Segmen ini berakhir dan keluarga Ling Xiao balik lagi ke Singapur. Situasi ini berbanding terbalik dengan Ziqui yang merindukan sang ibu. Setiap saat ia memandangi liontin berisikan foto ibunya yang tak kunjung menjemputnya pulang.
Namun, bibinya dari desa mewanti wanti untuk melupakannya dan harus bersikap baik kepada Li Hai cao. Kekacauannya berubah tatkala ayah kandung menghampirinya untuk ikut dengannya dan mengiming-imingi dengan kekayaan yang melimpah.
Singkat cerita Ziqui ayah kandungnya berharap ia sekolah di London. Namun, kenyataan ini menjadi pahit terasa. Saat yang sama pula Ling Xiao mendapati kabar ibunya harus dirawat karena kecelakaan parah dan ia harus menemaninya untuk mengambil kuliah kedokteran di Singapur.
Hal ini membuat Li Jianjan dilema sedih tak berkesudahan sepanjang hidup berpisah dengan kedua orang laki - laki yang ia anggap kakak itu. Akhirnya dramapun mulai memperlihatkan klimaksnya.
Saat mereka berpisah inilah Li Jianjian merasa asing kepada mereka. Nun jauh disana Ling Xiao depresi berat karena tekanan dari ibunya. Sementara Ziquipun akhirnya membiayai hidupnya di negeri orang kabur dari kediaman ayah kandungnya.
Li Jianjian bersama dua orang sahabatnya yang memiliki persoalan dengan ibu mereka juga. Tekananan omongan masyarakat anak bekerja dimana, umur sekian harus ada rumah dan hal lain yang menjadi problematik. Yueliang dan Tang Can serasa bertemu nenek sihir jika berhadapan ibu mereka.
Kendati paksaan bermunculan Li Jianjian justru merasa beruntung tak memiliki ibu yang bisa membuatnya gila.
Yueliang terus dipaksa ibunya untuk masuk pegawai. Padahal ia ingin sekali menjadi wartawan yang menurutnya ia bisa mendamaikan perseturuan bagi banyak orang. Ibunya hampir mengatur banyak hal sampai-sampai kesempatan apa saja harus persetujuan dari ibunya.
Toxic banget enggak sih? Masak sebagai anak kita enggak punya kebebasan memilih apa mau kita. Nyebelin punya ibu kayak begitu bahkan sampai ngancam bercerai sama ayahnya kalau enggak mau mengikuti aturannya. Seperti dialog pembuka perseteruan hebat Yueliang dan keluarganya membuat dia berpikir bahwa ibunya mengharapkan yang terbaik untuk anak semata wayang mereka. Kehadiran andil ayah yang tak banyak, membuat ibunya menjadi lebih mendominasi karena memang tidak ada kata diskusi satu sama lain dan terkesan menghindari pertengkaran.
Ketika keinginan seorang ibu tak seiring dengan ayah lalu sikap kepemimpinannya diusik maka emosi dan masalah yang menumpuk menjadi bom waktu. Masalah yang remeh justru tak pernah diurai dan hanya meninggalkan luka yang menganga. Dari garis besar pada inti masalah di karakter mereka selalu menonjolkan seperti apa harusnya orang tua bertanggung jawab kepada anak mereka.
Hal itu juga ditunjukkan oleh ibu Ling Xiao. Depresi tidak hilang malah diturunkan ke anak. Ibu Ling Xiao yang tidak menerima kenyataan dan pikirannya dipenuhi dengan pengaruh buruk karena kurang perhatian dan seni memahami yang tidak harmonis di keluarganya. Chen Ting bahkan membenci Li Jianjan hanya karena Ling Xiao lebih akrab dengannya. Bener-bener enggak masuk akal.