"Ketika mimpi kita pikirkan, mimpi itu berubah jadi rencana. Ketika rencana kita ucapkan, rencana berubah bentuk menjadi komitmen. Ketika komitmen kita lakukan, komitmen berubah lagi menjadi kenyataan." (William Tanuwijaya).
Mobil melewati tempat wisata balon udara. Balon udara pertama kali diterbangkan di kawasan ini oleh dua orang Inggris pada tahun 1989. Saat itu karena biaya operasional yang tinggi dan belum ada saingan, maka harus merogoh kocek hingga ribuan dolar untuk menikmati pemandangan Cappadocia yang memesona dari atas balon udara.
Kalau sekarang biayanya sekira enam jutaan per orang. Ada sih di internet yang menawarkan harga separuhnya. Tetapi, informasinya tidak akurat setelah dicek oleh tour leader. Khawatirnya itu aksi perusahaan abal-abal. Itulah mengapa aku dan suami mengalihkan dana kami untuk wisata safari jip saja.
Balon udara ini menjadi daya tarik utama wisatawan yang datang berkunjung ke Cappadocia. Setiap paginya, jika cuaca memungkinkan, kita dapat melihat langit Cappadocia dihiasi oleh ratusan balon udara berwarna-warni nan indah. Salah satu pemandangan yang sulit kita dapatkan di bagian lain di dunia.
Berbagai perusahaan yang mengelola wisata ini mengembangkan balon-balon udara yang dapat kita naiki untuk terbang melihat keindahan alam Cappadocia di kala matahari mulai menyapa. Penjemputan di hotel biasanya dilakukan mulai pukul 05.30-06.00 waktu setempat. Perusahaan akan memberi pengarahan singkat pada para peserta, lalu mereka akan dibawa ke lokasi terbang.
Bisa terbang tidaknya balon udara menunggu informasi cuaca. Bila cuaca tidak aman karena angin terlalu kencang, maka penerbangan akan dibatalkan. Seperti kejadian batalnya terbang grup wisataku. Jadi, bila merencanakan untuk naik balon udara, sebaiknya bermalam minimal dua malam di Cappadocia untuk jaga-jaga bila hari pertama tidak bisa terbang, maka masih punya cadangan satu hari lagi.
Emre menghentikan mobil di depan sebuah toko roti. Kulihat dia membawa keluar sebuah bungkusan. Dia memberi kami setengah potong besar roti mirip donat. Ya, kami berangkat tadi memang belum jadwalnya sarapan di hotel. Setengah potong roti rasa tawar ini cukup mengisi perut yang sudah keroncongan. Keroncongan karena lapar dan sensasi tegang beratraksi mobil tadi.
Makasih Emre dan Mustafa untuk rotinya. Rotinya kami makan berdua. Ujung roti kiri nempel di mulut suami. Ujung kanannya di mulut saya. Emre memotret kami dan kuberi judul fotonya "Ada Kasih Dalam Sepotong Roti". Romantis, kan?
Setelah balik ke hotel dan sarapan, rombongan kami bersiap melakukan wisata Cappadocia berikutnya. Tujuan utamanya adalah kota Goreme. Lokasinya yang berada di dataran tinggi, membuatnya memiliki musim panas yang kering, dan musim dingin yang cenderung bersalju. Mulai dari dataran yang kering, hingga mendekati Goreme mulai terlihat bukit-bukit dengan berbagai bentuk yang unik. Beda rupa, beda warna, membawa kami berpetualang bak di negeri dongeng.
Di sekitar Goreme, bekas rumah-rumah guanya banyak yang masih dimanfaatkan sebagai gudang penyimpanan hasil bumi, seperti kentang, lemon, anggur, berternak burung merpati, dan sebagai cave hotel. Yaitu, hotel yang bagian-bagian ruangannya ada di dalam gua. Jadi ingat film kartun zaman batu, The Flintstone. Generasi tahun tujuh puluhan pasti tahu film ini.
Rombongan kami sampai di sebuah tempat mirip kafe bertuliskan Salkim Tepesi. Sekumpulan ibu-ibu duduk bersama menikmati sajian kopi panas dalam gelas-gelas kecil. Ada Bu Abun, Bu Yunani, Bu Dewi, Bu Mien, Bu Yati, Winta, dan aku. Saling bersulang dengan cara menyatukan ujung gelas beling sehingga menimbulkan bunyi ting. Bersenda gurau ala ibu-ibu paruh baya nan gaul.
Aku merekam keseruan siang itu. Sayangnya, tidak ada pisang goreng teman minum kopi seperti kebiasaan di Indonesia. Namun, sajian lain berupa lukisan alam bebatuan sangat memuaskan pandangan. Hawa dingin tetap menusuk, meskipun kami duduk di taman dengan pancaran sinar matahari secara langsung.
Di bangku yang lain terlihat suamiku, Pak Syamsu, dan anak lelakinya. Aku merapat ke sana sekalian berjemur lalu berjalan-jalan di sekitar lokasi. Kulihat ada satu keluarga asing yang kesulitan untuk berswafoto. Aku tawarkan untuk membantu dan mereka mau. Dengan latar belakang bebatuan Cappadocia, kuminta keluarga muda dengan satu anak tersebut untuk lompat beberapa kali sampai mendapat gambar kaki melayang. Mereka puas. Misi selesai. Bahagia yang ada.
Struktur tanah di Cappadocia ternyata sangat bagus untuk bahan baku kerajinan keramik. Banyak perusahaan keramik di Cappadocia yang menghasilkan seni keramik yang indah. Kami sempat mengunjungi salah satunya, yaitu Hisaronu Ceramik Art Gallery. Di sini, para pengunjung disuguhi demo membuat keramik sederhana oleh seorang instruktur. Lalu, salah satu pengunjung ditawari untuk praktik.
Bu Yunani menggunakan kesempatan itu. Segenggam tanah liat diletakkan di atas papan kayu. Kaki menggerakkan putaran papan kayu dan tangan siap membentuk. Membuat keramik ternyata tak semudah yang dibayangkan. Bentuknya jadi aneh gitu. Hehe. Kemudian, kami dipersilahkan melihat-lihat atau membeli keramik mereka.
Wisata berlanjut ke Konak Jewellery, sebuah toko perhiasan. Cincin, kalung, gelang emas, berlian, dan aneka permata lainnya digelar di sana. Berhubung aku tidak terlalu minat, ya sekedar lihat-lihat saja. Tetapi aku salah. Mataku tertuju pada gelang emas dengan hiasan batuan berwarna biru. Tanganku sekilas saja menunjuk. Namun, pegawai toko langsung mengambil dan memakaikan di pergelangan tangan kananku. Wah, manis sekali.
"Ma, kalau nggak beli nggak usah dicoba. Nanti susah keluar dari toko, loh!" Suamiku mengingatkan kejadian saat di toko kulit tempo hari. Betul juga. Baiklah.
Perjalanan berlanjut menuju Cave Restaurant untuk makan siang. Gunung Erciyes berpuncak salju tampak di kejauhan seolah bergerak membersamai mobil wisata kami. Restoran bawah tanah ini tampak sepi dari luar, tidak terlalu megah, dan terlihat kusam. Namun, di dalamnya sudah ramai oleh pengunjung. Bahkan, sampai masuk ke lorong bagian dalam gua. Kebanyakan mereka berada dalam kelompok tur.
Menu utama restoran bawah tanah ini adalah kebab tembikar. Kebab yang disajikan dalam wadah tembikar panas. Karena aku suka kebab, pasti habis dong! Menikmati suasana memesona restoran gua di Cappadocia sambil menyantap makanan dan minuman adalah pengalaman pertama dalam hidupku.
Lalu kami singgah di Pigeon Valley atau Lembah Merpati. Bebatuan di lembah ini diukir untuk rumah tinggal merpati. Banyak juga yang dicat putih untuk menarik sebanyak mungkin merpati. Mengapa penduduk setempat menginginkan begitu banyak merpati? Ada beberapa alasan. Salah satunya adalah kotoran mereka digunakan untuk membuat bahan peledak, tetapi banyak orang mempertanyakan hal ini.
Fakta lain adalah merpati secara rutin digunakan sebagai pembawa pesan. Namun, sulit dipercaya bahwa banyak burung diperlukan untuk tujuan ini saja. Alasan yang lebih masuk akal adalah bahwa petani di daerah tersebut mengandalkan merpati untuk menghasilkan pupuk alami berkualitas bagus. Nutrisi untuk menyuburkan anggrek dan kebun anggur mereka.
Bersambung ...
#wisata Cappadocia Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H