Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Siskaeee Pintar Mengaji," Kata Enti Irianingsih, Guru TK-nya

9 Desember 2021   13:49 Diperbarui: 10 Desember 2021   07:50 5847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siskaeee, wanita di video viral Yogyakarta International Airport (YIA). Ia lulusan sekolah Madrasah dan pintar mengaji. Foto: Didik Wiranto

"Ketika memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP), serangan bully-an tersebut masih terus berlanjut. Sebagian teman-teman di SD, adalah juga teman-teman semasa SMP," lanjut Siskaeee, yang untuk kesekian kalinya menyeka air matanya.

Di masa Sekolah Menengah Atas (SMA), meski Siskaeee sekolah di Madrasah, serangan bully-an tak juga mereda. Intensitasnya kian tajam. Frekuensinya juga makin meningkat. Maklum, masa-masa SMA adalah masa teman-temannya sangat gandrung mengeksplorasi media sosial. Sekali lagi, Siskaeee sama sekali tidak punya daya untuk membalas semua serangan bully-an tersebut.

Untuk kesekian kalinya, Siskaeee menyeka air matanya. Seolah hendak menghapus jejak hidup yang pahit. Foto: Didik Wiranto
Untuk kesekian kalinya, Siskaeee menyeka air matanya. Seolah hendak menghapus jejak hidup yang pahit. Foto: Didik Wiranto

"Puncaknya, ketika saya tidak bisa ikut studi tur ke Bali, karena tidak punya uang untuk membayar biayanya. Saya anak miskin. Nenek saya hanya buruh tani," ujar Siskaeee, dengan mata menerawang. Sampai di sini, ia cukup lama tercenung. Selintas saya melihat, ia beberapa kali menelan air ludahnya sendiri. Seolah hendak menghapus jejak hidup yang pahit, namun apa hendak dikata ... Siskaeee tak kuasa.

Di-Bully di Kampung, Dirangkul di Rantau

Setamat sekolah Madrasah di desa--sengaja tidak saya tuliskan nama desanya--di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Siskaeee memilih pergi dari sana. Ia ingin lepas dari serangan bully-an. Ia nyaris tak kuat menanggung guncangan serta beban psikis yang selama bertahun-tahun menderanya. Pilihannya: Bali, Pulau Dewata.

"Ketika itu, saya berfikir sederhana saja. Bali kan destinasi wisata favorit. Banyak turis di sana. Tentu banyak pula peluang kerja yang tersedia," ujar Siskaeee, kali ini dengan mata berbinar. Tanpa persiapan, tak lama setelah lulus Madrasah, Siskaeee pergi ke Bali. Tak ada saudara di sana. Tak ada pula kenalan. Secara door to door, ia mengajukan diri untuk bekerja.

Akhirnya, pengelola sebuah rumah makan, menerimanya bekerja sebagai tukang cuci piring. Itu karir pertama Siskaeee di Bali. Rekan-rekan kerjanya menerima kehadirannya dengan ramah serta penuh kekeluargaan. Secara serabutan, ia bekerja dari satu usaha kuliner ke usaha kuliner yang lain. Sekitar 3,5 tahun Siskaeee hidup dan bekerja di Bali.

Lebih dari satu jam, Isson Khairul ngobrol dengan Siskaeee di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Foto: Didik Wiranto
Lebih dari satu jam, Isson Khairul ngobrol dengan Siskaeee di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Foto: Didik Wiranto

Di sana, ia bukan hanya bekerja. Tapi, juga menimba ilmu pengetahuan. Sebagian dari penghasilannya, ia gunakan untuk kursus Bahasa Inggris. Ia juga mengikuti berbagai seminar internet marketing dan berbagai kursus tentang berbisnis secara online. Kepercayaan dirinya tumbuh pesat. Beberapa kali ia pulang ke kampung, karena ada adik laki-lakinya yang masih sekolah di kampung dan tinggal bersama neneknya.

"Saya sangat terharu, ternyata Bali sangat toleran. Padahal, agama yang saya anut berbeda dengan agama mayoritas di Bali. Mereka justru menerima saya dengan penuh suka-cita. Sebaliknya, di desa saya di Sidoarjo, yang merupakan tanah kelahiran saya, yang mayoritas beragama sama dengan saya, justru mem-bully saya bertahun-tahun tanpa henti. Padahal, saya tidak bikin ulah. Tidak bikin onar," kembali Siskaeee terisak, tak kuasa membendung air matanya.

Lebih dari satu jam berbincang dengan Siskaeee di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), saya menemukan energi yang kuat dalam sosok wanita tersebut. Jika saja ia wanita yang rapuh, mungkin ia sudah terjerumus ke dalam lembah prostitusi dan lembah narkoba yang mengenaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun