takziah pagi tadi. Kalau suami sudah tadi malam, biasanya para lelaki ikut menyolatkan.Â
Tadi malam, ada tetangga yang meninggal, tapi baru bisaSaat takziah, bersamaan ada beberapa ibu lain yang juga bertakziah.
"Ibunya sakit apa mbak? " Tanyaku pada seorang perempuan, yang sepertinya salah satu dari putri almarhumah.Â
"Tidak sakit apa-apa. Mendadak saja tahu-tahu Ibu sudah tidak ada, jawabnya dengan mata berkaca-kaca.Â
Aku terdiam. Tak ingin bertanya lagi, takut mengungkit kesedihannya. Mungkin juga pertanyaanku agak aneh. Bukankah kematian tidak selalu didahului dengan sakit?Â
Ajal bisa menjemput kita kapan saja tanpa alasan. Kematian merupakan rahasia Allah. Kematian seperti antri tanpa urutan. Bisa tua, muda, anak-anak. Dari depan, belakang maupun tengah.Â
Untuk itulah, jika mengingatnya akan membuat hati kita lembut dan tidak terlalu erat menggenggam dunia. Toh kapan saja genggaman kita akan terlepas begitu saja.Â
Seperti apa yang dikemukakan Imam Syafi'i dalam puisinya:
"Cukuplah kematian sebagai nasehat"
Mengingat kematian akan mendekatkan diri kita pada Allah. Bahwa semua yang ada di dunia ini pasti akan kita tinggalkan. Meski begitu, diperlukan keseimbangan. Mengingat kematian, dan berusaha menjalani hidup sebaik-baiknya agar menjadi bekal di akherat kelak, alam abadi yang akan kita jalani setelah kematian.Â