Individu dalam melakukan perilaku tentu mempunyai motivasi yang mendasarinya. Contohnya, seperti saat individu melakukan perilaku belajar dengan giat. Perilaku ini didasari oleh motivasi individu dalam belajar. Pada situasi ini, motivasi individu adalah karena ingin menjadi bintang kelas untuk membanggakan kedua orangtua.
Kata "motif" pada "motivasi" berarti kebutuhan, keinginan, dan minat individu yang dapat mendorong individu untuk melakukan sesuatu (Weiten, 2013). Motivasi merupakan proses yang dapat menjelaskan kegigihan dan menentukan arah individu dalam mencapai sebuah tujuan. Motivasi membantu individu agar dalam melakukan sesuatu untuk tujuan merasa bersemangat.
Fungsi dan manfaat dari motivasi adalah sebagai pendorong individu dalam mencapai sebuah tujuan. Tanpa motivasi kita cenderung tidak bersemangat dan menjadi malas. Selain itu berdasarkan hasil penelitian, motivasi sangat berpengaruh dalam meningkatkan prestasi (Irfan, 2018). Motivasi juga berpengaruh positif terhadap kinerja (Agusta & Sutanto, 2013).
Produktifitas kerja pada karyawan dipengaruhi oleh motivasi (Rahmawati, 2013). Intinya motivasi sangat penting ada dalam mencapai sebuah tujuan. Motivasi dapat diubah, ditingkatkan, dan diturunkan tergantung pada situasi.
Motivasi ada dua jenis menurut Handoko dalam Iriani (2010) yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul dari dalam diri tanpa campur tangan orang lain dan lingkungan, sifatnya lebih tahan lama dan tidak mudah kehilangan motivasi. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran dari dalam diri sehingga adanya motivasi.
Contohnya adalah ketika individu melakukan diet yang didasarkan oleh motivasi intrinsik, karena keinginannya menjaga pola hidup agar sehat dan tidak obesitas cenderung lebih konsisten menjaga pola makan. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah bersumber dari luar diri individu, seperti lingkungan.
Motivasi ekstrinsik sifatnya tidak stabil dan tidak tahan lama, karena acuannya pada luar individu yang tidak bisa dikendalikan. Sedangkan motivasi intrinsik lebih stabil karena kontrolnya ada pada diri, tidak pada orang lain/lingkungan.
Contoh motivasi ekstrinsik adalah ketika individu diet hanya karena agar disukai oleh lingkungan dan mendapat respon positif orang lain, cenderung tidak konsisten dalam mengatur pola makan. Hal ini terjadi karena motivasi tidak dari kesadaran diri untuk melakukan sebuah tujuan, melainkan orang lain untuk dijadikan acuan.
Meski demikian motivasi ekstrinsik dan intrinsik harus seimbang, karena jika motivasi intrinsik terlalu mendominasi akan cenderung cuek terhadap lingkungan. Sedangkan jika motivasi ekstrinsik terlalu mendominasi akan membuat seseorang lebih moody. Dalam sebuah tindakan yang didasari oleh motivasi, tidak selalu hanya memuat satu jenis motivasi saja.
Contohnya saat meminum jus sayur meski kita sendiri tidak suka, kita tetap meminumnya. Tindakan ini tidak selalu didasarkan oleh motivasi intrinsik saja atau ekstrinsik saja. Motivasi internal individu adalah karena ingin sehat dan menjaga keseimbangan pola makan.
Sedangkan motivasi ekstrinsik individu adalah karena ingin cantik dan kulit terlihat cerah. Hal ini menujukkan bahwa timbulnya suatu perilaku yang didasarkan motivasi tidak selalu unsur intrinsik atau ekstrinsik saja, keduanya berkontribusi dalam memotivasi individu mencapai tujuan.
Motivasi ada konteksnya, seperti motivasi untuk belajar, bekerja, makan, minum, menikah, dan masih banyak lagi. Motivasi mempunyai faktor-faktor yang mendasarinya. Contoh faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dalam bekerja adalah yang paling utama untuk memenuhi kebutuhan dasar dan bertahan hidup (Rahmawati, 2013).
Contoh lain adalah faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dalam belajar yaitu cita-cita, kemampuan belajar, komunikasi pengajar, sarana, dan prasarana (Anugrahwati & Hartati, 2017).
Dilansir dari Edupidia, menurut Wiludjeng (2007) motivasi terdiri dari dua kelompok yaitu motivasi positif dan negatif (Eldifa, 2013). Motivasi positif seperti pujian, pengakuan, dan hadiah. Sedangkan motivasi negatif seperti hukuman, ancaman, dan hinaan.
Motivasi negatif akan menunjukkan hasil dalam jangka pendek namun kurang efektif karena tidak bertahan lama. Sedangkan motivasi positif lebih efektif dan hasil yang ditunjukkan dalam jangka panjang.
