Nguntoronadi Magetan. 

Petirtaan Dewi Sri dijadikan Desa Wisata dengan membangun taman wisata di sebelahnya. Taman wisata ini ditanami pepohonan rindang dan diberi beberapa gazebo untuk bersantai. 

Sudah beberapa lama, setiap minggu juga diadakan pasar rakyat dengan banyak penjual jajanan tradisional seperti getuk, klepon, grontol, gatot, tiwul, bermacam jenang, dan lain-lain. 

Kuliner tradisional seperti soto, nasi pecel, tahu tepo, rawon, bahkan bakso, cilok, dan siomay juga ada. 

Pengunjung pasar rakyat Dewi Sri yang antusias menanti pertunjukan seni jaranan jaran kepang yang nyaris dilupakan (Dokumentasi pribadi)
Pengunjung pasar rakyat Dewi Sri yang antusias menanti pertunjukan seni jaranan jaran kepang yang nyaris dilupakan (Dokumentasi pribadi)
Awalnya saya berniat mencari sarapan di minggu pagi ini. Sejenak rehat setelah puasa qadha ramadan selesai ditunaikan. Kembali menikmati rutinitas mencari udara segar di minggu pagi. Besok baru mulai puasa sunah syawal. 

Tapi ternyata saya datang kepagian. Baru pukul 06.30, di lokasi masih sepi. Tanya sana sini, ternyata bukanya jam 07.30. 

Ada informasi yang menarik, bahwa hari itu akan diadakan pentas seni jaranan. Mereka menyebutnya jaran kepang. 

Ya sudah, meluncurlah ke Alun-alun Magetan, menyatroni penjual pecel langganan. 

Selesai sarapan, kembali ke Petirtaan di Simbatan. Suasana sudah ramai, persiapan pertunjukan Jaran Kepang dimulai.

Sambil melakukan persiapan, kekosongan acara diisi dengan atraksi tarian semi  akrobat. Penari bertubuh mungil menari lincah dan beberapa kali melakukan gerakan salto. 

Lanjut keduanya berdialog memperkenalkan diri dan menghibur pengunjung, sementara persiapan masih tetap berjalan. 

Dua penari mengisi kekosongan saat persiapan dilakukan (Dokumentasi pribadi)
Dua penari mengisi kekosongan saat persiapan dilakukan (Dokumentasi pribadi)
Beberapa pawang berpakaian loreng merah hitam dengan ikat kepala batik berdasar hijau sibuk mempersiapkan kebutuhan acara. 

Dari membakar dupa, mempersiapkan minyak wangi menyan putih, pisang, nasi kuning, bunga rampai, cemeti dan wadrobe yang akan dikenakan. 

Peralatan yang dipersiapkan sebelum pertunjukan (Dokumentasi pribadi)
Peralatan yang dipersiapkan sebelum pertunjukan (Dokumentasi pribadi)

"Cetarrr... Cetar... Cetar," dua  orang pawang mulai mempersiapkan tempat. Yang satu menaburkan beras kuning, dan satunya menangkis dengan pecutnya yang menggelegar. Satu per satu beraksi dan meminta doa restu kepala pawang yang paling sepuh. 

Satu persatu para pawang mohon doa restu kepala pawang, agar pertunjukan berjalan lancar (Dokumentasi pribadi)
Satu persatu para pawang mohon doa restu kepala pawang, agar pertunjukan berjalan lancar (Dokumentasi pribadi)

Pertunjukan ini dipersembahkan oleh Grup Seni Jaranan "Putro Nitis Budoyo" dari Maospati Magetan. Setelah sekian lama mati suri karena pandemi, kini perlahan grup ini mulai bangkit kembali menerima tanggapan atau tawaran main. 

Sejenak kardus diedarkan untuk mendapat saweran dari penonton. Nominalnya bebas, dari seribu, 2 ribu, 5 ribu, 10 ribu, 20 ribu, 50 ribu, seratus ribu juga alhamdulillah... 

Acara berlanjut dengan penampilan penari jaran kepang bersama pawangnya masing-masing. Penari tampil satu persatu, menaiki kuda kepang, berkostum kuning dan bergelang kelintingan. 

Pawangnya membawa pecut atau cemeti besar dan panjang dengan suara cetar-cetarnya, sementara penari jaran kepang membawa pecut kecil. 

enam penari jaran kempang beraksi (Dokumentasi pribadi)
enam penari jaran kempang beraksi (Dokumentasi pribadi)

Setelah semua penari jaran kepang tunduk pada pawangnya masing-masing. Cerita dimulai tentang 6 prajurit berkuda yang akan melenyapkan pageblug yang diwujudkan penari sebagai babi hutan yang disebut "celeng gothang".

Sejenak saya berpikir, sepertinya pertunjukan ini mengadopsi tarian barong di pulau Bali yang menggambarkan penari kecak melawan rangda yang merupakan simbol angkara murka, perwujudan Calon Arang yang menebar Pageblug sehingga dengan kesaktiannya bisa berubah-ubah wujud. 

Adegan pertama menceritakan celeng gothang yang menantang salah satu Prajurit berkuda (penari jaran kepang) untuk bertempur. 

Celeng gothang menantang salah satu prajurit kuda kepang untuk bertempur (Dokumentasi pribadi)
Celeng gothang menantang salah satu prajurit kuda kepang untuk bertempur (Dokumentasi pribadi)

Kemudian karena sama-sama kuat, celeng gothang berubah menjadi monyet sakti yang semakin garang menyerang. Tapi prajurit berkuda yang siaga berubah menjadi para pawang sakti mandraguna yang dengan senjata pecutnya berhasil menjinakkan monyet, yang merupakan simbol kejahatan dan sifat buruk manusia. 

Celeng ggothang belum menyerah, kemudian kembali berubah wujud menjadi mahesa sura, lembu sura yang digambarkan seorang penari membawa kepala kerbau atau sapi. Melambangkan Sura Dira Jayaningrat, yang ditundukkan dengan kelembutan dan kesabaran para pawang. 

Suro, sang kepala kerbau. Sedang ditundukkan oleh para pawang (Dokumentasi pribadi)
Suro, sang kepala kerbau. Sedang ditundukkan oleh para pawang (Dokumentasi pribadi)

Makna dan Filosofi Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti

Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti berasal dari bahasa Jawa yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan kebijaksanaan, kelembutan, dan kesabaran.

Setelah suro tunduk, tiba-tiba tiba muncul singo barong yang lebih kuat dan berbahaya, sehingga kepala pawang harus turun tangan untuk menjinakkannya.

Kepala pawang sedang menjinakkan singo barong (Dokumentasi pribadi)
Kepala pawang sedang menjinakkan singo barong (Dokumentasi pribadi)
Tapi ternyata singo barong sangat kuat, setelah  berubah menjadi banyak dan bisa ditundukkan satu per satu. Sukmanya merasuki para prajurit, sehingga para penari banyak yang mengalami trance, sehingga perlu  disembuhkan. 

Salah satu penari yang mengalami trance(kesurupan) dikasih makan dedaun (Dokumentasi pribadi)
Salah satu penari yang mengalami trance(kesurupan) dikasih makan dedaun (Dokumentasi pribadi)

Terakhir para penari yang mengalami trance bisa disembuhkan. Dan bersama-sama melantunkan shalawat dan tetap menghibur sampai waktu pertunjukan berakhir. 

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Menyembuhkan para penari yang mengalami trance (Dokumentasi pribadi)
Menyembuhkan para penari yang mengalami trance (Dokumentasi pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun