Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Surat untuk Klakah, Kampung Halaman Tercinta

30 April 2023   23:58 Diperbarui: 1 Mei 2023   00:00 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bandung Barat, 30 April 2023

Teruntuk:

Klakah Kampung Halaman Tercinta 

Di Kabupaten Lumajang - Jawa Timur

Assalaamu'alaikum.

Hai Klakah kampung halaman tercinta, apa kabar? Kamu sehat-sehat saja kan? Semoga demikian adanya. Kuharap kamu selalu dalam lindungan dan kasih sayang Allah SWT. Aamiiin.

Alhamdulillaah, kabarku di Bandung baik-baik saja. Saat ini aku sedang menyelesaikan tantangan hari terakhir (hari ke-30) Samber 2023, nih! Lega rasanya bisa produktif menulis selama bulan Ramadan kemarin. Semoga jadi amal jariyahku dengan berbagi semangat, motivasi, dan inspirasi melalui tulisan.

Klakah, Lebaran kali ini aku tidak mudik. Lagi fokus mendampingi anak yang sedang training kerja. Maafkan, yah! In syaa allaah bulan Juni nanti aku berencana mengunjungimu again.

Akhir tahun 2022 sampai awal tahun 2023 kemarin, aku kan sudah mudik duluan dan sempat mampir ke kamu. Ya Allah, senangnya bisa bertemu kamu lagi. Rindu terobati. Nggak ada bosan pokoknya ketemu kamu, tuh!

Saat itu aku napak tilas ke pasar. Maksud hati ingin mencari lontong sayur, tetapi nggak dapat. Mungkin aku datang terlalu siang, sementara penjualnya sudah pulang karena dagangan sudah habis.

Akhirnya, aku muter-muter saja di dalam pasar sambil membangkitkan kenangan masa lalu. Masa-masa indah saat aku berseragam putih biru. Dulu, kalau ada upacara di lapangan bola dekat stasiun kereta api, pulangnya aku dan beberapa teman suka mampir ke pasar untuk makan rujak Madura. Uenak puooll. Favoritku banget ini sampai sekarang.

Ngomongin tentang lapangan bola, Klakah masih ingat nggak saat aku dan Reni sahabat baikku selesai belajar kelompok nggak langsung pulang ke rumah? Malam itu, tas kami sembunyikan di kebun orang. Lalu, kami pergi menyusuri rel kereta menuju ke lapangan bola untuk nonton "misbar" film India.

SDN 1 Klakah. Foto: Dokpri
SDN 1 Klakah. Foto: Dokpri

You know "misbar" kan, Klakah? Iya benar, gerimis bubar. Ah, ini sungguh kenangan indah yang tak terlupakan. Seingatku film Indianya tentang seorang warga biasa yang mencari perlindungan hukum. Namun, apa daya aparatnya justru tebang pilih dalam menegakkan hukum. Lalu, hendak ke mana lagi mencari keadilan, Duh, jadi ingat seperti di negara mana gitu. Lalu, cerita beralih ke adegan tarian India. Aca ... aca ... Dan, jika gerimis datang maka penonton bubar jalan, deh! Hehehe.

Itu bagian serunya. Ada juga lho cerita sedihnya. Yaitu, saat Reni meninggal karena sakit dan aku tak sempat memeluknya. Saat itu, aku sedang dalam perjalanan mudik dan berniat langsung ke rumah sakit. Klakah, engkaulah saksi atas persahabatanku dengan Reni sejak kami kelas SD hingga berumah tangga dan beranak pinak. Meskipun kami tinggal berbeda provinsi, tetapi hati kami tetap terhubung. Seperti terhubungnya hatiku dan hatimu, Klakah.

SMPN 1 Klakah. Foto: Dokpri
SMPN 1 Klakah. Foto: Dokpri

Terima kasih Klakah, kampung halamanku terkece, sudah menemani hari-hariku dalam mewujudkan impian. Di antara keterbatasan fasilitas-fasilitasmu di desa kecil yang terletak di kaki Gunung Lamongan dengan beberapa ranu (danau) yang mengitarimu, tak menyurutkan semangatku untuk bermimpi besar dan setia untuk mewujudkan mimpi-mimpiku. Tantangan-tantangan menjadi lebih mudah ditaklukkan, karena engkau ingin aku menjadi pejuang bukan pecundang.   

Bayangan Gunung Lamongan sering tampak di kilauan permukaan Ranu Klakah. Sama seperti bayanganmu yang sering tampak di permukaan hatiku. Memanggil-manggil untuk segera bertemu. Ya, engkau selalu bisa memanggilku untuk pulang, menuai rindu, merajut kenangan masa lalu.  Tak terkecuali kenangan indah bersama saudara, tetangga, dan sahabatku yang terjalin sampai sekarang.

Klakah, maafkan aku yang telah meninggalkanmu dengan memilih hidup sebagai perantau. Namun, percayalah bahwa hanya fisikmu yang kutinggalkan, tidak dengan hatimu. Aku tak sanggup melakukannya, karena merindumu itu sungguh berat. Tidak mudah ditawar dengan kopi kenangan merek apapun. Suwer, beneran ini.

Klakah, aku merantau untuk menenun mimpi. Setelah perjuangan panjang kulakoni. Cepat atau lambat aku kan kembali. Entah sebentar atau berlama-lama kita kan melepas rindu ini. Semoga engkau bangga pada capaian diri ini.

Dari tadi aku bicara tentang merindumu. Baidewei, kamu rindu nggak sih sama aku? Jawab secara jujur di balasan suratku ini nanti, ya! Aku siap mendengar curhatanmu. Sekarang sudah malam. Kamu boleh bobok dulu. Aku juga mulai ngantuk, nih! Udahan dulu ya, say! Sampai jumpa.

Wassalaamu'alaikum

Salam sejuta rindu,


(Istanti Surviani)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun