Senangnya hatiku jika bercerita tentang pengalamanku berumrah atau berhaji. Karena, aku jadi punya kesempatan untuk menyebarkan sayap-sayap inspirasi dan motivasi pada orang lain untuk berani bermimpi bertamu ke Baitullooh sekalipun dalam kondisi kesempitan.Â
Bukankah Allah memampukan hamba-Nya yang terpanggil untuk berumroh/berhaji? Bukan sekedar memanggil hamba-Nya yang mampu? Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.
Faktanya, banyak orang yang mampu secara finansial tapi untuk berumroh/berhaji selalu menunda-nunda, ragu-ragu, bahkan acuh tak acuh, gampang-gampang susah.Â
Sebaliknya, tak sedikit golongan yang berduit tipis tapi bisa berumroh/berhaji, susah-susah gampang. Allah menurunkan pertolongan-Nya lewat beragam cara: diumrohkan orang lain, dibiayai oleh kantor, atau menang undian berhadiah.
Beberapa tahun sebelum umroh pertama, aku diberi banyak cobaan oleh Allah. Aku dan suami mengalami PHK dan harus mulai lagi dari nol selama lima  tahunan, divonis mengidap kista majemuk payudara, bisnis tipu-tipu oleh teman sendiri, masalah rumah tangga, dan sedikit konflik dengan keluarga besarku.
Awalnya, selalu berkata,"Aku pasti kuat dan bisa mengatasi segalanya, yes!" Tapi semakin kuat berusaha mengatasi hal itu, Allah semakin membuatku lemah tak berdaya, tersungkur, dan menyerah. "Ya Allah, hamba menyerah. Hamba kembalikan semuanya pada-Mu. Terserah hendak Kau apakan diri hamba. Asal Engkau ridho, hamba terima semua keputusan-Mu."
Selang beberapa waktu, muncul sebuah perasaan kuat nyaris sebuah rindu yang amat sangat. Rindu mengunjungi Ka'bah di Masjidil Harom Makkah Al-Mukarromah dan Raudhoh di Masjid Nabawi Madinah Al-Munawaroh. Selama 35 tahun (2007) hanya memandang Ka'bah di sajadah yang digelar saat sholat.Â
Kali ini menyeruak rasa ingin datang langsung ke sana. Â Mimpi melihat Ka'bah pun terjadi beberapa kali. Dari yang tampak samar-samar sampai terang-benderang. Â Tapi biaya ke sana dari mana ya?
Otak mulai mikir, mencari jalan keluar. Mau ikutan jadi marketing agen umroh/haji malah disarankan teman pergi umroh dulu biar afdhol marketing-nya. Duh, bagaimana ini?
Saat di rumah tak sengaja kubuka lemari dan tanganku menyentuh wadah perhiasan emas yang selama ini tak pernah dipakai lagi. Aku minta ijin pada anak-anak dan suami untuk menjual perhiasan itu.Â
Karena di antara perhiasan-perhiasan itu ada yang milik anakku hadiah dari bude mereka saat lahiran. Mereka pun mengijinkan. Aku yakin dengan ijin suami, satu kakiku sudah menapak di tanah suci. Tinggal satu kaki lagi yang harus dilepaskan. Lebih mudah.
"Papa akan merasa bersalah jika tidak mengijinkan Mama berkunjung ke rumah Tuhannya."
"Ma, kalau Mbak jadi artis, nanti Mama dibiayai umroh sama Mbak," kata sulungku yang saat itu baru berusia sebelas tahun.
"Ma, yuk kita jualan sate di pasar kaget! Ntar uangnya buat umroh Mama," lanjut si bungsu, delapan tahun. Ah, terharu mendengar dukungan mereka. Setelah perhiasan dijual terkumpul uang sejumlah  tiga jutaan. Kurangnya masih banyak.
Doa-doa pun kupanjatkan setiap saat terlebih di sujud sholat rakaat terakhir. Tak ada bosannya memohon pada Allah sambil membawa kehampaan diri. "Ya Rob, tak apa tekanan hidup menjajah fisik hamba tapi jangan semangat hamba."
Saat itu, terbersitlah ide untuk mempunyai amalan khusus yang mampu menarik perhatian Allah. Mulailah kulakukan empat hal sederhana ini:
1. Memungut paku atau duri di jalan sehingga orang lain terhindar dari rintangan. Semoga Allah pun menjauhkan rintangan-rintangan jalanku untuk berumroh.
2. Bergaul dengan orang-orang baik di mana pun berada. Siapa tahu Allah meletakkan rezekiku di sana.
3. Bersilaturahim. Bukankah silaturahim itu memperluas rezeki dan memperpanjang umur?
4. Minta doa restu orangtua. Mereka adalah salah satu hartu karunku yang sangat berharga.
Masih lekat dalam ingatan, bagaimana aku bela-belain ikut kuis ini itu, ikut kirab Muharom yang berhadiah umroh dan semuanya tidak dapat alias zonk. Anda belum beruntung.
Waktu berlalu, alhamdulillaah, sedikit demi sedikit Allah mulai membuka jalan. Ada donatur yang menyumbang lima juta. Ada juga kawan yang berbaik hati memberi pinjaman lunak tanpa riba sebesar empat juta. Sisanya tertutupi dari honor suamiku yang diajak bergabung dengan proyek teman kuliahnya di ITB dulu.Â
Perlengkapan yang kupakai pun sebagian besar hadiah dari teman-teman ngaji. Itulah buah dari bergaul dan bersilaturahim dengan orang-orang baik. Juga buah dari doa bapak ibuku yang tak putus-putusnya. Semuanya sudah cukup membuktikan bahwa Allah itu Maha Mencukupi kebutuhan hamba-Nya. Maha Menolong.
Maka berangkat umrohlah aku pada bulan Mei 2008 bersama beberapa teman ngaji. Segala doa kupanjatkan di tanah suci dan memohon pada-Nya agar suami, bapak ibu, dan anak-anak bisa menyusul berumroh/haji. Di Masjidil Harom, dua kali kudengar nama suamiku dipanggil.Â
Kucari-cari di sekeliling tak ada orang yang kukenal. Langsung kunyalakan pikiran positifku bahwa in syaa allooh suamiku akan dua kali ke tanah suci.
Tidak ada doa yang sia-sia. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Begitulah, kalau Allah sudah berkehendak tinggal berkata,"Kun fayakun! Jadilah, maka terjadilah!."Â Â Â Â Â Â Â
Sebulan setelah umroh aku diterima magang mengajar di Sekolah Interaktif Gemilang Mutafannin, Bandung Barat, setelah sebelumnya dinyatakan gagal tes terakhir. Dari hasil bekerja, pinjaman lunak dari teman bisa kulunasi dalam waktu empat bulan saja.Â
Suamiku mendapat pekerjaan lagi dengan cara yang sangat mudah. Â Hanya bawa CV, ngobrol-ngobrol sebagai ganti wawancara formal, teken kontrak, dan langsung kerja. Proyek-proyek lain di luar kantor pun mulai menghampiri. Dia niatkan hasil kerjanya untuk umroh. Maka, tahun 2010 berangkat umrohlah suamiku.
Melihat niat suamiku, pemilik perusahaan tempatnya bekerja mendapat ide untuk mengumrohkan seluruh karyawannya dari level tertinggi sampai para OB dan ojeger. Subhaanallooh, alhamdulillaah, alloohu akbar. Setahun kemudian, seluruh karyawan diberangkatkan ke tanah suci. Yang sudah pernah umroh diberi ganti dengan uang sebesar biaya umroh. Alhamdulillaah.
Nyatanya di bulan Januari 2013, uang penggantian ini dipakai lagi oleh suamiku pergi umroh kedua mendampingi ayahku. Yah, aku dan adik-adik dikehendaki Allah mengumrohkan ayah. Maka Allah telah membuktikan pikiran positifku bahwa suamiku melaksanakan umroh dua kali. Fabiayyi aalaa i robbikumaa tukadziibaan. Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?
Tahun 2011 atau tiga tahun setelah umroh pertama, lagi fokus-fokusnya menyiapkan umroh ibu, hadiah dari adik lelakiku yang bekerja sebagai arsitek di Oman, aku dapat tawaran menggantikan hadiah umroh dari Bank Syariah Mandiri yang tidak diambil oleh tetanggaku.Â
Sebenarnya yang ditawari ada dua tapi setelah tetanggaku sholat istikhoroh dua kali yang keluar adalah namaku. Maa syaa allooh. Aku hanya mengganti dengan harga enam juta all in dengan fasilitas penerbangan Saudi Arabia Airline dan hotel di Zam-Zam Tower. Bagiku tak masalah mau naik apa atau tidur di hotel mana. Bisa menginjakkan kaki kedua kali di tanah suci saja sudah bersyukur sekali.
Ibuku berangkat duluan dari Jatim bersama tetangga. Sepulang ibu umroh, aku baru menyusul berangkat dari Jakarta. Terkabul sudah doaku agar suami, ayah, dan ibuku beribadah umroh meski tak bersama-sama. Bahkan Allah memberi tambahan bonus padaku dan suami bisa umroh dua kali.Â
Bonus ini mungkin Allah beri karena banyak teman yang mengaku termotivasi oleh kami untuk berumroh. Walloohu a'lam bishowwab.
Saat umroh pertama dan kedua, kumohon pada Allah agar aku dan suami bisa berhaji berdua. Dengan kekurangan dana yang masih banyak, otak mikir lagi mau cari dana talangan dari bank. Survei ke bank sana dan ke bank sini tapi Allah belum menghendaki.Â
Sampai akhirnya Dia memberi petunjuk lewat mimpi. Ada suara bisikan dalam mimpiku,"Kantor." Â Begitu yang kudengar.
Maka kubicarakan hal ini pada suamiku untuk mengambil bonus tahunannya lebih awal untuk menutupi biaya pendaftaran haji. Tak dinyana, beberapa hari sebelumnya ternyata suami dapat saran dari teman kantornya untuk mengajukan pinjaman lunak dengan mengambil dulu jatah bonus tahunannya.Â
Niat ini disambut baik pihak perusahaan. Proses seluruhnya kurang dari seminggu dan tepat tanggal 1-11-11 kami mendaftar haji dengan porsi berangkat tahun 2015/2016. Â Â Â Â Â Â Â Â
Meski tertunda setahun akibat pengurangan kuota haji oleh pemerintahan Arab Saudi, tanggal 29 Agustus 2016 Subuh, kami yang tergabung di kloter 54 akhirnya terbang ke tanah suci. Sekali lagi, sebagian barang dan bekal makanan yang kuperlukan di tanah suci juga disediakan olah sahabat-sahabatku. Syukron lillaah.
Terima kasih pada siapapun yang pernah kutitipi doa saat mereka berumroh/berhaji. Tak terkecuali ayah dan ibu mertua rohimakumullooh yang di tahun 1997 lalu ikut mendoakan kami para anak, menantu, dan cucu-cucunya. Alhamdulillaah, satu per satu dari kami ditakdirkan Allah beribadah di Tanah Suci.
Terima kasih pada bapak ibu, saudara, sahabat, tetangga, kawan-kawan pemulung, pedagang asongan, tukang sol sepatu, anak-anak panti asuhan, dan kaum dhuafa lainnya yang dengan tulus ikhlas mendoakan hajat-hajat kami. Bisa jadi doa mereka inilah yang diijabah Allah.
Terima kasih juga pada siapapun yang menitipkan doanya pada kami. Dengan mendoakan mereka, malaikat pun akan mendoakan hal yang sama untuk kami. Â Jazaakumulloohi khoiron katsiiron. Â Semoga Allah membalas mereka dengan yang lebih baik, lebih banyak, dan lebih berkah. Â Aamiin..
Oh iya, mudik lebaran 2016, aku dan suami membuka rekening haji untuk bapak dan ibuku. Â Tiap bulan aku dan adik-adik mengisi tabungan mereka sedikit demi sedikit. Modal nekat dan doa saja ini. Semoga Allah memudahkan hajat kami menghajikan ortu.
Berkunjung ke Haromain untuk yang ketiga kali sudah sepatutnya kuperbanyak rasa syukur. Apalagi berhaji dengan suami dalam kondisi sehat, bahagia, aman, nyaman, selamat, tertib, dan lancar. Rasanya tak ada tempat terindah, teromantis, dan paling mengesankan di dunia ini kecuali di sana.Â
Pergi kemana-mana berdua sungguh nikmat. Ibadah, pengajian, kuliner, belanja, foto-foto, syuting, jalan-jalan selalu bersama.
Itulah saat yang tepat bagi kami untuk kembali berdiskusi tentang apa tujuan hidup kami, bagaimana mencapai tujuan hidup yang diridhoi Allah, saling menguatkan, saling berterima kasih, saling memaafkan. Semuanya sungguh indah.
Setiap sudut Masjidil Harom dan Masjid Nabawi yang pernah kami lalui rasanya masih lekat di ingatan. Memandang Ka'bah, towaf, serta sholat di dalamnya melengkapi kesempurnaan hikmah di dalam Masjidil Harom.Â
Di sini juga, telinga batinku mendengar ada yang memanggil kembali suamiku dua kali. Dan sekali namaku dipanggil juga. Padahal tak ada yang kukenal di sekelilingku, pun tak ada teman se-KBIH di sana.
Yah, semoga Allah menakdirkan kami sekeluarga kembali ke tanah suci karena setelah berhaji pun ternyata keinginan untuk kembali ke sana tak pernah redup. Kukira semua jamaah haji seperti itu.Â
Qodarullooh, ketua yayasan tempatku mengajar berniat  memberi penghargaan tambahan bagi para guru dan staf yang telah menyelesaikan masa bakti minimal  selama 10 tahun. Tak terkecuali aku. Pemanfaatan penghargaan ini diserahkan sepenuhnya pada yang menerima. Boleh untuk umroh, daftar haji, uang muka KPR, dll. Jatahku kupakai untuk umroh.Â
Pertengahan Maret 2019 berangkatlah kami berenam: aku, suami, dua anak gadisku, bapak, dan ibuku. Atas permintaan ibu yang ingin umroh bersama bapak, tabungan haji mereka dialihkan untuk umroh. Begitulah kawan, Allah telah mengabulkan  ikhtiar dan doa kami untuk berkunjung lagi ke baitullooh. Bukankah pintu rizki Allah itu banyak sekali?
Kita tak perlu khawatir dengan bekal materi yang kita punya, Allah  Maha Kaya, Maha Kuasa, Maha Mencukupkan, Maha Memudahkan Tugas kita hanya bertakwa. Berdoa dan berusaha semampu mungkin.Â
Besar kecil usaha kita itu sangat relatif hasilnya. Yang penting lakukan banyak kebaikan secara istiqomah, sekecil apapun kebaikan itu agar Allah menurunkan ridho-Nya pada kita dan menjauhi apa-apa yang tidak diperkenankan-Nya.Â
Pun, jangan pernah berhenti berharap pada-Nya karena Dia tak pernah mengecewakan kita. Biarlah Allah yang menggenapi hasil akhirnya. Haqqul yaqiin saja. Kalau kami saja bisa, pasti teman-teman juga bisa.Â
Ayo semangat! Nunggu apa lagi? Â (Setahun setelah umroh terakhir, Selasa 24 Maret 2020, bapak wafat karena sakit. Semoga niat awal berhaji meski tidak terlaksana tetap dicatat Allah sebagai amal kebaikan. Aamiin.).
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H