Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka: Bebas Memilih, tapi *SKB.

16 Februari 2022   08:59 Diperbarui: 17 Februari 2022   08:34 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekskul KIR, memfasilitasi siswa untuk melakukan penelitian dan menyusun karya ilmiah. 

Lebih jauh, Nadiem menjelaskan, setiap anak mempunyai minat bakat dan passion sendiri-sendiri, yang otomatis membutuhkan alat evaluasi yang berbeda sebagai tolok ukurnya. Untuk itu, anak didik tidak bisa dipaksa mempelajari apa yang tidak disukainya.

Sekilas, Kurikulum ini mengingatkan saya pada Merdeka belajar yang sudah bertahun-tahun yang lalu dicanangkan. Pembelajaran dengan memperbanyak metode proyek, ternyata justru membebani siswa dengan tugas yang menumpuk dan tak kunjung usai. Hingga terkadang orang tua ikut turun tangan membantu anak-anaknya yang dibebani dengan berbagai projek. Membuat anak semakin frustasi. Sementara para pengajar menganggap tugas yang diberikan menyenangkan anak didik.

Sebelumnya minat dan bakat siswa bisa disalurkan dalam kegiatan nonformal di sekolah seperti ekskul sebagai pengembangan karakter. Seringkali banyak siswa berprestasi sesuai minat dan bakatnya karena ter bimbing dalam kegiatan ekskul. 

Bahkan bisa mendapatkan kartu truf untuk masuk ke jenjang lebih tinggi dengan prestasinya di bidang non akademik. Tapi alih-alih disalurkan sesuai bakatnya, siswa yang berprestasi ini justru diterima di sekolah umum, yang bisa saja justru membunuh bakatnya, dan memaksanya mempelajari bidang akademik yang jauh dari minat dan bakatnya. 

Mungkin lebih baik siswa yang berprestasi dibidang olahraga, juga diprioritaskan di sekolah olah raga. Berprestasi di bidang seni, diprioritaskan di bidang seni, jangan diberi prioritas di sekolah umum.

Lebih jauh lagi,dalam Kurikulum Merdeka ini, di samping menyesuaikan dengan minat dan bakat siswa, juga diharapkan adanya pemahaman esensi pembelajaran yang lebih mendalam. Dibutuhkan tanggung jawab dan keseriusan di samping memberikan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. 

Merdeka bukan berarti bebas, tapi diharapkan pemahaman yang lebih mendalam, lebih menguasai, mencintai dan tanggung jawab besar. 

Tidak ada lagi alasan belajar hanya main-main. Tapi dituntut kesanggupan untuk mendalami dengan hasil yang nyata dan memuaskan. 

Bebas memilih, tapi harus sesuai pilihan yang ditetapkan. Merdeka, bebas dengan konsekuensi dan tanggung jawab. 


Terlepas dari banyaknya kebaikan dan keuntungan, tentunya pelaksanaan Kurikulum ini yang seharusnya mendapat perhatian serius.

Sebenarnya saya agak heran, kalau alasannya untuk memfasilitasi minat dan bakat siswa kan harusnya lebih efektif kurikulum yang dulu. Di 2 tahun semester akhir periode  belajarnya, siswa dijuruskan sesuai minat dan bakatnya, dan ini bukan pemaksaan. Bahkan lebih terkonsentrasi dan fokus pada jurusan dan minatnya masing-masing, kenapa justru diajak mundur tanpa fokus? Entahlah. Hanya Mas Nadiem yang tahu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun