Selain dua puluh kubah besar, masjid ini juga dilengkapi dengan dua menara. Pelatarannya luas dan memiliki deretan tempat wudu yang dinaungi pepohonan tinggi berusia sangat tua. Para pengunjung membuka sepatu di depan pintu dan meletakkannya di dalam rak-rak sepatu yang tersebar di bagian dalam masjid. Di bagian tengah masjid ada tempat wudu dengan kolam dan air mancur di tengah. Air tumpah ke dasar kolam yang berwarna biru muda. Karena letaknya yang terbuka, hanya para pria yang wudu di sini.Â
Kubah masjid memasukkan cahaya matahari ke dalam ruangan masjid seluas lima ribu meter persegi ini. Udara yang masuk dan air kolam menyejukkan suasana di dalam. Namun, karpet tebal berwarna dominan merah mampu menghangatkan kaki yang kedinginan. Di sekitar Ulu Camii terdapat pusat perbelanjaan.
Dalam perjalanan menuju kota Izmir, rombongan singgah di rest area untuk makan siang. Menunya hampir sama dengan menu kebab hari pertama. Bedanya yang ini kebab sapi.Â
Saat menikmati makan siang, aku tidak sengaja melihat Elif sedang berpelukan dan berciuman dengan pria pemandu lokal dari agen travel sebelah. Seolah-olah mengucapkan selamat tinggal. Aroma hidup bebas mulai terasa melihat kejadian itu. Tentu saja ini pemandangan tidak biasa yang membuatku risih. Sangat disayangkan, rombongan yang hampir semuanya berjilbab mendapat pemandu lokal yang tidak seirama. Â Sepanjang jalan aku kepikiran. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H