Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Passion yang Terdistraksi, Akankah Menghambat Kesuksesan?

12 Maret 2020   00:09 Diperbarui: 30 Maret 2020   21:30 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikmati hidup (dokpri)

Passion...passion...passion. Untuk kesekian kalinya saya mengakses situs tentang passion. Ternyata terlalu banyak definisi tentang passion yang terlalu banyak juga jika saya tuliskan semua, apalagi kalau harus disertakan pencetusnya pula.

Sedangkan teman saya yang biasa menulis oase subuh menuliskan bahwa 

Di dalam ilmu psikologi pendidikan, ada istilah distraksi. Yakni sesuatu yang menyita perhatian anak sehingga mengganggu fokus.

Suami saya sering menganggap saya sebagai orang yang tidak mempunyai passion. Saya hanya tersenyum dan nyengir. Sempat membenarkan anggapannya, sekaligus membuat saya penasaran untuk mencari definisi passion lebih detil. 

Passion (Gairah) : perasaan antusiasme atau kegembiraan yang kuat akan sesuatu atau tentang melakukan sesuatu(definisi dari Merriam-Webster Dictionary).

Hal-hal yang kamu rindukan dan sangat terasa ada yang hilang saat tidak bisa mengerjakannya(Hesti Nur Lestari, SPsi.MM.psikolog)

Sebuah kata yang juga seringkali menjadi alasan bagi orang -- orang yang malas dan tidak ingin bekerja keras. "Maaf bro, gue ga tahan kerja di sini. Sepertinya ini bukan passion gue."

Tetapi, Passion adalah hal yang benar - benar kita rela berkorban demi melakukan sesuatu yang kita cintai.(arryrahmawan.net)

Semula saya bercita-cita mempunyai perkebunan di tempat yang sejuk. Atau paling tidak bekerja di sebuah perkebunan di tempat yang sejuk, seperti Kebun teh, atau menjadi petani wortel, kembang kol, kentang atau tanaman lain di tempat yang sejuk. Tak heran saya memilih kuliah pertanian karena berharap jurusan itu akan bisa mengantarkan saya pada cita-cita yang saya idam-idamkan.  Tetapi ternyata passion saya terdikstrasi saat saya menjalani penelitian skripsi. Saya menikah. Saya tetap bersemangat menyelesaikan kuliah sampai selesai. Tapi ketika kuliah saya kelar dan mulai mempunyai anak, cita-cita saya untuk bekerja di perkebunan mulai memudar. Saat itu saya mulai beralih untuk menekuni dunia pendidikan atau mengajar. Karena mengajar sebenarnya juga merupakan hal yang menyenangkan bagi saya. Teringat saat Kuliah Kerja Nyata (KKN), setiap sore dua minggu sekali saya dan teman-teman yang lain memberikan les pada anak-anak SD. Saya mengajar matematika, dan saya sangat menikmatinya, mempraktekkan imaginasi dan metode saya sendiri untuk mengajar matematika. Saya begitu menikmati ketika anak-anak itu begitu antusias dan bisa menerima pembelajaran dari saya. Bahkan ketika KKN hampir selesai, anak-anak saya minta menulis kesan pesan sejujurnya, saya sangat puas dan bahagia ketika mereka menulis suka diajar oleh saya dan merasa seperti diajar gurunya sendiri, bahkan lebih enak dan mudah dipahami.

Untuk mewujudkan keinginan saya, maka saya mengambil akta mengajar di Universitas Terbuka. Saya mengambil jurusan biologi, karena menyesuaikan dengan ijazah sarjana pertanian yang saya miliki. Apalagi suami saya juga mengajar biologi, jadi saya lebih mudah mendapatkan bahan ajar, di samping juga bisa meminjam jam mengajar suami untuk melaksanakan Praktek Kegiatan Mengajar. Saya mendapatkan nilai tinggi untuk praktek mengajar, bahkan anak-anak juga lebih suka diajar saya karena mereka menganggap saya lebih nyaman mengajar daripada guru-guru lain yang biasa mengajar mereka. Tapi lagi-lagi saya kesulitan mendapat tempat mengajar, sehingga untuk mengisi waktu luang, saya mengasuh anak-anak saya sambil sesekali menulis cerpen dan saya kirim ke majalah remaja. Beberapa ada yang dimuat. Membuat saya semakin menikmati dan banyak berimaginasi dengan mudah, karena kebetulan rumah kontrakan saya merupakan jalan ke sebuah SMP, sehingga saya banyak mendapat ide cerita dari anak-anak ABG yang setiap hari beramai-ramai lewat di depan rumah saya.

Selama itu saya memasukkan lamaran ke beberapa SMA dan bahkan ke sebuah universitas di kota saya yang mempunyai jurusan pertanian, karena saya pikir dengan IPK di atas 3,5 akan mudah melamar menjadi dosen di sebuah PTS, tapi ternyata sampai sekarang tidak ada panggilan, sekalipun cuma interfiew. 

Ada lagi lowongan THL Penyuluh pertanian. Sayapun memasukkan lamaran, membayangkan seperti saat KKN, berbicara di depan para petani adalah hal menyenangkan, apalagi saat mereka antusias mendengarkan apa yang saya omongkan, sungguh memberikan kepuasan dan kebahagiaan tersendiri, apalagi nilai mata kuliah penyuluhan pertanian saya mendapat nilai A. Tapi lagi-lagi saya tidak diterima alias gagal.

Akhirnya saya fokus mengurus anak dan suami, dan sudah tidak punya keinginan untuk bekerja lagi. Sampai anak-anak sudah kuliah semua, ada kesempatan untuk mengikuti pelatihan menjahit, sayapun ikut mendaftar karena biasanya saya menjahit otodidak. Saya tak peduli meski pelatihan ini sebenarnya ditujukan  untuk anak-anak putus sekolah. Bagi saya selama hal itu bermanfaat dan menyenangkan, maka akan saya jalani dengan sungguh-sungguh.  Paling tidak saya tidak perlu mencari baju yang muat di tubuh saya karena bisa menjahitnya sendiri. Saya merasa sudah cukup puas menikmati hidup. Tinggal di rumah sendiri, bisa menjahit baju sendiri, bisa memasak sendiri, digaji suami, dan semua keinginan saya sudah terpenuhi, karena semua yang sudah saya capai itulah yang saya inginkan dan saya syukuri. Mungkin suami saya benar, saya tidak mempunyai passion. Karena semua saya jalani dengan santai, nyaman tanpa tuntutan, paksaan dan tekanan. Bagaimana menurut anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun