Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bias Cahaya Bahtera (3)

16 Oktober 2020   07:35 Diperbarui: 4 Juli 2021   16:28 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mas....!"

"Iya, sayang....."

Mas Rizal membalikkan tubuhnya ke arahku. Dari tadi dia asyik mengakrabi gawainya meski terbaring di sampingku.

Ditaruh gawainya di tempat yang aman, mengelus hitam lebat rikmaku, dan mencium keningku.

"Emmm...," aku jadi bingung mau ngomong apa. Tapi aku harus mengatakannya. Ku tak ingin masalah yang hinggap dalam rumah tanggaku menjadi duri dan menusuk ketentraman keluargaku.

Mas Rizal menggesekkan pipinya ke pipiku. Membuatku geli.

"Massss...," kumerengek manja ketika Mas Rizal semakin nakal mengusikku.

Mas Rizal tertawa kecil. Tapi tak menghentikan aksinya.

"Kenapa pas ada undangan manten Mas Rizal tidak mengajakku. Aku kan istri Mas Rizal. Kenapa malah memboncengkan Dek Reny?" 

Sejenak rasa tak nyaman hinggap di hatiku mengingat kejadian yang bagiku menyakitkan itu.

"Itu memang undangan terbatas, tidak ada yang mengajak keluarga,lagian undangannya nggak sekalian kok. Mungkin kuotanya terbatas. Kamu jg enggak bakalan mau datang kan, kalau enggak diundang? "Mas Rizal menjawab santai, sambil menggigit lembut kupingku.

Aku mulai jengah. Mas Rizal seperti menyepelekan hal yang bagiku cukup menyakitkan.

"Terus kenapa pakai makan berdua sama Dek Reny?" aku mulai merajuk.

"Hahaha..." Mas Rizal malah tertawa. Dia menatapku jenaka, sambil mengacak rambutku.

"Cemburu,yaaa?" Mas Rizal semakin gemas menciumi pipiku.

"Enggak..!" jawabku sebal.

"Aku cuma ingin membuatmu cemburu. Jadi istri kok tidak pernah cemburu. Menyebalkan, tahu..!"

Aku ingin membalas perkataan Mas Rizal, tapi dia sudah mengunci mulutku dalam gelora yang lebih intens. 

Mencumbu dalam kelembutan asmara yang membahana.

Sepasang cicak berkejaran.

 Angin malam menghembuskan kidung asmaradana. 

Bunga-bunga di taman menebar wangi gairah halal.

Setiap titik rasa mengembara di  alam dewata, bagai Ratih-Kamajaya. 

Menyusur lembah keindahan,mendaki tebing rasa , menggapai yang hakiki. Terbuai lembutnya keintiman. Mereguk indahnya surgawi.

(tamat)

mbuluh, malam jumat 151020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun