Probolinggo, setelah puas menikmati keindahan Puncak B29 di Lumajang.Â
Menjelang ashar kami sampai di TerminalAbang Becak mengantar kami dari  terminal ke penginapan terdekat. Ternyata banyak penginapan di sekitar terminal. Tapi kami diantar ke Haris hotel. Lumayan, masih ada kamar kosong. Kami pilih yang tarif menengah. Sepertinya abang becak juga mendapat fee dari mengantar kami ke sini. Biarlah, simbiosis mutualisma.
Rencananya, setelah membersihkan diri dan mengqadha shalat yang terlewat di perjalanan, kami mau istirahat dan nanti malam menikmati keindahan kota Probolinggo.Â
Tapi ternyata, hanya sempat berjalan-jalan di sekitar hotel dan makan malam kami sudah capek.Â
Kembali ke hotel, membuat kami semakin malas keluar. Acara jalan-jalan malam menjelajah kota Probolinggo terpaksa gagal.Â
Lampu kristal yang menyala redup dengan kasur empuk dan seprai bersih mewangi membuat kami terhanyut dalam suasana romantis. Menikmati malam dalam keheningan yang manis dan segera beristirahat untuk perjalanan besok. Entah ke Bromo atau Madakaripura atau keduanya.Â
Pagi yang cerah, sehabis subuh kami berjalan-jalan pagi menikmati suasana segar. Sambil menikmati sarapan di sebuah depot pinggir jalan. Rawon dan nasi pecel menjadi pilihan.Â
Kami sudah standby di terminal. Agak bingung memilih, antara ke Bromo, atau air terjun Madakaripura. Akhirnya kami memutuskan ke Air terjun, karena belum pernah ke sana, tentunya akan memberikan pengalaman lebih menarik jika dibandingkan ke Bromo yang sudah beberapa kali kami kunjungi. Meski Bromo pun selalu menggoda dengan keindahan dan Eksotika nya yang susah untuk diabaikan.Â
Dua tukang ojek siap mengantar kami berdua dengan tarif lumayan. Mengantar dan siap membawa kembali ke hotel.Â
Perjalanan yang kami lalui tidak sesederhana yang kami bayangkan. Salah rute, tanjakan curam, dan sempat melewati jalan makadam mewarnai perjalanan kami. Bahkan aku sempat meloncat dari sepeda motor saat menanjak dan mesin motor tiba-tiba mati. Pokoknya seru dan memacu adrenalin untuk orang yang suka bertualang. Hihihi... Padahal aslinya ngeri juga.Â
Akhirnya sampai di lokasi. Kami bersiap menuju air terjun, sementara kedua abang ojek menunggu. Suamiku meminta mereka menunggu di warung kopi, dan berjanji akan membayar apa yang mereka nikmati.Â
Aku sudah tak sabar menuju loket masuk.Â
Air terjun Madakaripura adalah sebuah air terjun yang terletak di Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Air terjun setinggi 200 meter ini merupakan air terjun tertinggi di Pulau Jawa dan tertinggi kedua di Indonesia.
