Menangislah bila harus menangis
Karena kita semua manusia
Manusia bisa terluka
Manusia pasti menangis
Dan manusia pun bisa mengambil hikmah
Kekuatan dalam Kelemahan
Itu petikan lagu Air Mata karya Ahmad Dhani dengan grup band Dewa. Secara waktu, ini lagu lama, dirilis tahun 2002, melalui album Cintailah Cinta. Mengapa air mata? Tiap kali shalat tarawih di masjid, tiap kali itu pula saya melihat air mata. Merebak dari mata para jamaah, yang menadahkan kedua telapak tangan.
Ada gumpalan keharuan yang membuncah di dada. Bukan hanya dari jamaah yang sudah lanjut usia. Dari mereka yang muda-muda pun, saya melihat air mata mereka merebak, tatkala mereka berdoa. Kemudian, tiap kali menjelang sahur, saya pun berselancar menyusuri air mata di berbagai platform yang ada.
Maka, sampailah saya ke Air Mata karya Ahmad Dhani tersebut. Saya dengarkan berkali-kali. Saya cermati liriknya. Saya hayati musiknya. Dan, itu menjadi hiburan tersendiri bagi saya. Sungguh, jarang saya sampai terkesima seperti ini.
Lama-lama saya hanyut dalam nyanyian Air Mata tersebut, sementara yang berputar-putar dalam ingatan saya adalah para jamaah yang sampai sesenggukan saat berdoa di masjid. Mungkin ada yang menangis karena menyesal. Mungkin juga karena terluka. Mungkin pula saking tak kuatnya menanggung beratnya beban kehidupan.
Mengadu kepada-Nya. Memohon ampun kepada-Nya. Bahkan, memasrahkan segalanya kepada-Nya. Menangislah bila harus menangis. Karena kita semua manusia. Begitu pesan Ahmad Dhani dengan Air Mata-nya. Karena sesungguhnya, manusia adalah makhluk yang lemah, yang seringkali merasa tak berdaya.
Meski demikian, Ahmad Dhani tak membiarkan para penikmat musiknya hanyut dalam ketidakberdayaan. Ia justru menumbuhkan kekuatan sekaligus meyakinkan bahwa manusia pun bisa mengambil hikmah dari air mata tersebut. Di satu sisi menangislah bila harus menangis. Di sisi lain, ada hikmah yang bisa diraih dari tangisan tersebut.
Karena, di balik segala duka, tersimpan hikmah, yang bisa kita petik pelajaran. Dengan kata lain, kedukaan serta penyesalan, sesungguhnya adalah pintu masuk menuju gerbang pembelajaran. Bukankah kita sebagai manusia diciptakan untuk terus dan terus belajar, dari buaian hingga ke liang lahat?
Jalan Menumbuhkan Kesadaran
Sampai di sini, saya mulai paham, bahwa hiburan yang saya nikmati sebelum waktu makan sahur tersebut, sudah menjelma menjadi proses pembelajaran. Belajar tentang kehidupan. Bukan lagi hanya sebatas mencermati liriknya. Bukan hanya menghayati musiknya. Tapi, lebih dan lebih dari semua itu. Demikian yang saya rasakan.
Saya pun terus dan terus berselancar, hingga kemudian sampai ke Hadapi Dengan Senyuman-nya Ahmad Dhani. Itu dari The Greatest Hits Remastered, album kompilasi Dewa, yang dirilis pada tahun 2013. Di Hadapi Dengan Senyuman, kembali Ahmad Dhani menumbuhkan kekuatan dalam kelemahan, membangun optimisme.
Ia bukan lagi meyakinkan bahwa ada hikmah di balik segala kedukaan, di balik segenap rasa sesal. Ia dengan lugas membangkitkan spirit, agar semua yang terjadi itu, dihadapi dengan senyuman. Membiarkan diri terbelenggu dalam rasa bersalah, rasa sesal, serta kedukaan yang dalam, toh tak akan mengubah keadaan.
Kenapa? Karena, kita hanyalah manusia. Di atas segalanya, ada yang Maha, yang menciptakan langit dan bumi beserta seisinya. Manusia hanya bagian dari sedemikian maha banyak isi langit dan bumi. Dan, tiap-tiap manusia sudah ada takdirnya.
Sejumlah literatur menyebut, takdir adalah ketentuan, ukuran, dan kapastian yang telah ditetapkan Tuhan yang berlaku pada isi semesta ini. Ada yang disebut takdir muallaq yakni takdir yang masih dapat diubah dengan cara berikhtiar dan atau berusaha serta tentu saja dengan berdoa. Ada pula yang disebut takdir mubram yang berarti takdir yang telah Tuhan tetapkan dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.
Maka, hadapilah dengan senyum. Sungguh tak ada daya manusia untuk melawan takdir-Nya, sebagaimana dalam petikan Hadapi Dengan Senyuman:
Relakanlah saja ini
Bahwa semua yang terbaik
Terbaik untuk kita semua
Menyerahlah untuk menang
Jakarta, 7 April 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H