Motivasi individu untuk mendasari sebuah perilaku dan tindakan perlu diperhatikan. Jika motivasi yang tercipta karena perspektif yang salah, maka akan menimbulkan perilaku negatif dan menyimpang. Seperti halnya, saat seseorang merundung orang lain agar merasa lebih baik.Â
Perilaku merundung/bullying didasari oleh perspektif  "akan merasa lebih baik jika merundung orang lain" sehingga dorongan ini menyebabkan individu termotivasi untuk merundung.
Dalam hal ini perlu dibenahi cara pandang/perspektifnya karena "agar merasa lebih baik" bisa dilakukan kegiatan lain yang lebih positif sehingga terhindar dari perilaku menyimpang. Selain itu motivasi psikopat untuk membunuh adalah kesalahan pada cara pandangnya, yang berfikir hanya dengan melakukan kekerasan akan dapat merasakan kenikmatan luar biasa.
Motivasi yang mendasari tindakan self harm seperti yang ada pada judul, terdapat kesalahan pada perspektif individu sehingga menimbulkan motivasi yang mendasari tindakan negatif.
Umumnya perilaku self harm terjadi karena perasaan menyesal dan menolak diri sehingga perasaan itu diwujudkan dalam perilaku menyakiti diri sendiri agar diri merasa lebih baik, perasaan penyesalan yang berkurang, dan pelampiasan emosi atas penolakan.
Perasaan ini membangun perspektif bahwa "jika menyesal, maka harus bisa menyampaikan perasaan itu dengan cara melukai diri sendiri" dengan harapan jika melukai diri maka perasaan menyesal akan berkurang/hilang. Hal ini memotivasi individu dalam melakukan self harm.
Istilah self harm menggambarkan tindakan menyelakai diri sendiri dengan tingkat yang bervariasi dan merupakan masalah klinis yang umum namun kurang dipahami dan dapat membangkitkan perasaan ambivalen (Skegg, 2005).
Seperti yang dilansir dari pijarpsikologi.org, bahwa self harm adalah perilaku menyakiti diri untuk mengatasi, menggambarkan, dan pertahanan diri dari situasi yang sulit (Nabila, 2018). Perilaku menyakiti diri ini terlepas ada atau tidaknya keinginan untuk bunuh diri, namun sangat berisiko menyebabkan kematian.
Dilansir dari psychologytoday.com, contoh bentuk melukai diri yang menimbulkan luka eksternal adalah seperti memotong, membakar, dan menggores. Selain itu melukai secara internal dalam bentuk meminum obat-obatan, meracuni diri, dan minum alkohol (Psychology today, 2020).Â
Baik luka internal maupun eksternal sangat berbahaya jika terus dilakukan. self harm ini dapat dilakukan individu tanpa sadar. Seperti makan terlalu banyak/ sedikit karena stres dan mengisolasi diri karena depresi.
Ada tiga jenis self harm menurut Sari (2019) yaitu superficial self-mutilation, stereotypic self-injury, dan major self-mutilation. Superficial self-mutilation adalah jenis self harm ringan, namun jika diabaikan akan berujung pada percobaan bunuh diri. self harm jenis ini dilakukan dengan cara menyayat pergelangan tangan dan mencabuti dengan kuat rambut sendiri.
Stereotypic self-injury adalah bentuk mekanisme coping individu untuk mengatasi penderitaan secara emosional atau untuk menghilangkan kekosongan diri yang kronis dengan memberi sensasi sakit.
Self harm jenis ini dilakukan dengan frekuensi yang lebih banyak, dilakukan secara berulang. Seperti, membenturkan kepala dan menampar diri sendiri secara berulang. Tindakan ini biasa terjadi pada seseorang yang memiliki gangguan saraf seperti autisme.
Major self-mutilation merupakan jenis self harm yang paling ekstrem dari jenis self harm yang lain. Major self-mutilation dilakukan dengan melukai bagian tubuh yang menyebabkan kerusakan permanen seperti memotong kaki, mengiris jari tangan, dan mencukil bola mata.
Faktor-faktor atau alasan mengapa individu melakukan tindakan self harm menurut (Nabila, Pijar psikologi, 2018) adalah pengaruh masa kecil, tidak mudah mengekspresikan emosi, perspektif lebih baik merasa sakit, konsep diri, berfikir bahwa ini cara untuk membuat individu fokus kembali, pain offset relief, bentuk menghukum diri, dan adanya indikator gangguan mental.
Dalam hal ini akan dibahas satu persatu. Pertama, pengaruh masa kecil dapat menjadi faktor terjadinya perilaku menyakiti diri sendiri. Jika saat kecil tidak dibolehkan untuk merasakan emosi negatif seperti sedih dan marah, saat dewasa tidak akan memahami emosi yang tidak nyaman bagi diri.