 Air terjun ini dinamai Madakaripura. Mada dari kata Gadjah Mada, kari artinya peninggalan, dan pura artinya semedi atau sembahyang.Â
Air terjun ini dipercaya sebagai tempat Gadjah Mada menyepi dan semedi sampai meninggalnya setelah dicopot dari jabatan Patih karena berbeda paham dengan Prabu Hayam Wuruk dalam peristiwa Perang Bubat.Â
Hayam Wuruk berniat menikahi Putri Dyah Pitaloka dari Kerajaan Galuh Pasundan untuk dijadikan permaisuri. Sebagai siasat damai untuk menyatukan 2 kerajaan. Tapi Gadjah Mada justru mencegat dan memaksa Prabu Galuh Pasundan untuk menyerahkan putrinya sebagai Kerajaan bawahan. Prabu Galuh menolak, sehingga terjadilah Perang Bubat yang menewaskan semua tentara dan Prabu Galuh. Sehingga Putri Dyah Pitaloka juga membunuh dirinya, tewas bersama para pengiringnya.Â
Mengira air terjun sudah dekat, ternyata perjalanan masih jauh. Senyumku perlahan memudar. Suamiku hanya tersenyum penuh muslihat. Dia pasti mau ngerjain aku. Tidak bilang kalau harus berjalan jauh menuju lokasi. Awas, yaaa.Â
Kami menyusuri jalan setapak. Suamiku yang sudah terbiasa menjelajah alam dan naik gunung, enak saja berjalan di depanku. Sementara nafas ku mulai tersengal dan tertinggal.Â
Seorang anak ABG menawarkan jas hujan padaku. Katanya di dekat air terjun hujan. Suamiku menggeleng, mengkode aku untuk menolak tawaran nya. Tapi bocah itu terus mengikutiku yang tertinggal jauh dari suami.Â
Lumayan, kami bisa mengobrol dan sedikit membuatku lupa akan perjalanan yang melelahkan ini. Kami menyusuri tepi sungai yang kering. Sementara di seberang tanah perbukitan tinggi yang rawan longsor. Tiba-tiba cuaca seperti berubah malam. Jalanan agak gelap seperti petang, padahal baru sekitar pukul sepuluh. Ada aura mistis dan angin dingin membelai tengkukku. Tapi aku berusaha santai. Berasa di negeri antah berantah yang sepi, sunyi tidak ada orang berlalu lalang. Hanya kulihat suamiku yang berjalan di depan, dan bocah penjual jas hujan di sampingku.
Dalam mengunjungi air terjun ini berhembus 3 mitos yang perlu diketahui, tapi boleh percaya atau tidak :
1. Jika mengunjungi tempat ini dengan niat baik, maka perjalanan akan lancar dan mendapat kebaikan. Tapi sebaliknya, kalau mempunyai niat buruk, maka akan menjumpai hal-hal buruk.Â
2. Saat mengunjungi air terjun sebaiknya sebelum jam 2 siang, karena setelah jam itu biasanya turun hujan lebat dan sangat berbahaya.Â
3. Air yang memancar dari air terjun bisa membuat awet muda.Â
Samar-samar kudengar suara aliran air. Atau hujan? Ternyata penjual jas hujan itu tak bohong. Kamipun akhirnya membelinya 2 buah. Hujan semakin deras dan kami basah kuyup. Air terjun tak juga kelihatan. Aku mulai putus asa hampir menyerah.Â
Air Terjun Madakaripura juga kerap disebut Air Terjun Abadi. Hal itu karena air yang dialirkan oleh air terjun ini selalu melimpah dan tak pernah berkurang debitnya.
Akhirnya sampai juga. Air terjunnya kelihatan. Aku senang bukan main. Langsung menuju lokasi. Pancaran air mengguyur tubuh dan basah semua. Berjas hujan tak ada gunanya, tapi kami tak peduli. Untung tas ransel sudah kami titipkan. Di situ ada baju ganti.Â
"Waww... Seekor ular berlari ke arahku. Pak Wawan yang sepertinya pemandu di situ mengusirnya. Kecil saja, tapi membuatku ngeri. Aku memang paling takut pada binatang yang lidahnya bercabang itu.Â
Sebenarnya aku masih ngeri. Tapi Pak Wawan meyakinkan kalau keadaan aman. Hanya perlu berhati-hati, karena batunya basah dan licin. Pak Wawan menemani kami dan telaten mengambil foto kami yang berfoto alay bagai foto prewed atau malah foto pasangan yang sedang berbulan madu. Sampai lupa umur. Ups.Â
Terdengar suara samar peringatan. Ternyata air terjun ini baru tingkat pertama, masih ada tingkat selanjutnya dan ada air terjun utama. Tapi hujan lebat, dan batuan yang licin menyurutkan niat kami untuk melanjutkan ke air terjun utama, yang indah seperti dalam gua.Â
Cuaca terlalu berbahaya, dan kami tak berani mengambil resiko. Jadi harus puas dengan menikmati suasana di air terjun pertama.Â
Setelah puas bercanda dan bergaya suka-suka kami bersiap kembali ke hotel supaya tidak telat check out. Tak lupa memberi tips untuk Pak Wawan yang telaten memfoto dan memvideo polah tingkah kami. Entah kapan lagi bisa kembali.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H