Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Revitalisasi TIM dalam Bingkai Ismail Marzuki dan Gus Dur

11 April 2022   01:14 Diperbarui: 12 April 2022   02:30 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nanang (tengah) bersama Sutradara Guntoro Sulung (kiri) dan Moktavianus Masheka, Ketua Peringatan Satu Abad Chairil Anwar (kanan). Foto: Dok. Nanang

Selain itu, setiap 17 Agustus, Nanang Ribut Supriyatin selalu tampil membaca puisi di Teater Arena TIM, bersama sejumlah penyair lainnya. Itu memang agenda tahunan TIM, dalam memperingati Hari Kemerdekaan. Melalui pembacaan puisi dan diskusi sastra, TIM nyaris tak pernah absen membangkitkan kesadaran berbangsa. Dan, Nanang Ribut Supriyatin senantiasa menjadi bagian dari aktivitas tersebut.

Isson Khairul dan Nanang Ribut Supriyatin (kanan) di Toko Buku Bengkel Deklamasi, TIM. Foto: Isson Khairul
Isson Khairul dan Nanang Ribut Supriyatin (kanan) di Toko Buku Bengkel Deklamasi, TIM. Foto: Isson Khairul

Mencermati Tiga Fase TIM

Dalam puisi Rayuan Pulau Kelapa di Taman Ismail Marzuki, yang membuat Nanang Ribut Supriyatin tampil sebagai Juara I, ia membagi TIM ke dalam tiga fase. 

Fase pertama, tentang keberadaan TIM yang ia kenal sejak tahun 1980-an. Oh, ya Lomba Cipta Puisi Kenangan Tentang TIM tersebut meliputi kenangan di rentang tahun 1968 hingga tahun 2018. Ini petikan puisi Nanang Ribut Supriyatin di fase pertama:

Seperti bangunan rumah sakit yang berdiri di atas tanah basah
Dalam sebuah ladang besar, kebun sayur yang tak terawat
Dimana cacing-cacing dan kecoa berlarian di atas rerumputan

Demikian sang penyair mencatat keberadaan TIM, di masa awal Taman Ismail Marzuki (TIM) didirikan oleh Gubernur Ali Sadikin, pada 10 November 1968. Selanjutnya, pada fase kedua, Nanang Ribut Supriyatin mencatat dalam puisi-nya tentang berbagai aktivitas kesenian di TIM yang ia tonton dan yang ia terlibat dalam sejumlah aktivitas tersebut. Ini petikan fase kedua:

Diskusi demi diskusi, argumentasi dengan nalar faktual dan imajinasi
Bahasa linier yang padat dan terus berkembang seperti tak henti
Memecah ruang-ruang tertutup dan sunyi, bagai mikrofon pecah

Di fase kedua tersebut, Nanang Ribut Supriyatin mencatat dalam puisi-nya, betapa maraknya aktivitas di TIM. Tak bisa diingkari, TIM telah menjelma menjadi ruang ekspresi yang sangat dinamis. Berbagai pertunjukan dan diskusi, senantiasa menampilkan tokoh-tokoh penting, yang karya-karya mereka menggema ke seluruh tanah air.

Selanjutnya, pada fase ketiga, Nanang Ribut Supriyatin mencatat dalam puisi-nya tentang bagaimana TIM mengembangkan segala sumber daya kesenian Indonesia, demi memajukan negeri ini dari sektor seni budaya. Ini petikan fase ketiga:

Matahari akan selalu bersinar di antara gedung-gedung tinggi
Bangunan-bangunan seni tanpa sekat, serpihan lampu pada kaca
Destinasi yang berubah di antara Planetarium dan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun