Terima kasih pada bapak ibu, saudara, sahabat, tetangga, kawan-kawan pemulung, pedagang asongan, tukang sol sepatu, anak-anak panti asuhan, dan kaum dhuafa lainnya yang dengan tulus ikhlas mendoakan hajat-hajat kami. Bisa jadi doa mereka inilah yang diijabah Allah.
Terima kasih juga pada siapapun yang menitipkan doanya pada kami. Dengan mendoakan mereka, malaikat pun akan mendoakan hal yang sama untuk kami. Â Jazaakumulloohi khoiron katsiiron. Â Semoga Allah membalas mereka dengan yang lebih baik, lebih banyak, dan lebih berkah. Â Aamiin..
Oh iya, mudik lebaran 2016, aku dan suami membuka rekening haji untuk bapak dan ibuku. Â Tiap bulan aku dan adik-adik mengisi tabungan mereka sedikit demi sedikit. Modal nekat dan doa saja ini. Semoga Allah memudahkan hajat kami menghajikan ortu.
Berkunjung ke Haromain untuk yang ketiga kali sudah sepatutnya kuperbanyak rasa syukur. Apalagi berhaji dengan suami dalam kondisi sehat, bahagia, aman, nyaman, selamat, tertib, dan lancar. Rasanya tak ada tempat terindah, teromantis, dan paling mengesankan di dunia ini kecuali di sana.Â
Pergi kemana-mana berdua sungguh nikmat. Ibadah, pengajian, kuliner, belanja, foto-foto, syuting, jalan-jalan selalu bersama.
Itulah saat yang tepat bagi kami untuk kembali berdiskusi tentang apa tujuan hidup kami, bagaimana mencapai tujuan hidup yang diridhoi Allah, saling menguatkan, saling berterima kasih, saling memaafkan. Semuanya sungguh indah.
Setiap sudut Masjidil Harom dan Masjid Nabawi yang pernah kami lalui rasanya masih lekat di ingatan. Memandang Ka'bah, towaf, serta sholat di dalamnya melengkapi kesempurnaan hikmah di dalam Masjidil Harom.Â
Di sini juga, telinga batinku mendengar ada yang memanggil kembali suamiku dua kali. Dan sekali namaku dipanggil juga. Padahal tak ada yang kukenal di sekelilingku, pun tak ada teman se-KBIH di sana.
Yah, semoga Allah menakdirkan kami sekeluarga kembali ke tanah suci karena setelah berhaji pun ternyata keinginan untuk kembali ke sana tak pernah redup. Kukira semua jamaah haji seperti itu.Â