Beliau menjalankan berbagai peran strategis sebagai penasihat Raja, imam kepala, anggota tim perundingan, dan juru bicara kerajaan. Peran-peran ini menunjukkan betapa besar kepercayaan yang diberikan kerajaan kepadanya. Bersama dengan Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani dikenal sebagai tokoh pemuka kaum wujudiyah.Â
Pemikiran keduanya sangat dipengaruhi oleh ajaran Ibnu 'Arabi dan al-Jilli. Kontribusi mereka sangat signifikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan Islam di Aceh, khususnya dalam bidang tasawuf. Meskipun demikian, ajaran wujudiyah yang mereka kembangkan mendapat kritikan keras dari Nuruddin ar-Raniri (Sultan & Syarifuddin, 2023).
Perjalanan hidup Syamsuddin as-Sumatrani berakhir pada 12 Rajab 39 H atau 24 Februari 1630 M, bertepatan dengan kekalahan Aceh dalam pertempuran melawan Portugis di Malaka.Â
Meski telah wafat, pengaruh pemikiran dan kontribusinya dalam perkembangan intelektual Islam di Nusantara tetap dikenang hingga saat ini, menjadikannya salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam di Indonesia (Sultan & Syarifuddin, 2023).
Karya
Syaikh Syamsuddin as-Sumatrani dikenal sebagai penulis yang sangat produktif dengan banyak karya. Namun, sebagian besar karyanya mengalami nasib tragis ketika dibakar oleh Syaikh Nuruddin Ar-Raniri. Pembakaran ini terjadi sebagai bentuk protes keras terhadap ajaran wihdat al-wujud yang diajarkan oleh Syamsuddin.Â
Peristiwa pembakaran ini terjadi sekitar tahun 1637 M di Masjid Raya Baitur Rahman, bersamaan dengan eksekusi para pengikut setianya yang menolak untuk meninggalkan ajaran tersebut pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani (Sultan & Syarifuddin, 2023).
Meskipun banyak karyanya yang musnah, beberapa karya Syaikh Syamsuddin as-Sumatrani masih dapat ditemukan hingga saat ini. Di antara karya-karya yang tersisa termasuk Mi'ratu al-Muhaqqiqin, Al-Kharaqah, Dairatu al-Wujud, Sirru al-Anwar, dan beberapa karya lainnya.Â
Untuk penelitian lebih lanjut tentang pemikiran dan ajaran beliau, tersedia berbagai sumber primer berupa naskah-naskah yang tersimpan di beberapa lokasi, terutama di Perpustakaan Universitas Leiden dan Royal Asiatic Society, London.Â
Naskah-naskah ini menjadi bukti peninggalan berharga yang memungkinkan generasi sekarang untuk mempelajari pemikiran dan ajaran beliau (Sultan & Syarifuddin, 2023).
Ajaran dan Aliran