Cuma yang kita tahu hal yang ditonton dan dibaca dipengaruhi oleh bagaimana syiar syiar media memberi arah dan tujuan dalam menyikapi setiap momentum. Apa perlu berita kriminal menjadi isi yang menarik untuk disampaikan demi meraih rating yang tinggi?
Disini kita akan megoptimasi AI apakah bisa menggapai masalah kasus kemanusiaan yang semisalnya untuk benar-benar dituntaskan. Miris melihat isi berita hanya menggambarkan fakta saja, lalu ada sisi sensual vulgar semata seperti pemerkosaasn atau sejenisnya. Komnas perempuan menilai bahwa media hanya menjalankan misi perusahaannya "kabar buruk adalah berita baik" untuk menaikkan jumlah pembaca dengan mengangkat kasus asusila.
Maka itulah kesan human development yang bisa mundur dari teknologinya dilihat dari citra pemberitaan. Seperti halnya pemberitaan asusila yang menceritakan perempuan, kesan yang privasi dan merendahkan martabatnya tentu akan menginspirasi bentuk asusila lainnya.
Human development dan AI Bersinergi
Tanpa pedoman kita akan menjajah, tanpa teknologi kita akan terjajah. Kata-kata bijak ini, bisa menjadi renungan bagi kita semua. Senada dengan itu, apa yang disampaikan oleh staf kepresidenan Jendral TNI (purn) Moeldoko bahwa Indeks Pembangunan Indonesia (HDI), Indonesia berada di urutan 114 dari 189 negara.
Sebuah tantangan yang besar jika segala sumber informasi masih terpaku karena keinginan pasar semata. Mengingat pertumbuhan faktor-faktor penentunya dari hulu ke hilir perlu sinergi yang kuat.
AI sebagai terobosan teknologi tentu punya maksud dalam kancah kehidupan kita. Parameter dari waktu yang singkat bisa menjadi alasannya. Tetapi, perlunya mempertimbangkan kualitas manusia jika tenaga dan fungsinya beralih.
Abad yang digadang-gadang sebagai lompatan transformasi serba instan dan cepat, tentu juga perlu pemberdayaan dari manusia itu sendiri. Karena, kecerdasan yang dimiliki adalah tiruan manusia, sehingga manusialah yang harusnya lebih memiliki kemampuan yang mumpuni itu.
Tidak cukup kecerdasan intelegensi, ada data-data yang pastinya direplikasi lalu disajikan sebagai informasi. Untuk penulusuran sebuah fakta AI pasti menyerap data-data dari apa yang sudah dikerjakan oleh manusia. Artinya tindak-tanduk informasi akan dijalankan oleh AI dengan sekehendak manusia. Manusialah tetap penentu utama, sebagai pengontrol yang tidak bisa digantikan oleh robot buatannya sendiri.
Maka etika-etika ini yang perlu dipahami, bahwa AI adalah by design saja. Sekarang ilmu AI sudah digunakan di berbagai bidang. AI bisa didefinisikan sebagai perangkat atau mesin pintar. Ia juga dapat menjalankan suatu tugas yang apabila dijalankan membutuhkan kepintaran untuk melakukannya.
Meskipun alasan lainnya, karena manusia lamban mengeluarkan kesimpulan iya atau tidak saat berada dipersimpangan keputusan yang tepat.