Emosi seharusnya diterima dan dipahami, bukan ditolak. Contohnya, ketika anak laki-laki menangis karena hewan peliharaannya meninggal. Sang ayah menyuruh si anak untuk berhenti menangis "anak laki-laki tidak boleh menangis, jika menangis bukan anak ayah".
Hal ini membuat sang anak tidak terbiasa menerima dan memahami emosi negatif, sehingga emosi negatif terasa tidak nyata namun mengganggunya. Saat dewasa sang anak ingin merealisasikan perasaan tidak nyaman yang tidak ia mengerti ke dalam bentuk yang lebih nyata yaitu sakit secara fisik.
Kedua, tidak mudah mengekspresikan emosi adalah hal yang umum menimbulkan tindakan self harm. Tidak semua orang mampu untuk merasakan, memahami, dan mengekspresikan emosi.
Sulitnya mengekspresikan emosi biasa terjadi karena respon lingkungan. Meski mengekspresikan emosi bisa dilakukan melalui cara yang lebih baik, beberapa orang lebih memilih untuk menyakiti diri untuk mengekspresikan beban dan tekanan yang ia miliki.
Ketiga, perspektif lebih baik merasa sakit sering dimiliki pada seseorang yang mengalami penolakan dan pengabaikan dalam hidup. Kekosongan ini membuat seseorang berfikir daripada tidak merasakan emosi apapun lebih baik merasa sakit yaitu dengan melakukan self harm.
Keempat, konsep diri yaitu pandangan terhadap diri berpengaruh pada perilaku ini. Konsep rendah diri atau menolak diri dapat  menimbulkan perilaku self harm sebagai bentuk pengalihan dan pelampiasan emosi seperti seperti benci, marah, dan tertekan. Hal ini dilakukan agar individu merasa lebih lega karena telah melampiaskan emosi.
Kelima, berfikir bahwa ini cara untuk membuat individu fokus kembali. Individu yang latar belakang kehidupannya kelam dapat terseret kedalam masa itu secara tidak disadari. Ingatan mengenai masa lalu yang muncul tidak dapat dikontrol.
Upaya individu agar bisa kembali fokus untuk menjalani masa kini yaitu dengan melakukan self harm untuk dapat kembali sadar dan melepaskan diri dari kilas balik masa lalu kelamnya.Â
Keenam, pain offset relief merupakan fenomena yang terjadi setelah menerima rangsangan yang menyakitkan akan timbul perasaan senang dalam waktu singkat. Sehingga individu yang menyakiti diri secara berulang melihat hubungan antara sakit dengan perasaan lega/senang.
Faktor ketujuh adalah self harm sebagai bentuk menghukum diri sendiri. Hal ini terjadi karena penyesalan yang membuat diri menderita secara emosional, sehingga sebagai bentuk penyesalan dilakukannya self harm agar individu merasa lebih baik karena sudah membayar kesalahannya.Â
Yang terakhir, kemungkinan yang terjadi sebagai salah satu faktor terjadinya perilaku ini adalah individu mengalami gangguan mental seperti kecemasan, bipolar, depresi, skizofrenia, dan lain-lain. Faktor-faktor ini dapat memotivasi individu dalam melakukan self harm.
Dampak melakukan tindakan self harm terlepas dari ringan/berat dan frekuensinya dapat berujung tindakan percobaan bunuh diri. Meski self harm tidak didasari keinginan untuk bunuh diri, namun dapat berujung kematian.
Oleh sebab itu, motivasi yang terbentuk karena perspektif yang salah untuk dapat membebaskan diri dari penyesalan, penolakan, dan tekanan yang ada harus diarahkan. Hal ini dilakukan agar motivasi untuk mengatasi berbagai faktor penyebab tidak mendasari perilaku self harm.
Cara mengganti perpektif agar dapat bebas dari perilaku self harm seperti mengekspresikan emosi negatif melalui berbagai tindakan positif. Contohnya melukis atau menyanyi, dengan begitu emosi tetap dapat tersalurkan namun tanpa menyakiti dan merugikan diri.
Selain itu motivasi individu untuk melakukan self harm dengan tujuan untuk menghukum diri bisa diubah dengan cara lain yaitu dengan membuktikan bahwa diri bisa menjadi lebih baik agar tidak ada penyesalan lagi. Sehingga motivasi menjadi berubah yaitu ingin menjadi lebih baik, hal ini dapat mengurangi frekuensi tindakan self harm.
Pada dasarnya kita harus memastikan motivasi diri dalam melakukan tindakan apakah didasarkan oleh perspektif yang benar atau tidak, agar terhindar dari perilaku negatif/menyimpang yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain.
Setelah meninjau motivasi diri dalam melakukan tindakan apakah didasarkan oleh perspektif yang benar atau tidak. Akan terbentuknya motivasi yang lebih positif.
Contohnya ketika seseorang melakukan self harm karena menolak keberadaan diri (membenci diri sendiri), setelah melakukan penerimaan diri akan terbentuk motivasi untuk hidup dengan baik. Motivasi yang baik ini perlu ditingkatkan seperti motivasi belajar dan kerja.
Dalam meningkatkan motivasi yang baik ada tiga perspektif yaitu perspektif behavioris, kognitif, dan humanistik. Perspektif behaviorisme fokus pada perilaku yang tampak tanpa melihat perasaan dan pikiran individu. Perspektif kognitif lebih fokus pada pemikiran dan cara individu dalam melihat kondisinya.
Perspektif humanistik fokus pada sisi positif individu yang memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang. Dalam beberapa situasi orangtua yang merasa anaknya kurang motivasi dalam belajar sehingga menurunnya prestasi.
Hal yang dapat dilakukan oleh orangtua agar anaknya dapat termotivasi adalah dengan menyediakan fasilitas yang memadai seperti buku, menciptakan lingkungan yang kondusif, dan memberi dukungan.
Namun tidak semata-mata dalam meningkatkan motivasi belajar hanya dilakukan oleh orangtua, peran individu dan guru juga penting. Seorang anak dalam meningkatkan motivasi belajar dengan membaca dan mencari tokoh besar yang membuat dirinya termotivasi.
Guru juga berperan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa dengan membuat suasana kelas dan membuat kegiatan pembelajaran yang menarik. Oleh sebab itu banyak hal yang dapat meningkatkan motivasi tergantung pada konteksnya.
Dengan demikian, yang mendasari perilaku self harm adalah motivasi. Motivasi ini didasari oleh salahnya perspektif dalam merespon situasi tertentu. Untuk mengurangi perilaku ini dapat dilakukan dengan mengubah perspektif dalam memandang suatu situasi negatif untuk mengekspresikan emosi ke dalam bentuk yang lebih positif.
Seseorang yang melakukan self harm juga membutuhkan dukungan dari lingkungan. Kondisi dan respon lingkungan sangat berpengaruh dalam menurunkan frekuensi hingga menghilangkan perilaku self harm. Jika ada kerabat, teman, atau orang yang melakukan tindakan ini jangan dihakimi dan melabeli dia dengan pencari perhatian.
Dalam mengatasi dan bertahan dari suatu kondisi, situasi, tekanan, dan beban yang ada setiap orang punya caranya masing-masing meski beberapa orang justru melakukan kesalahan dalam caranya.
Perlu dicatat bahwa perilaku ini tidak didasari oleh keinginan bunuh diri meski sengaja menyakiti diri sendiri. Orang yang melakukan self harm perlu didampingi dan diberitahu ada banyak cara dalam melewati situasi tertentu tanpa menyakiti diri sendiri. Memahami dengan bijak dan empati terhadap posisinya membantu seseorang itu dalam menyakiti dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, L., & Sutanto, E. M. (2013). PENGARUH PELATIHAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA. AGORA.
Anugrahwati, R., & Hartati, S. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA DI AKADEMI KEPERAWATAN. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/issue/view .
Eldifa. (2013, November 17). Retrieved from Edupidia: https://wepedia.wordpress.com/2013/11/17/jenis-jenis-motivasi/
Irfan, N. (2018). HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP. EKUIVALEN.
Iriani, N. I. (2010). Motivasi Intrinsik, Motivasi Ekstrinsik dan Disiplin Kerja Pengaruhnya terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas. Jurnal Aplikasi Manajemen.
Nabila, Z. (2018, Juni 21). Pijar psikologi. Retrieved from Self Harm: Menyakiti Diri menjadi Pilihan untuk Menyalurkan Rasa Sakit: https://pijarpsikologi.org/self-harm-menyakiti-diri-menjadi-pilihan-untuk-menyalurkan-rasa-sakit/
Psychology today. (2020, Maret 10). Retrieved from Self-Harm: https://www.psychologytoday.com/intl/basics/self-harm
Rahmawati, D. (2013). PENGARUH MOTIVASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PR FAJAR BERLIAN TULUNGAGUNG. Jurnal Universitas Tulungagung BONOROWO .
Sari, P. (2019, September 10). Retrieved from Mengenal 3 Jenis Self Harm: https://www.ngopibareng.id/timeline/mengenal-3-jenis-self-harm-sesuai-keparahannya-2644096
Skegg, K. (2005). Self-harm. The Lancet.
Weiten, W. (2013). Psychology: Themes and Variations. Wadsworth.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H