Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sehangat Mentari Bromo

24 Maret 2022   17:43 Diperbarui: 25 Maret 2022   10:02 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cheetah membaringkan  tubuhnya di atas kasur homestay yang di sewanya. Hawa dingin menyeruak, membuat kamar ini tak butuh AC. 

Dikeluarkan nya heater dan air di botol air mineral yang diisi dari air kran saat tadi berwudhlu di kamar mandi umum. 

Dia memang memilih kamar standar, tanpa banyak fasilitas.

 Kamar mandi pun terpisah. Tapi Cheetah tak khawatir, dia sudah kenal pemilik atau lebih tepatnya penunggu homestay ini. 

Dia sudah biasa ke Bromo. Sekedar melepas penat atau kegalauan. Terkadang bersama teman-temannya.

Pekerjaan nya di bidang IT sangat fleksibel. Tidak tersandera waktu. Kapanpun bisa dikerjakan. Yang penting saat deadline, pekerjaannya sudah beres. 

Cheetah mengamati botol air mineral yang isinya sudah berkurang di mug heater. Isinya sudah habis di minumnya, dan sekarang terisi air kran. Air dari Bromo.

 Sambil menunggu air mendidih, diambilnya rentengan kopi saset gula aren dari tasnya. 

"Hai... Selamat malam! " Tiba-tiba seorang lelaki sudah berdiri di depan kamar dan menyapanya.

Cheetah sedikit jengah, tapi di luar ramai dan terang benderang. Dirinya tak perlu khawatir kalau ada yang mengganggunya. Ada satpam homestay yang siap membantu dan mengawasi tamu. 

Pintu kamarnya terbuka, tapi lelaki itu tak berani masuk, menyapanya dari luar. Sepertinya lelaki yang punya etika. 

"Selamat malam...! " Cheetah membalas sapaan lelaki itu sambil tersenyum tipis. 

"Samuel, Panggil saja Sam! " Laki-laki itu memperkenalkan dirinya. 

"Cheetah. Panggil saja Cie...! " Cheetah membalas perkenalannya. 

"Mau kopi? " Cheetah menawarkan kopi yang siap di seduhnya. 

"Sure.. Thanks! " Laki-laki itu menyambut gembira. 

Cheetah merapikan kerudungnya, dan membetulkan topi rajut yang menghangatkan kepalanya. Laki-laki itu mungkin agak sungkan dengan atributnya. 

Cheetah santai saja. Dia muslim, dan taat beribadah. Tapi untuk pergaulan, dirinya memilih pendapat Yusuf Al Qardhawi, yang menganggap haramnya bercampurnya 2 orang bukan muhrim adalah bercampur dalam arti hubungan suami istri. 

Jadi dia menganggap berinteraksi dengan lawan jenis tidak haram. Kecuali diikuti dengan nafsu dan tindakan menjurus yang dilarang agama. Bahkan dilarang norma secara umum. Dia punya batasannya sendiri. 

Meski ada yang berpendapat, mendekati zina saja dilarang. Seperti ber dua-duaan dan pacaran. Toh dia tidak melakukan itu. 

"Besok mau ke kawah? " Sam bertanya sambil menyesap kopinya. 

"Iya, tapi habis subuh. "

"Kita bisa bareng kalau kamu mau, "

"Aku mau jalan kaki, " Balas Cheetah. 

"Aku juga. Pernah naik jip  waktu berombongan. Kalau sendiri lebih enak jalan kaki, sambil menikmati kerlap-kerlip bintang, "

Cheetah tersenyum. Laki-laki melankolis, bisiknya dalam hati. Tentu saja Sam tak bisa mendengar kata hatinya. 

"Aku pernah naik kuda ke kawah ," kata Cheetah. 

"Yang bener? " Samuel membelalakkan matanya. Cheetah hanya mengangguk. Dia tak ingin bercerita kalau kudanya berulah dan dia hampir tersungkur dan terlempar ala rodeo menjinakkan kuda. 

Mereka ngobrol di beranda kamar yang dilengkapi meja dan kursi, sampai malam mulai larut. 

"Oke, sebaiknya kita tidur cepat, biar besok tak terlambat., "

"Baiklah, have a nice dream Cie, " Sam mempersilakan Cheetah tidur, dan kembali ke kamarnya sendiri. Selisih tiga kamar dari kamar Cheetah, tapi masih satu deret. 

Cheetah sudah siap dengan kostumnya selepas subuh. Kaos tangan, jaket tebal, celana panjang lengkap dengan kaos kaki, sepatu kets dan topi rajut yang menutup sampai telinga. 

Samuel ternyata juga sudah siap lengkap dengan senter dan bekal di tas punggungnya. Mereka segera berangkat. 

Mengambil jalan pintas mereka berjalan membisu. Berhati-hati karena jalannya tidak rata, fokus ke bawah dan licin. Menembus semak yang lumayan rimbun. Jalan setapak yang biasa dilalui pencari rumput. Cheetah berjalan sambil berpegang pepohon di sekitarnya. 

Sampai di kaldera, kabut turun dan gelap.Melewati lautan pasir membawa sensasi unik. OllLampu-lampu senter dan lampu jeep di kejauhan berpendar indah. Kerlip bintang menambah indahnya pagi. 

"Ayo agak cepat dikit Cie, nanti nggak kebagian sunrise, " Samuel yang berjalan di belakang mengingatkan Cheetah. 

Cheetah mempercepat langkahnya meski nafasnya mulai tak teratur. Untung dia sudah biasa berjalan ke kawah. Setelah jalan aspal, dan melewati pura suku tengger, tujuan mulai dekat. Lukisan tangga menjulang ke kawah terlihat indah. 

Bromo menjelang terbit matahari. Seolah berada dalam lautan awan, padahal kabut. 
Bromo menjelang terbit matahari. Seolah berada dalam lautan awan, padahal kabut. 

"Cie, mau ku fotoin nggak! " Sam menawarkan untuk memfoto Cheetah. 

"Nggak usah, aku mau mengabadikan detik-detik sunrise. Kalau kamu mau, nanti kamu yang ku fotoin Sam."

"Aku juga mau menangkap sunrise, mumpung terang. Kayanya cuacanya pas nih. Kalau mendung nggak kelihatan."

Keduanya asyik dengan aktifitas nya sendiri. Kabut yang turun seperti mega yang menyelimuti keberadaan mereka. Seperti berada di Jonggring saloka. Mengambang di atas awan. Sementara pura suku tengger seperti berada di tengah laut. Sungguh pemandangan dan suasana tak terlukis kan. 

Suasana gunung batok dilihat dari kawah setelah matahari terbit. (Dokpri)
Suasana gunung batok dilihat dari kawah setelah matahari terbit. (Dokpri)

Cheetah betul-betul menikmati semuanya. 

Sebulan lagi dia akan dinikahi Afrizal. Laki-laki yang telah melamarnya. Laki-laki putra sahabat ayahnya yang samar-samar diingatnya. 

Mereka pernah akrab waktu kecil. Afrizal yang selalu mengalah dan melindunginya itu sudah menjadi laki-laki gagah. Tapi sudah lama mereka tidak berkomunikasi. Tahu-tahu telah melamar lewat bapak. Cheetah menghirup udara dan menghembusnya pelan. Membuat uap seperti semburan naga. 

Rona merah di ufuk timur semakin jelas, dan tiba-tiba terang benderang. Gunung batok bersinar keemasan. Sinar hangat menyiram pagi. Menghangatkan hati Cheetah yang menikmati kebebasannya mencumbu alam. 

"Mungkin ini terakhir kalinya, bisik hati Cheetah. 

"Ayo kita turun dan kembali, Cie, " 

Suara Samuel mengagetkan Cheetah, yang segera membereskan tripot dan tas punggungnya.

 Siap kembali. Kembali menyusuri jalan tapi lewat jalan aspal. Mampir di pasar dekat Cemoro lawang. Pemandangannya sungguh indah. 

Bromo dilihat dari cemoro lawang (dokpri) 
Bromo dilihat dari cemoro lawang (dokpri) 

Cheetah pulang sendiri, sementara Samuel mengantar sampai Cheetah mendapat elf yang siap membawanya ke Probolinggo dan pulang ke Madiun. 

"Beres Bos. Wanitamu aman. Sudah otw Madiun, "

 Samuel menelepon direktur tempatnya bekerja yang meminta tolong mengawasi calon istri nya. 

"Gadis bandel, "

 Bisik Afrizal sambil tersenyum memandang foto Cheetah. Sebenarnya dia juga dedengkot pecinta alam. Tapi itu akan disimpannya sebagai surprise untuk Cheetah. Bertualang bersama setelah menikah tentu lebih indah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun