Ketika ngopi di sebuah warung di sekitar TPI Paotere, saya ngobrol dengan beberapa nelayan, yang juga sedang ngopi di sana. Aroma kopi Toraja menguap ke udara, membangkitkan selera. Asap rokok mengepul. Obrolan kian seru, ketika mereka menceritakan tentang berburu ikan terbang dan telur ikan terbang. Itu adalah kekayaan perairan Kabupaten Fakfak, salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat.
Christian Ansaka pernah bercerita tentang ikan terbang itu ke saya. Tapi, ia kan bukan nelayan. Kali ini saya mendengar cerita langsung dari nelayan, yang memang biasa bertarung di perairan Fakfak tersebut. Dari mereka saya tahu, hanya nelayan dari Sulawesi Selatan yang bernyali ke sana. Kenapa? Karena, ombak di sana tinggi dan anginnya kencang.
Serunya, para nelayan tersebut yakin, justru ketika musim ombak tinggi itulah sebagai waktu yang tepat untuk berburu telur ikan terbang di laut. Menurut mereka, saat ombak normal, ikan terbang tidak akan bertelur. Sensasinya sangat menggiurkan, karena telur ikan terbang yang sudah dibersihkan, bisa dijual dengan harga Rp 450.000 per kilogram. Telur ikan itu berupa butiran bulat, dengan diameter 0,5 centimeter.
Pembeli telur ikan ini umumnya berasal dari Jakarta dan Surabaya. Pembelinya kemudian akan mengekspor ke Jepang. Kabarnya, telur ikan terbang itu dijadikan menu utama di restoran dan ada juga yang digunakan sebagai bahan baku kosmetik. Cerita para nelayan Sulawesi Selatan tersebut, makin menguatkan keinginan saya untuk bertemu dengan Christian Ansaka. Di samping ingin ngobrol tentang pembuangan Merah Putih ke selokan di Surabaya dan tentang pengibaran bendera Bintang Kejora di Kota Agats tersebut.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 18 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H