Indeks Kerukunan Umat Beragama
Jawa Barat yang dihuni manusia hati terbuka dan mesra menerima serta di sana bermukim warga dengan beragam suku, agama, dan kepercayaan yang meyakini local wisdom sebagai perekat, tentulah hal yang menggembirakan. Dalam konteks membentengi perilaku intoleransi serta paham radikalisme, semua itu sangatlah penting.
Meski demikian, hal tersebut diusik oleh sejumlah survey beberapa waktu lalu, yang menyebut bahwa toleransi umat beragama di Jawa Barat, rendah. Ada survey yang mencatat, indeks kerukunan umat beragama di Jawa Barat, menempati posisi tiga terendah secara nasional. "Kami di Forum Kerukunan Umat Beragama Jawa Barat, menyikapi sejumlah survey tersebut, dengan pikiran terbuka," ujar Rafani Achyar.
Rafani Achyar kemudian menjelaskan, atas nama lembaga, FKUB mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, agar mengadakan survey independent. Tujuannya, untuk mendapatkan second opinion, sebagai pembanding survey terdahulu tersebut. "Karena itu hasil survey, maka kami menanggapinya, juga dengan hasil survey," tukas Rafani Achyar.
Dari hasil survey Balai Litbang Agama Kementerian Agama (Balitbang Kemenag) tahun 2021, Rafani Achyar menyebut, indeks kerukunan umat beragama di Jawa Barat menempati posisi ke-20 secara nasional. Bukan tiga terendah. "Kami di FKUB menyimpulkan, sejumlah survey tersebut, adalah hasil survey yang di-framing oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan tertentu," ungkap Rafani Achyar selaku Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat.
Meski demikian, hasil survey yang dinilai di-framing oleh pihak-pihak tertentu tersebut, tetap dijadikan motivasi oleh FKUB Jawa Barat untuk meningkatkan indeks kerukunan umat beragama. Pada Selasa, 1 Maret 2022 lalu misalnya, FKUB Jawa Barat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Karawang.
Kunjungan kerja tersebut, disebut Rafani Achyar sebagai bagian dari upaya FKUB Jawa Barat untuk menyerap aspirasi dari berbagai wilayah, yang kemudian antar wilayah saling bertukar informasi. Karena, perilaku intoleransi serta penyebaran paham radikalisme, cenderung berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain.
Yang jelas, tutur Rafani Achyar, masyarakat Jawa Barat rukun-rukun saja, tidak pernah ada konflik yang besar-besar seperti di tempat lain. Secara lebih detail, Rafani Achyar menjelaskan, sejumlah peristiwa intoleransi dan radikalisme yang terjadi di wilayah Jawa Barat, setelah disusuri, adalah tindakan pihak-pihak dari luar Jawa Barat, yang menjadikan wilayah ini sebagai tempat melakukan aksi mereka.
Hal itu adalah konsekuensi, karena secara geografis, sebagian wilayah Jawa Barat bersebelahan dengan wilayah DKI Jakarta sebagai wilayah pusat pemerintahan nasional. Dan, aksi-aksi intoleransi serta radikalisme pada umumnya ditujukan kepada pusat pemerintahan. Dengan demikian, aksi tersebut dengan cepat menjadi isu nasional, sebagaimana diharapkan para pelaku aksi.