Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Baju Baru Saat Lebaran adalah Tradisi Anak Kecil?

16 April 2022   05:20 Diperbarui: 16 April 2022   05:21 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baju-baju berdesain simple hasil jahitan ku sendiri (dokpri).

Apakah para pembaca dan kompasianers termasuk orang yang mengharuskan membeli baju saat lebaran? Atau kadang-kadang, atau malah tidak pernah? 

Atau tipe santai yang menganggap . Baru atau tidak sama saja, hehehe... 

"baju baru Alhamdulillah... Tidak baru, Alhamdulillah... " (Cuplikan lagu anak-anak)

Pada waktu saya kecil, baju baru adalah kebanggaan. Saat dekat waktu lebaran, kita sering saling bertanya pada teman dan tetangga, ada berapa baju lebaran yang sudah dipunyai, atau dibeli. Kalau bapak/ibu belum sempat membelikan, entah belum ada uang atau belum ada waktu, kita selalu berharap dan bersedih, meski tidak menuntut. Namanya juga anak-anak.

Mungkin jaman sekarang hal seperti itu mungkin sudah jarang dilakukan. Hal-hal privat dianggap tabu dan tidak layak ditanyakan, tidak seperti saat saya kanak-kanak. Polos, lugu dan sedikit primitif. Eh...

Lain lagi saat saya dan saudara-saudara saya sudah besar-besar. Baju baru sudah tidak menjadi keharusan. Kita lebih suka diberi uang saja daripada membeli baju. Atau kalau ingin baju baru, ya membeli sendiri, sesuai selera. Tidak lagi dibelikan orang tua. 

Biasanya, yang dibelikan baju hanya si bungsu yang masih TK/SD. Maklum jarak umur antara adik saya yang nomer 4 dan si bungsu cukup jauh, sekitar 5 tahun. Sedang jarak umur kami berempat relatif dekat, sekitar 2 tahunan saja. 

Kalau si bungsu memakai baju barunya, kita ramai-ramai menggodanya dengan menyanyikan salah satu lagu  "Idul Fitri"ciptaan Ismail Marzuki, 

Dari segala penjuru mengalir ke kota
Rakyat desa berpakaian baru serba indah
Setahun sekali ke kota naik bis kerek
Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore.
 

" Tuh Dek, yang pakai baju baru saat lebaran itu cuma orang desa, kampungan", kami menggoda si bungsu.

 Terkadang si bungsu sampai menangis bingung. Kalau sudah begitu, kami menghiburnya dan bilang, kalau anak kecil gak papa pakai baju baru, hehehe... 

Si bungsu pun ceria lagi. Apalagi kalau sudah berbaur bersama teman-temannya yang juga berbaju baru, dia sudah bergembira lagi dan lupa akan ledekan kami.

Lain dulu tentunya lain sekarang. Ada banyak alasan bagi orang untuk berbaju baru saat lebaran. Banyak baju lebaran dengan desain menarik tapi harga terjangkau dan sangat bersahabat dengan kantong. Meski konsekuensinya, mungkin kain atau jahitan nya kurang bagus. 

Asal kita cerdas memilih, maka bisa mendapatkan baju sesuai keinginan dengan prinsip ekonomi. Bukan prinsip ekonomi konvensional yang mengatakan harga serendah-rendahnya, kualitas se bagus-bagus nya. Tidak mungkin kan?

 Harus ada salah satu yang menyesuaikan. Misalnya, mencari kualitas sebaik-baiknya dengan desain sesuai keinginan, tapi menyesuaikan isi kantong. 

Beberapa orang mungkin hanya membeli baju saat lebaran. Tapi ada juga yang membeli baju berbeda di setiap kesempatan. Baju lebaran, ada sendiri. Baju pesta, baju resepsi, baju kasual, semua beda. Lain kesempatan, membeli lagi baju yang berbeda. Setiap acara membeli baju baru. 

Bahkan saat lebaranpun membeli baju baru untuk setiap acara berbeda. Baju sholat ied, baju tarawih, baju silaturahmi, baju halal bihalal, baju piknik saat lebaran, baju tidur, hehehe.. 

Semua itu hak masing-masing, kapan mau membeli baju baru, asal jangan sampai berlebihan seperti toko berjalan, sementara ada orang di sekitar yang jangankan untuk membeli baju baru, untuk membeli makan saja susah. 

Saya sendiri, sudah bertahun-tahun tidak membeli baju baru. Memangnya baju lama masih muat? Glek!!! 

Bukan berarti tidak punya baju baru, sejujurnya bukan begitu. Karena saya termasuk bertubuh istimewa dan kurang suka desain heboh, saya lebih suka menjahit baju sendiri. 

Dulu, saya menjahit baju secara otodidak. Suka suka saya. Meski gemuk, saya suka baju yang longgar. Meski aturannya, orang gemuk harusnya berbaju yang agak pas dengan tubuh. Tapi saya lebih merasa nyaman dan percaya diri dengan baju longgar. So what? 

Sejak mengikuti pelatihan menjahit, jahitan saya agak halus dan terarah. Tapi saya bukan orang yang modis dan mengikuti tren. Saya justru kurang suka memakai baju yang di mana-mana ketemu orang dengan desain baju, bahkan warna yang sama. Saya lebih suka mendesain baju sesuai keinginan dan kebutuhan. Misalnya berkantong  besar untuk menyimpan uang dan ngantongin kue lebaran. Hahaha... 

Ini serius. Setiap menjahit baju untuk sendiri saya selalu menambahkan saku tersembunyi, maupun terang-terangan. Ini bagi saya seperti kebutuhan. Ngantongin kertas catatan belanja, ngantongin kunci motor, ngantongin uang yang banyak saat bepergian jauh, saya rasa lebih aman dan nyaman karena menempel dengan tubuh. Tidak perlu was-was tas atau dompet dicopet atau dijambret karena biasanya di dompet saya hanya ada uang receh dan uang tidak seberapa sesuai harga barang yang mau dibeli. Sedang uang yang banyak di kantong sebagai cadangan devisa untuk membeli kebutuhan tak terencana dan butuh uang agak banyak. 

Bagi saya, saku baju itu penting. Merogoh kantong terasa lebih praktis daripada harus membuka dompet atau tas. Ribet. 

Meski praktis, mungkin terkesan tidak feminis. Saya pernah diketawain orang di bus saat mengambil uang dari kantong baju dan bilang kalau tidak punya dompet. Sungguh terlalu. Sebagai perempuan saya terlalu simple dan praktis. Tidak berpikir bahwa image dan penampilan itu membangun penjenamaan. Aku memang tidak suka ribet. Mau bagaimana lagi? 

Sepertinya tahun ini saya agak malas membeli atau menjahit baju. Mungkin memakai baju lebaran yang saya jahit tahun lalu saja dan ada yang mau saya modifikasi, karena salah desain. Harusnya motifnya saya buat merapat agar tubuh menyempit, malah keliru desain dengan motif melebar, jadi lebar... an. Hehehe.. 

Bagaimana dengan pembaca dan kompasianer, sudah berapa baju lebaran yang dibeli? 

Terlepas dari keinginan membeli baju atau tidak, puasa kita adalah nikmat yang tak tergantikan. Tubuh menjadi lebih sehat dan kuat, berbuka dengan apa saja terasa nikmat, beribadah dalam suasana ramadan terasa lebih lezat. 

Semoga puasa kita berkah dan penuh manfaat. Aamiin... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun