Mohon tunggu...
Istaufa Naura Farida
Istaufa Naura Farida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya membaca dan menonton

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Syamsuddin As-Sumatrani dari Aceh, Penyebar Tasawuf Wujudiyah di Nusantara

15 Oktober 2024   13:05 Diperbarui: 15 Oktober 2024   14:00 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syaikh Syamsuddin Sumatrani, yang hidup sekitar tahun 1575 hingga 1630 M, merupakan murid dan sahabat terpenting dari Hamzah Fansuri. Beliau memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk pemikiran keagamaan Muslim Melayu Nusantara pada awal abad ke-17, khususnya dalam pengembangan paham wahdatul wujud. Sebagai pengembang utama ajaran Martabat Tujuh di Indonesia, ajarannya dipengaruhi oleh pemikiran Muhammad Fadhullah al-Burhanpuri yang berasal dari India, termasuk pengaruh praktik dzikir yang mengandung unsur yoga ( Parpatih, 2015).

Dalam ajaran tauhidnya, Syamsuddin Sumatrani membagi pemahaman kalimat " " ke dalam tiga tingkatan. Bagi tingkat pemula (mubtadi), kalimat ini dipahami sebagai "tidak ada yang disembah selain Allah". 

Untuk tingkat menengah (mutawasith), maknanya adalah "tidak ada yang dikehendaki selain Allah". Sedangkan bagi tingkat tertinggi (muntahi), pemahaman yang diajarkan adalah "tidak ada wujud selain Allah". Pendekatan ini mencerminkan kedalaman pemahaman spiritual yang bertingkat dalam ajarannya ( Parpatih, 2015).

Konsep Tujuh Martabat yang diajarkan Syamsuddin Sumatrani terbagi menjadi dua kategori utama: tiga martabat ketuhanan (anniyat Allah) dan empat martabat makhluk (anniyyat al-makhluq). 

Dalam pengajarannya tentang konsep ketuhanan, beliau mengkombinasikan pendekatan tasybih (penyerupaan) dan tanzih (penyucian), sebuah metode yang mirip dengan ajaran Ibnu Arabi. 

Berkat kedalaman dan keluasan ajarannya, Syamsuddin Sumatrani diakui sebagai eksponen terbesar aliran wujudiah setelah Hamzah Fansuri, dan karyanya pertama kali diperkenalkan ke dunia luar oleh para ilmuwan Belanda ( Parpatih, 2015).

Tujuh martabat dalam ajaran tasawuf adalah sebagai berikut; Martabat pertama adalah Ahadiyah, yaitu wujud objektif dan aktual Tuhan yang suci dari segala sifat, nama atau batasan. Martabat kedua disebut Wahdah, merupakan penampakan pertama Tuhan berupa wujud ilmi yang bersifat global dalam ilmu-Nya. 

Martabat ketiga adalah Wahidiyyah, penampakan kedua Tuhan yang menghasilkan pengetahuan terperinci tentang sifat-sifat dan nama-nama-Nya serta hakikat alam. Martabat keempat disebut Alam Arwah, yaitu penciptaan makhluk pertama berupa ruh/nur Muhammad dan arwah lainnya. 

Martabat kelima adalah Alam Mitsal, alam segala bentuk yang halus dan tidak dapat ditangkap panca indera. Martabat keenam adalah Alam Ajsam, alam materi yang dapat ditangkap panca indera, meliputi 'arasy, kursi, langit dan bumi. Martabat ketujuh adalah Alam Insan, yaitu manusia sebagai perwujudan tajalli Tuhan yang paling jelas, menghimpun semua martabat sebelumnya. 

Dalam ajaran ini, martabat pertama hingga ketiga merupakan anniyah (keberadaan) Tuhan yang qadim (tidak bermula), sedangkan martabat keempat hingga ketujuh adalah anniyah makhluk yang muhdats (diciptakan). Pemahaman tentang martabat-martabat ini penting dalam tasawuf untuk mencapai ma'rifah Allah (mengenal Allah) melalui pengenalan diri sendiri Parpatih, 2015)

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun