Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Vonis Kebiri Kimia dan Siapa Dokter yang Jadi Eksekutor?

28 Agustus 2019   12:34 Diperbarui: 29 Agustus 2019   08:53 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhammad Aris terbukti memperkosa 9 anak. Vonis kebiri kimia mungkin batal dieksekusi. Karena, aturan petunjuk teknis kebiri kimia ternyata belum ada. Dokter yang bakal jadi eksekutor pun masih tanda tanya. O, ya? 

Belum Ada Petunjuk Teknis 
Di tengah pro-kontra vonis kebiri kimia, kuasa hukum Muhammad Aris berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahmakah Agung (MA). Intinya, memohon agar hukuman kebiri kimia terhadap Muhammad Aris dibatalkan. 

Dasar pertimbangannya, karena peraturan pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan teknis hukuman kebiri kimia, belum ada.

Itu diungkapkan Handoyo, kuasa hukum Muhammad Aris, pada Selasa (27/08/2019). Belum adanya petunjuk teknis eksekusi kebiri kimia tersebut, diakui oleh Asep Maryono, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, pada Senin (26/08/2019). Untuk itu, Asep Maryono meminta agar Kepala Kejaksaan Negeri  Mojokerto membuat laporan tentang kasus Muhammad Aris.

Selain itu, Kepala Kejaksaan Negeri  Mojokerto juga diminta untuk meminta petunjuk dari Kejaksaan Agung tentang pelaksanaan hukuman kebiri kimia tersebut. 

"Sepengetahuan saya, ini memang pertama di Indonesia. Petunjuk teknisnya belum ada, kami harus meminta petunjuk dari pimpinan," ujar Asep Maryono kepada media di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jalan Ahmad Yani, Surabaya.

Sebagaimana diketahui, pada Kamis (02/05/2019), Pengadilan Negeri  Mojokerto memvonis Muhammad Aris dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. 

Joko Waluyo selaku Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto, juga menjatuhkan hukuman tambahan kebiri kimia terhadap Muhammad Aris. Kemudian, pada Kamis (18/07/2019), Pengadilan Tinggi Surabaya mengukuhkan keputusan tersebut.

Tentang latar belakang kasus Muhammad Aris, silakan baca tulisan saya Kebiri Kimia: Perppu Jokowi Mei 2016, Disahkan DPR Oktober 2016. Nah, karena belum adanya petunjuk teknis kebiri kimia tapi Joko Waluyo selaku Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri  Mojokerto sudah menjatuhkan vonis hukuman kebiri kimia, tentu ini bisa menjadi salah satu celah hukum bagi Handoyo, selaku kuasa hukum Muhammad Aris.

Vonis dari Joko Waluyo jatuh pada Kamis (02/05/2019). Pengukuhan keputusan dari Pengadilan Tinggi Surabaya jatuh pada Kamis (18/07/2019). Petunjuk teknis dari Kejaksaan Agung, belum tahu kapan turunnya. Yang jelas, turunnya pasti belakangan, setelah vonis. Ada dua opini hukum dari Handoyo. Pertama, saat ini pelaksanaan hukuman kebiri kimia tidak mungkin diterapkan, karena belum ada petunjuk teknis. Kedua, jika nanti petunjuk teknis itu turun, harap diingat, hukum tidak berlaku surut.

Dokter Terhalang Kebijakan IDI     
Atas pertimbangan itulah, Handoyo mohon hukuman kebiri kimia tidak dieksekusi ke Muhammad Aris. Itu salah satu celah hukum bagi Handoyo. Celah hukum lainnya, tentang dokter yang akan menjadi eksekutor kebiri kimia. Dari penelusuran saya, hukuman kebiri kimia membutuhkan peranan dokter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun